Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Antara Aku, Kau, Bunglon, dan Mesin Fotokopi...

ebed_adonai's picture

Pada suatu siang yang cukup panas di Magelang, putri saya kebetulan melihat seekor bunglon (chamaeleo chamaeleon) sedang nangkring di teras rumah, dan dengan heboh dia langsung masuk ke dalam sambil bengak-bengok memanggil saya,” Pak! Pak! Ada bunglon! Ada bunglon!” Tanpa menunggu apa-apa lagi, saya segera bergegas masuk ke kamar untuk mengambil kamera dan menjepretnya, sebelum ia keburu pergi. Saat saya cermati lebih lanjut foto-fotonya, ternyata ada sisa-sisa kulit mati di tubuhnya, yang menandakan kalau bunglon ini baru saja berganti kulit. Agak sulit juga mengikuti si pemalu ini, yang selalu mengubah posisinya setiap kali saya menjepretnya. Saya tidak tahu, entah ia bisa mendengar bunyi shutter kamera, mengamati pergerakan saya, atau merasakan getaran langkah kaki saya (?).

 
 
(Bung Lon_1)
 
Namun, bukan penampilannya yang terutama membuat saya terpesona dengan si Bung yang satu ini, melainkan isu mengenai perilaku mimickingnya (dari istilah mimicry/mimesis, yang secara harfiah berarti “seni atau kemampuan untuk mengimitasi/meniru”), yang katanya, membuat ia bisa mengubah warna kulitnya mengikuti lingkungan sekitarnya, untuk menghindar dari serangan para predator. Isu itu sendiri sebenarnya sudah lama dibantah oleh para ahli herpetologi (cabang ilmu biologi yang mengkhususkan diri untuk mempelajari reptil dan amfibi), yang menyatakan bahwa perubahan warna kulit bunglon itu disebabkan oleh perubahan suhu dan situasi hati si bunglon itu sendiri (antara lain untuk menarik lawan jenis), dan bukan untuk membaurkan diri dengan lingkungannya.
 
 
(Bung Lon_2)
 
Uniknya, entah karena latah terinspirasi oleh isu “kehebatan”nya si Bung ini atau bukan, dalam dunia psikologi sosial juga dikenal istilah mimicking. Istilah ini terkait dalam sebuah fenomena yang dikenal dengan sebutan chameleon effect.
 
Chameleon effect, secara sederhana, merupakan fenomena peniruan (mimicking) karakter manusia lain oleh seseorang tanpa disadarinya, sehingga ia tidak tampak asing sendiri, lebih membaur, dan membuat interaksi pergaulan menjadi lebih nyaman. Ya, frase terakhir itulah, menurut para ahli psikologi, yang membuat kita seringkali tanpa sadar mengimitasi sesuatu dari lingkungan pergaulan kita.
 
Yang ditiru bisa berupa gaya bahasa, gerak tubuh, kesukaan/hobi, dan lain-lain, dari seseorang atau komunitas tertentu. Berteman dengan orang-orang pengguna ponsel musik misalnya, kita jadi ikut-ikutan ingin memilikinya juga, walau sebenarnya kita tidak terlalu suka mendengarkan musik. Kawan-kawan pada punya kamera digital, kita juga kepingin punya, walau akhirnya sang kamera lebih banyak nangkring di lemari daripada dipakai. Waktu ibu-ibu yang biasa menunggui anak-anak di sekolah mulai banyak memakai baju jablay, eh, ibu-ibu lain juga pada ikut-ikutan membelinya (maaf lho ibu-ibu), dan malah jadi wagu, karena seragam semua, he..he.. Begitu juga, mentang-mentang sedang kongkow dengan anak-anak muda yang masih lajang, ada yang jadi ikut-ikutan ganjen bersuit-suit ria kepada gadis-gadis yang lewat (*refleksi mode on*). Macem-macem dah. Yang jelas, dengan mimicking seperti itu, akan tercipta harmonisasi antara orang tersebut dan pribadi (-pribadi) lain yang dijumpainya, sehingga hubungan antar persona akan terasa lebih alami dan menyenangkan.
 
