Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menar

anakpatirsa's picture

        "Di mana?"

        "Jogja!"

        Kota penuh kenangan, "Mengapa Jogja? Dapat gadis Jogja?"

        Ia hanya tertawa, "Aku yang bayar tiketnya."

        Gratis, "Aku pasti datang!"

        Ia kembali tertawa, "Jangan harap ketemu gadis Jogja."

        Giliranku tertawa. Ada atau tidak ada gadis Jogja maupun putri keraton, aku pasti datang.

        Aku tidak pernah bisa melupakan Jogja.

***

        Stasiun Maguwo yang berpindah ke depan Bandara tidak mengubah wajah kota ini. Tulisan "Maguwo" di atasnya menandakan Stasiun Magowo sudah bergeser beberapa ratus meter dari tempatnya di film Janur Kuning. Di depan Bandara juga sudah berdiri halte bus, bus Trans Jogja. Paling tidak, aku tidak perlu lagi menunggu di pinggir jalan Solo sampai datang kepala bergelayut di pintu angkot busuk sambil berteriak "Janti … Janti … UGM."

        Kota ini tidak berubah. Alfa sudah tidak ada, tetapi lembah di depannya tetap menyimpan kenangan. Kenangan menggenjot sepeda tanpa rem. Kenangan menuruni bukit kecil di depannya dengan kecepatan tinggi tanpa rem dan berhenti dengan sendirinya di tengah tanjakan satunya lagi. Membuatku harus menuntun sepeda sampai di puncak tanjakan sebelum Babarsari.

        Ambarrukmo Palace Hotel tetap berdiri di tempatnya. Pagar seng dan bangunannya yang ditutupi kayu malang melintang menandai sebuah renovasi. Kuharap mereka tidak mengubah bentuknya, sehingga bila datang ke kota ini lagi, aku tetap melihat tulisan Ambarruko Palace ada di tempat yang sama di puncak hotel. Tidak peduli di sebelahnya telah berdiri sebuah mal megah. Dan kuharap tetap bisa berenang di halaman belakangnya lagi.

        Jogja tetap Jogja, perang tidak merusaknya; gempa bumi tidak mengubahnya; gunung meletus tidak menghancurkannya. Semuanya tetap sama, Babarsari, Janti, Mirota Kampus tetap sama. Jalan-jalan tetap sama. Pulang ke Jogja, mengingatkanku pada bait-bait lagu Kla Project.

Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

        Malioboro.

        Tempat yang sama, suasana yang sama. Palang dengan tulisan JL. MALIOBORO dengan huruf Jawa di bawahnya sepertinya masih yang dulu. Apa yang membuat jalan ini begitu terkenal? Apa yang menggoda orang ingin menyusurinya? Aku tidak tahu. Sama seperti aku tidak pernah tahu apa yang membuat orang sanggup berdesakkan menyusuri emperan toko di kedua sisinya.

        Kuingat kembali lanjutan lagu Kla Project.

Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi
Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri
Ditelan deru kotamu ...

        Apakah simpang Pasar Kembang yang Katon maksudkan? Aku juga tidak tahu. Sepertinya tidak. Tidak ada orang duduk bersila. Tidak ada musisi jalanan. Hanya ada deretan becak diparkir rapi di samping trotoar. Dengan pengayuhnya duduk santai di dalamnya. Bila pemandangan ini adalah sebuah lukisan, tembok tua yang mengelupas menjadi latar belakangnya, menambah kenangan akan Jogja.

        Jalan Pasar Kembang juga penuh kenangan.

        Kenangan Pasar Kembang. Saat itu aku baru beberapa bulan di Jogja. Teman kampus yang berkata, "Sarkem yang murah; di sebelah selatan Stasiun Tugu; stasiun yang dekat Malioboro itu." Jadi kurekomendasikan Pasar Kembang kepada adik dan teman-temannya yang study tour ke Jogja.

        Besoknya, adikku berkata, "Kakak jangan datang ke sini."

        "Mengapa?" tanyaku.

        "Kakak mau dibunuh."

        "Oleh siapa?"

        "Oleh kami."

        "Mengapa?"

        "Karena tempat ini penuh lelaki hidung belang," jawabnya. "Ada yang menawarkan kami uang."

        "Kalian mau?" tanyaku santai. Belum kusadari bahaya yang akan menghadang.

        "Jangan begitu," adikku mulai ketus. "Kakak nggak tahu, mereka mengira kami ini pelacur. Nanya tarif segala."

***

        Lebih dari sepuluh tahun aku tidak melihat Menar. Apakah ia sudah berubah? Tidak seperti Jogja yang ternyata tidak berubah? Aku tidak tahu. Menar yang dulu kukenal memang tidak akan pernah berubah. Tetapi tidak ada yang bisa menebak jalan hidup manusia.

        Aku pernah mengenal Menar seperti mengenal telapak kakiku sendiri. Aku tahu tempatnya menyembunyikan uang, didalam kantong plastik yang dimasukan ke dalam tempat gula. Ia tidak punya rekening bank, ia tidak punya ponsel. Aku yang jauh lebih miskin darinya jadi repot. Untunglah setiap kali tambahan jatah bulanannya datang, ia selalu mengajakku ke Malioboro sekalian mengambil kiriman uang di Kantor Pos Besar. Sebagai balasan karena sudah mewakilinya meminjam ponsel orang lain ketika uangnya sudah habis.

        Ia tidak mau membeli ponsel. Bukan karena tidak mampu, tetapi karena tidak mau membeli barang mahal yang sebentar lagi menjadi begitu murah. Saat itu lagi tren orang menggenggam Nokia gajah yang harga nomornya saja setengah juta rupiah. Ia baru punya ponsel ketika ada yang menjualnya dengan harga seratus lima puluh ribu rupiah, second, plus kartu perdana.

        Aku ikut senang, bisa pinjam tanpa terlalu merasa sungkan.

        Ia juga tidak punya komputer. Bukan karena orang tuanya tidak mampu. Ia pernah berkata, "Aku tidak bakalan membeli komputer sampai harganya di bawah satu juta." Di semester tujuh, ia membeli komputer bermonitor gajah. Harganya? Tiga ratus ribu rupiah. Mantan mahasiswa abadi yang menjualnya. Aku pun bisa nebeng mengerjakan tugas di kamar kos-nya.

        Ia lebih memilih barang setengah pakai karena lebih murah. Itu melekat dalam dirinya seperti sebuah falsafah hidup. Tetapi masalah cewek, seleranya terlalu tinggi. Bahkan persahabatan kami bisa saja berakhir pahit kalau saja gadis itu tidak jual mahal.

        Namanya Melly. Seorang mahasiswi yang juga diam-diam kukagumi.

        Cantik.

        Siapa yang sanggup menolak mahasiswi cantik? Lalu siapa yang sanggup menolak cowok kaya? Aku tidak bisa menyalahkan Melly kalau ia hanya bisa mengandalkan wajah cantik untuk mendapat mahasiswa kaya yang juga hanya mengandalkan orang tuanya. Menar yang langganan ngebon di warung depan kos tidak masuk hitungan. Aku? Aku mundur teratur. Kuputuskan saat melihat reaksinya saat kupinjami catatan kuliahnya.

        Menar tidak pernah tahu, aku juga sedang jatuh cinta. Ia terang-terangan mengakui menyukai Melly, sedangkan aku hanya berani menikmati kecantikan sempurna itu dari jauh, dari sudut kelas.

        Ketika Melly mulai dekat dengan Bejo, aku hanya menelan ludah. Menyesali nasib. Mengapa ayah hanya pengawai negeri rendahan? Mengapa ia tidak setampan Barry Prima, sehingga ada sesuatu yang bisa ia warisi aku. Syukur Menar juga pas-pasan, sehingga ikut menelan ludah. Sebelum semester dua berakhir, undangannya terpampang di fakultas. Tetapi Bejo ikut menelan ludah, namanya tidak tercantum di sana. Ridho, anak pengusaha Jogja mempersunting si bunga kampus.