Baiklah. Saya mengerti apa yang kekasih-kekasih pikirkan. Kok kesannya kita ini seperti orang yang tidak punya pendirian saja, ya? Masuk sana, ikut sana. Masuk sini, ikut sini. Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini?
 
Hmm. Sulit memang untuk menjawabnya dengan baik.
 
Kalau disimak bahwa proses mimicking itu bisa memuluskan pergaulan kita dengan orang lain (artinya: negosiasi berjalan baik, bisnis lancar, urusan sip), kenapa tidak? Banyak studi yang sudah membuktikan hal itu. Dan terlepas dari masalah mimicking ini, dalam budaya kita ada peribahasa lama yang berbunyi demikian: “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Sebagai mahluk sosial, lumrah jika kita berusaha sebaik mungkin agar lingkungan sekitar menerima kita. Kata orangtua dulu nih, pintar-pintarlah mengambil hati orang-orang di sekitar tempat tinggal kita. Nah, dalam pengamatan saya, ternyata perilaku mimicking itu (dalam parameter tertentu) sinergis juga kok dengan peribahasa tersebut, walau si pelaku mungkin tidak sadar telah ikut “melestarikan” budaya itu.
 
Baiklah. Sejauh ini kelihatannya semuanya baik-baik saja.
 
Tapi tunggu dulu.
 
Saat saya masih sekolah di Jogja, ada dua orang teman (mereka berdua tergolong kerabat dekat), yang satu sejurusan dengan saya, dan yang satunya lagi mengambil jurusan lain. Teman saya yang sejurusan ini sering mengeluh kepada saya, kalau kerabatnya itu kelewat terlalu dalam meniru dirinya. Mulai dari ponsel, kendaraan roda dua, komputer, dan lain sebagainya maunya persis seperti yang dimilikinya. Tidak tahu bagaimana kalau soal cewek (soal yang satu ini dia tidak pernah mengemukakannya kepada saya, dan yang jelas bisa berabe memang kalau soal ini juga harus “sama”). Sampai stress teman saya itu jika sudah bercerita tentang kerabatnya tersebut, yang tinggal satu kos pula dengannya.
 
Nah, mungkin (sekali lagi mungkin), yang seperti ini nih, yang membuat kita bukannya semakin diterima, tetapi malah jadi dijauhi. Kalau cuma sekedar membeli barang-barang yang sebetulnya tidak begitu diperlukan, paling resikonya kita jadi boros. Begitu juga kalau kita berlagak lupa usia (sedikit), paling dijuluki teman-teman kita yang lebih muda sebagai tua-tua keladi, Bocah Tua Nakal, atau apalah, walau kadang malu juga dijuluki seperti itu. Tapi kalau jadi dijauhi teman? Wah, wah, mencemaskan juga, ya? Anda setuju dengan saya?
 
Hmm. Jadi bagaimana ya enaknya? Agaknya kata kuncinya dalam hal ini adalah integritas diri. Boleh membaur, tapi jangan merugikan diri sendiri atau menjengkelkan orang lain, dan yang terutama, sebisa mungkin jadilah diri kita sendiri. Jujur, hal ini memang tidak semudah yang diomongkan, termasuk bagi saya sendiri. Sungguh.  Apalagi perilaku mimicking ini sepertinya memang sangat sulit untuk kita hindari, karena sudah menjadi kealamiahan kita sebagai manusia. Jadi sepertinya inilah saat yang tepat untuk menghidupkan kembali saat teduh kita.
 
Saat teduh?
 
Ya, karena biasanya di saat-saat perenungan seperti itulah, selain kita bisa berintim-intim ria dengan-Nya, kita juga bisa mengintrospeksikan segala sesuatu yang kita alami dalam keseharian kita. Yang benar. Yang salah. Yang seharusnya. Yang tidak seharusnya. Yang kebablasan. Semua hal, yang biasanya tidak sempat untuk kita renungkan sebelum kita lakukan, karena terlarut dalam hiruk-pikuk dunia di sekitar kita.
 
(Hi..hi..hi..)
 