        Aku pergi ke Malioboro di hari pernikahan itu, menangisi nasib. Pengamen yang mungkin sudah bertahun-tahun duduk memainkan angklung di emperan mall nasibnya jauh lebih baik. Ia bisa memainkan musik untuk menangisi nasib. Aku? Aku hanya bisa menangisinya dengan sepasang kaki; berdesak-desakkan di emperan Malioboro. Kumasuki Pasar Beringharjo, kuseberangi jalan Malioboro, kumasuki Mirota Batik. Tetapi kenyataan harus kuterima, gontai aku kembali ke arah Stasiun Tugu.

        Di ujung jalan Malioboro, dekat Stasiun Tugu, kulihat Menar yang sedang menyeberang ke Pasar Kembang.

        Malam itu ia tidak muncul di kos. Esoknya ia masuk ke kamarku.

        "Ikut ke acara Melly?" tanyaku.

        "Nggak!"

        Semalam di Sarkem tidak membuat hatinya kembali riang.

        "Patah hati?"

        "Nggak!"

        Ingin kukatakan, "Mengapa sampai menginap di Sarkem?"

        Tetapi aku tidak ingin membuatnya malu. Kukatakan, "Baguslah kalau begitu."

        "Suatu saat bisa kudapatin juga si Melly itu."

        Aku ternganga.

        "Sebelum janur kuning terpasang, bolehlah kau bermimpi," kataku. "Sekarang janur kuning itu bahkan sudah layu."

        "Biar saja," jawabnya, "bisa saja nanti Melly bercerai, atau suaminya mati."

        Tolol!

        "Mengapa kamu tidak mencari yang lain saja?" kataku. "Daripada kamu menunggu janda Melly."

        "Ini bukan tentang cinta."

        "Jadi tentang apa?"

        "Tentang mendapatkan apa yang aku inginkan."

        "Sinting!"

        Ia tertawa.

        "Berani taruhan?"

        Aku tidak menjawab.

        Melly pergi selamanya dari kampus.

***

        Halilintar menyambar.

        Melly.

        Aku masih mengenalnya.

        Banyak gadis cantik, tetapi hanya sedikit yang akan menjadi wanita cantik. Melly salah satu di antaranya, kecantikannya tidak pupus karena pernikahan dan usia. Menar sialan. Empat belas tahun lalu ia seberangi Sarkem gara-gara gadis itu, sekarang ia nikahi wanita cantiknya.

        "Selamat, ya."

        Kujabat tangannya. Ia tersenyum, menyembunyikan otaknya yang sedang berpikir keras mengingat siapa aku.

        Suami barunya membantu. "Ini si Bajoi, teman seangkatan kita."

        "Eh, sori," katanya, "terima kasih sudah mau datang jauh-jauh."

        "Tidak ada-apa."

        Kulepas tangannya.

        Menar menyambut tanganku sambil tersenyum penuh kemenangan.

        "Satu kosong," kataku pelan.

        Ia tertawa.

        Tawa yang sama itu, dulu kudengar di kamar kosku.

nobietea's picture

pertamax :D

ngbayangin pas si aku ketemu si melly serasa nelen batu segede gaban, dan si temennya aku serasa lebih dari pemenang.... :D

__________________

maaf.. bie kurang pintar

Rusdy's picture

Nanya dong

Suami pertamanya si Melly dibunuh sama si Menar?

anakpatirsa's picture

Mati Muda

Karena cerita ini tamat di sini saja, jadi suami pertama si Melly anggap saja mati muda

guestx's picture

falsafah hidup

rusdy : Suami pertamanya si Melly dibunuh sama si Menar?

hahaha... fantasinya Rusdy tinggi amat.

kalo mau dicari (hehe..."dicari-cari"), penjelasan "nasib baik" si menar mungkin ada di bagian ini :

 Ia lebih memilih barang setengah pakai karena lebih murah. Itu melekat dalam dirinya seperti sebuah falsafah hidup. 

si menar emang sengaja menunggu (mungkin juga mendoakan :) si melly jadi janda, karena kebiasannya cari barang murah dan second terbawa-bawa juga waktu cari isteri. coba tanya sama AP, biaya pesta pernikahannya si menar gede gak? Wink

__________________

------- XXX -------

joli's picture

harga ipad di bawah se-juta

guestx teliti juga dikau ha..ha..