Saat sedang menulis blog ini pun, sebenarnya saya jadi merasa geli sendiri di dalam hati. Bagaimana tidak? Sering tanpa sadar, saat saya sedang berinteraksi dengan teman-teman dari Tapanuli misalnya, aksen Batak saya keluar. Saat sedang berkumpul dengan keluarga istri, tiba-tiba saya jadi berlidah Jawa. Ketemu dengan teman dari Jakarta atau Kalimantan, berubah lagi gaya bahasa saya. Kumpul dengan teman-teman yang masih enom, wah, serasa usia jadi mundur belasan tahun. Jangan tanya lagi kalau seandainya masih bisa ketemu dengan teman-teman waria saya dulu.
 
Saya jadi tercenung. Kalau begitu, sebenarnya kita ini pada dasarnya mesin fotokopi semua ya? Ha..ha..ha..
 
                                                                               Magelang, 26-03-2009 (22:45)
 
Shalom!
(…shema‘an qoli, adonai…)
 
Referensi:
Bahan-bahan mata kuliah “Psikologi Kepribadian”
__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

Evylia Hardy's picture

@ebed_adonai: jadiin guru aja

bunglon ya? kebetulan blm lama ini aku baca soal bunglon di majlh sains anak2 kls 1-2 sd, jebule si bung ini doyan jangkrik & cacing ya? selama ini kukira dia herbivora (duh, ketauan deh begonya)

ebed, waktu ngajar dulu aku malah dituntut harus bisa cepat menyesuaikan diri dg segala macam manusia dari segala macam umur lho. soalnya dalam sehari bisa saja aku dijadwal u/ mengajar kelas anak2, kelas SLTP, kelas umum (dewasa), kelas privat (dewasa), sekaligus kelas in-company-training (u/ eksekutif, di mana guru datang ke perusahaan yg mengundang). kalo diingat-ingat lucu juga. habis ngajar dg metode guru TK, langsung switch ke gaya ngajar dosen ngadepin mahasiswa. ... Kalo si bunglon dijadiin guru aja kira2 piye ya?

Eha

__________________

eha

ebed_adonai's picture

@eha: jadi pak/bu guru bunglon dong, he..he..

Majalah sains anak-anak? Ketahuan nih, suka baca Quark ya mbak?....

Betul mbak eha. Penyesuaian ke nara didik memang sangat menentukan dalam suksesnya proses belajar-mengajar.

Dari berbagai peninggalan "purba" semasa kulah saya dulu, ada catatan yang menyebutkan pentingnya proses mimicking yang dilakukan oleh para pengajar di dalam kelas.

Dijelaskan begini. Misalnya jika kebanyakan siswa di kelas duduk dengan menyilangkan kakinya, maka pengajar yang mengambil sikap duduk yang sama (dengan menyilangkan kakinya juga) cenderung lebih diterima pengajarannya oleh para siswa, karena para siswa akan melihat sang pengajar sebagai bagian dari mereka juga, bukan orang asing yang berada di depan kelas.

Cuma memang sulit ya, kalau seperti pengalaman mbak eha, mengajar para siswa dari berbagai tingkatan usia dalam satu hari. Butuh keterampilan dan kesabaran yang luar biasa memang...

Shalom!

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

erick's picture

Bunglon

Di depan kamarku ada pohon mangga yg dijagai bunglon. Aku memanggilnya Leon (cara nyebutnya Leong)

 

Dia engga sepemalu ciri seekor bunglon yg kamju tuliskan, karena daun akan mengeluarkan bunyi ketika besentuhan satu sama lain akibat bergeraknya si Leon.

 

Leon selalu mau tahu siapa yang buka pagar rumah. Untuk itu dia akan bergerak menuju permukaan dedaunan dari pohon mangga untuk lihat pagar.

 

Satu yg kusukai dari Leon, keunikan Tuhan yg diberikan padanya yg bisa merubah warna kulitnya sesuai dengan lingkungan tempatnya berada.

 

Aku sendiri begitu kaku untuk bisa akrab dengan lingkungan baru. Mungkin juga harus lebih hari2 untuk tidak menjadi mesin fotocopy

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

ebed_adonai's picture

@erick: titip salam...

Hehe, mungkin bunglon yang saya potret memang pemalu..

Saya ingat waktu itu sampai capek menguntitnya (anda lihat latar dua foto itu berlainan, satu di dekat lidah buaya, satunya lagi di ranting pohon di samping rumah saya). Saben diklik, eh, bergerak. Jadi kabur beberapa gambarnya (hanya ada 10 gambar yang tidak kabur). Mau pakai speed yang lebih tinggi, cuacanya agak teduh. Mau pakai lampu kilat untuk membekukan gerak, ntar tidak kelihatan natural gambarnya. Mau ganti lensa yan lebih kuat, tidak sempat....

Mungkin juga moncong kamera saya dikiranya predator raksasa yang siap untuk melahapnya, saya tidak tahu....

Kalau ada waktu, boleh tuh saya ke pohon mangganya erick untuk sesi foto dengan Leon....

Titip salam untuk Leon...

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

udalama's picture

@bapak ebed_adonai, salam buat, bapak "umar bakrie"

 

bunglon?
 
 
 
salam kenal bapak ebed_adonai
yang seorang pengajar.
 
 
binatang bunglon itu baik atau jahat, ya?
 
kalau yang ditanya saya...
saya jawab...
TIDAK JAHAT.
 
kenapa jawabnya tidak?
hehehe... hehehe...
(saya belajar tertawa dengan hatiku ya...)
 
Karena…
Hati yang gembira adalah obat yang manjur,
tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.
Amsal 17:22
 
semoga jawaban bapak seperti jawaban saya.
 
 
apakah bapak juga menyukai teka-teki?
KALAU bapak suka, ada teka-teki buat bapak...
 
Ketika hati mereka riang gembira, berkatalah mereka:
"Panggillah Simson untuk melawak bagi kita."
Simson dipanggil dari penjara,
lalu ia melawak di depan mereka,
kemudian mereka menyuruh dia berdiri di antara tiang-tiang.
Hakim hakim  16:25
 
 
saya ingin menyanyi buat bapak guru...
lagu seinget saya,
 
o' ibu dan ayah selamat pagi,
kupergi sekolah sampai kau nanti,
...... penuh semangat,
...... sampai kau dapat,
hormati gurumu, sayangi teman,
itulah tandanya kau murid BUDIman.
 
 
Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu.
Mazmur 37: 3-4
saya sekalian belajar bahasa ya…
guru adalah….
mitra sempurna
the perfect partner
le partenaire ideal
der perfekte partner
el companero perfecto
il partner perfetto
de perfecte basis
 
 
Nb:
TRIMAKASIH bapak dan ibu guru...
yang telah MENDIDIK saya,
guru-guru dari TK sampai SMA.
salam buat, bapak ibu guru INDONESIA
salam buat, bapak "umar bakrie"
tut wuri handayani,
ing madyo mangun karso,
ing ngarso sung tulodho.
ebed_adonai's picture

@udalama: he..he..

Terima kasih atas penghargaannya, udalama kekasihku.....

Namun dengan tidak mengurangi apresiasi saya atas ketulusan mas/mbak udalama, agaknya penghargaan itu lebih tepat ditujukan kepada para "omar bakri" sejati, yang telah dengan sepenuh hati mendedikasikan hidup mereka dalam dunia pengajaran. Kalau saya dan istri, walau kami akui kami senang berinteraksi dengan anak-anak, kami hanya sekedar "terbawa" arus perjalanan hidup saja, sehingga kami menjadi seperti apa adanya kami sekarang ini....

Turut berterimakasih kepada bapak dan ibu guru yang tercinta, yang entah di mana dan bagaimana kabarnya sekarang, yang telah mendidik kami selama ini...

Tuhan Yesus memberkati...

Shalom!

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

udalama's picture

tentara perang SEHARUSNYA itu seperti bunglon

 

tentara perang SEHARUSNYA itu seperti bunglon
 
 
bapak ebed_adonai,
yang seorang pengajar...
 