"ku nanti janda-mu" 

kalimat yang sering ku dengar di sela reuni2 yang makin sering diadakan akibat jejaring fesbuk, yang berperan besar mengumpulkan serpih2 masa lalu :)

si menar sabar juga nunggu melly, sesabar menunggu harga ipad di bawah sejuta :p

rolupat's picture

bedanya joli…

Just Kiding… jangan dianggap serius

 

bedanya joli…

yang ada di Sabdaspace,  joli PaulO…

alias joli kepunyaan Tn. Paul lhO…

 

yang ada di Alkitab, joli SalomO…

alias joli kepunyaan Rj. Salomo lhO…

 

yang laen lagi di ”JOgja kembaLI”, ada joli SudirmanO…

alias joli kepunyaan Jend. Sudirman lhO…

 

pengen tahu banyak?

baca di Mustikaning Kidung 3

 

so… I don’t know!

Apakah angelINA joliE = tabut perjanjian?

ha…ha…

 

 

ps: lam kenal joli

…………………………………………..

“Berserah  -  Bella Saphira”

joli's picture

234

Rolupat, maturnuwun salam kenal nya yang unik.. :)

Rolupat, j1samsu, 234, adalah project-nya Joli di Monjali dekat Hyatt Jogja.

Kalau rolupat tinggal di Jogja boleh mampir tuh. Mas Hai-hai pernah dolan sana juga anggap aja rumah sendiri karena memang itu rumah rolupat :)

meski you don't know, but you have to know lah..  baca mustikaning kidung 3 ha..ha..ha..

 

rolupat's picture

Mustikaning Kidung

Terimakasih untuk keramahannya,

 

walaupun saya pesimis,

nyampe pintu depan dah diusir sama penjaga pintu,

soale penampilan saya ndak semarak,

ndak seperti teman-teman joli.

ha… ha… ha…

 

Mustikaning Kidung 3,  sebelumnya saya udah baca,

walaupun ndak ngerti semuanya he…he…  :p

 

kalau joli mau lagu…

klik aja tulisan paling bawah,

tunggu beberapa saat sampai filenya turun,

kemudian double klik aja file tersebut,

akan terdengar sebuah lagu dari bella.

 

suara bella yang pas-pasan,

sangat pas nyanyi lagu ini,

dari semua lagu dari albumnya,

yang PAS ya cuma lagu ini he…he…

 

untuk Albumnya klik disini

 

 

semoga cepat sembuh

 

…………………………………………..

“Berserah  -  Bella Saphira”

 

anakpatirsa's picture

Ya, si Menar merasa lebih

Ya, si Menar merasa lebih dari sekedar pemenang

Purnomo's picture

Penulis ini memang hebat

tetap teguh berdiri tak tergoyang tsunami. Tetapi juga menjengkelkan karena membuat aku ingin meneruskan serial Cinta Pertama dengan babak "Cinta Pertama Membuat Kau Jadi Janda."

Maju terus dalam berkarya.

ferrywar's picture

suka

Saya suka cara bertutur Anakpatirsa. Hemat tapi lincah. Dan tidak membosankan.

rolupat's picture

Awesome!!   singkat puadaat

Awesome!!

 

singkat puadaat berisi

misale gadis gitu …chemox bah bahenol buangeeeet

ha…ha…

 

ni tulisan ape yang paling bagus,

moga bukan yang the last,

peka PASTI juga bilang ni bagus,

 

        Ambarrukmo Palace Hotel tetap berdiri di tempatnya. Pagar seng dan bangunannya yang ditutupi kayu malang melintang menandai sebuah renovasi. Kuharap mereka tidak mengubah bentuknya, sehingga bila datang ke kota ini lagi, aku tetap melihat tulisan Ambarruko Palace ada di tempat yang sama di puncak hotel. Tidak peduli di sebelahnya telah berdiri sebuah mal megah. Dan kuharap tetap bisa berenang di halaman belakangnya lagi.