BOLEHKAH seorang “muridmengoreksi seorang pengajar?
kalau boleh…
 
bapak ebed_adonai menulis...
Terima kasih atas penghargaannya, udalama kekasihku.....
 
waduuhh… SALAH pak…
saya TIDAK MENGHARGAI seorang pengajar seperti bapak ebed_adonai!
Apakah bahasa saya TERLALU halus ya pak?
Saya MENGHARGAI seorang guru yang seperti Umar Bakrie/Oemar bakrie!
(bukan omar bakrie)
 
bapak ebed_adonai menulis...
…Kalau saya dan istri, walau kami akui kami senang berinteraksi dengan anak-anak, kami hanya sekedar "terbawa" arus perjalanan hidup saja, sehingga kami menjadi seperti apa adanya kami sekarang ini…
 
hanya sekedar "terbawa" arus perjalanan hidup?
untuk menuju kebenaran, BOLEH.
untuk menuju kebaikan, BOLEH.
kenapa kalau sudah tahu menuju kesalahan “kekeh jumekeh” diteruskan?
kenapa kalau sudah tahu menuju kejahatan “kekeh jumekeh” diteruskan?
UNTUK hal-hal yang prinsip kita TIDAK BOLEH terpengaruh!
 
apakah bapak ebed_adonai malu untuk minta maaf?
saya BERSYUKUR karena bapak tidak pernah menjadi guru saya… hehehe
pengajar seperti bapak membuat hati orang tua trenyuh
bagaimana anak-anak yang dididik bapak nanti?
TERBAWA ARUS kog dipakai alasan… hehehe
 
Lukas  21:34
"Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.
 
 
 
INGATLAH bapak adalah seorang guru!
INGATLAH bapak adalah seorang kepala keluarga!
Matius  5:13
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
 
ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat.
Matius  13:38
 
 
atau bapak LUPA ya…
kalau tentara perang itu seperti bunglon lho pak… hahaha
contoh…
kalau perang digurun ya bajunya coklat
kalau perang dihutan ya bajunya hijau
trus wajahnya juga dilumuri…
dilumur’i atau dilulur’i apa ya?
 
bapak ebed_adonai,
yang seorang pengajar...
BERTOBATLAH!!!
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Matius  5:13
 
bapak ebed_adonai, BERTOBATLAH!!!
ebed_adonai's picture

@udalama: terima kasih..

Terima kasih sebelumnya udalama kekasihku yang eksentrik...

Mas/mbak udalama, saya tidak malu untuk minta maaf kalau memang saya salah, seperti pada penulisan judul lagunya Iwan Fals yang salah itu, maupun kesalahpahaman saya mengenai pengalamatan penghargaan mas/mbak udalama...

Mengenai latar belakang kami menjadi guru, jujur kami akui bahwa saya dan istri memang tidak beniat untuk menjadi guru dari awalnya (dan karena itu kami tidak memasukkan diri kami ke dalam kelompok yang layak untuk menerima penghargaan mas/mbak udalama), dan memang perjalanan hiduplah yang "membawa" kami menjadi seperti sekarang ini. Apalagi jenjang pendidikan kami memang tidak mengarah ke situ. Maaf kalau hal itu kurang berkenan bagi anda...

Namun apakah dengan demikian artinya kami terpaksa menjalani hidup kami yang sekarang ini? Jawabannya tidak kekasihku. Kami cukup enjoy dengan keadaan kami sekarang ini, walau untuk sampai ke situ kami berdua harus melewati proses yang berliku-liku dan sangat sangat melelahkan. Jadi kalimat sekedar "terbawa" arus perjalanan hidup (perhatikan tanda petik pada kata "terbawa") di atas sama sekali tidak dimaksudkan untuk melecehkan apa yang sedang kami jalankan sekarang ini, karena kalau memang seperti itu adanya, memang tepatlah seperti yang mas/mbak udalama maksudkan (cmiiw), kalau saya (dan istri) mengajar hanya dalam rangka mengisi kekosongan hidup saja...

Sekali lagi terima kasih untuk masukan dan nasehatnya, mas/mbak udalama...

Shalom!

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)