---------

 

        Aku pergi ke Malioboro di hari pernikahan itu, menangisi nasib. Pengamen yang mungkin sudah bertahun-tahun duduk memainkan angklung di emperan mall nasibnya jauh lebih baik. Ia bisa memainkan musik untuk menangisi nasib. Aku? Aku hanya bisa menangisinya dengan sepasang kaki; berdesak-desakkan di emperan Malioboro. Kumasuki Pasar Beringharjo, kuseberangi jalan Malioboro, kumasuki Mirota Batik. Tetapi kenyataan harus kuterima, gontai aku kembali ke arah Stasiun Tugu.

----------

 

Gila… tiap-tiap sudutnya tiap-tiap isinya lu hapal

Lu penulis atau pelukis?

 

Andaikan nama kotanya  berubah jadi New York,

Tapi aku tetap tahu kalau itu Jogjaku,

Walau ketika di Solo aku kena air muntahan dari  batu ha…ha…

 

 

bikin ketawa… bikin nangis…

Bener tulisan ape yang ni hebat banget

Sungguh deh tiap-tiap kata saya menikmatinya… THANKS…

AWESOME! bro

 

…………………………………………..

“Berserah  -  Bella Saphira”

Geadley Lian's picture

hahaha

Hahahaha.........ga usah cemburu.Banyak lagi yg cantik.Masakan Tuhan mau dengar doa yg ga masuk akal,minta melly jadi janda.udahlah..........deh........hahahaha.........

__________________

geadley

SAMMY SIGA's picture

mantap

Pokoke mantapSmileSmile

__________________

clara_anita's picture

hmmmm.....

Inspiring...

apa masih harus "mengejar" yang "itu" ya?

hi.. hi...

Tongue out

rolupat's picture

Jogja Boulevard

Kalau boleh nambahin disela-sela dekat Stasiun Tugu…

 

 

Sebelum ujung jalan…, aku berhenti sejenak karena  kudengar lagu…

 

 

____________

 

Feeling broken

Barely holding on

But there’s just something so strong

Somewhere inside me

And I am down but I’ll get up again

Don’t count me out just yet

 

I’ve been brought down to my knees

And I’ve been pushed way past the point of breaking

But I can take it

I’ll be back

Back on my feet

This is far from over

You haven’t seen the last of me

You haven’t seen the last of me

 

They can say that

I won’t stay around

But I’m gonna stand my ground

You’re not gonna stop me

You don’t know me

You don’t know who I am

Don’t count me out so fast

 

I’ve been brought down to my knees

And I’ve been pushed way past the point of breaking

But I can take it

I’ll be back

Back on my feet

This is far from over

You haven’t seen the last of me

 

There will be no fade out

This is not the end

I’m down now

But i’ll be standing tall again

Times are hard but

I was built tough

I’m gonna show you all what I’m made of

 

I’ve been brought down to my knees

And I’ve been pushed way past the point of breaking

But I can take it

I’ll be back

Back on my feet

This is far from over

I am far from over

You haven’t seen the last of me

 

No no

I’m not going nowhere

I’m staying right here

Oh no

You won’t see me begging

I’m not taking my bow

Can’t stop me

It’s not the end

You haven’t seen the last of me

Oh no

You haven’t seen the last of me

You haven’t seen the last of me

_____________

 

 

Lagu yang dinyanyikan pengamen ujung jalan

dari toko yang mau bangkrut dekat Stasiun Tugu sebelah kiri jalan

 

Sambil berjalan ke ujung jalan,

Pikirku heran, “pengamen ini seperti ngerti yang kurasakan”.

 

Saat itulah diujung jalan kuterpaku,

Kulihat Menar yang  sedang menyeberang ke Pasar Kembang dekat StasiunTugu.

 

Trus dilanjutin lagi sampai akhir..

 

 

 

kalau boleh lagi ngasih usul  Judul baru…  Jogja Boulevard,

biar tulisannya lebih “laku” bro… ha…ha…

 

 

Ket:

Kagak usah heran…

kalau diJogja, pengamen nyanyi pake bahasa inggris itu dah biasa

 

sayang siaku ggak punya nama

ha… ha…

 

 

 

 

…………………………………………..

“Berserah  -  Bella Saphira”