Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Apakah Ini Kiamat?

Tante Paku's picture

    

     Noordin Markotop tersentak bangun, nafasnya tersengal-sengal, keringat sebesar bulir jagung deras mengalir dari pori-porinya, basah kuyub seperti orang mandi. Dipandanginya sekeliling kamar, masih seperti biasa. Tapi mimpi semalam telah membuatnya resah. Betapa tidak,  di desa yang nyaman itu berubah gersang, pepohonan bertumbangan, mentari panas menyengat, sungguh perubahan yang aneh.

     Lebih mengerikan lagi, semua orang desa menghampirinya dan meminta pertolongannya. Tubuh mereka, astaga, bagai mayat hidup, pucat pasi. Bahkan ada yang mengerikan bentuknya, bicaranya tidak jelas, semua menatapnya tajam. Ia hanya terdiam tak bisa berkata-kata, hal itu justru membuat mereka kalap dan menangkap Noordin dengan kuat. Noordin meronta berusaha melepaskan diri namun tak berhasil menghadapi begitu banyak orang yang erat memegangnya.

     Untunglah ia terbangun dari mimpi yang mengerikan itu.

     Sebagai seorang arsitek, Noordin Markotop ditugaskan perusahaanya untuk mendisain perumahan mewah di desa yang sejuk itu, karena dekat pegunungan dan tak begitu jauh dari kota. Baru semalam ia menginap di situ, di tempatnya pak Lurah, karena di desa tersebut belum ada motel apalagi villa. Perusahaannya memang akan memulai membuat tempat tersebut jadi tempat peristirahatan yang nyaman, istilahnya sekarang villa deh.

     Sebetulnya sudah banyak yang melarang, terutama para sesepuh di desa tersebut untuk merusak keaslian alam wilayahnya, tapi dengan kekuatan finansial yang kuat, perusahaan dimana Noordin bekerja, telah menyuap banyak pejabat maupun anggota DPRD agar memuluskan rencananya. Pak Lurah yang semula menolak toh menyerah akibat tekanan pejabat kota, tapi ia tak mau menanggung resikonya bila terjadi sesuatu.

     "Nak Noordin!" Noordin tersentak dari lamunannya. Pak Lurah yang berusia sekitar 60an tahun, berpeci hitam, biasa di panggil Lurah  Sepuh itu memanggilnya.

     "Kami persilahkan nak Noordin meninggalkan desa ini secepatnya." lanjut Lurah Sepuh nampak menatap serius.

     "Memangnya kenapa pak Lurah? Pekerjaanku belum selesai di sini?"

     "Sudahlah, cepatlah pulang dan bilang pada bosmu, tempat ini tidak layak untuk dibangun rumah mewah!" Lurah Sepuh meninggikan suaranya.

     "Oh mana bisa pak, semuanya sudah ada kekuatan hukumnya, alasan apapun tidak bisa membatalkannya!"

     Jawaban Lurah Sepuh sungguh tak disangka, sebuah pukulan kanan keras menerpa wajahnya. Noordin seketika terjerembab ke lantai tanah, dengan cepat ia bangkit dan ingin membalas jotosan pak Lurah itu dengan emosi yang ikut meledak. Namun pukulan Noordin yang siap dilayangkan terhenti ketika melihat Lurah Sepuh sudah menanti dengan parang di tangan. Ia terbelalak dan lari ke luar sambil melolong minta tolong.

     "Toloong! Tolong! Tolooong pak Lurah gila.....!"  teriaknya kencang sekali. Namun bukan pertolongan yang datang, tapi puluhan warga desa sudah menanti di luar dengan muka........astaga? Mirip dengan orang dalam mimpinya bahkan lebih ngeri. Dan warga desa yang berdatangan semakin banyak.

     Noordin Markotop terhenyak kaget, ia mencubit keras kulit tangan kirinya, ah ini nyata, enggak mimpi, batinnya. Para penduduk dengan aneka senjata tajam pelan-pelan merangsek ke depan seperti hendak melumat hidup-hidup.

     "Habisi!" suara keras Lurah Sepuh membuyarkan kebingungan Noordin dan ia langsung kabur menyelamatkan diri. Sementara para warga desa yang seperti mayat hidup wajahnya serta merta mengejar Noordin dengan senjata diacung-acungkan.

     Noordin terus berlari ke mulut desa, tapi terhadang seorang remaja kecil menunggang kuda siap dengan busurnya dan langsung membidikkan ke arah Noordin. Untung gerak refleknya masih bagus, anak panah itu hanya berdesing di telinga kirinya. Sebelum remaja berwajah mayat itu memasang anak panah berikutnya, Noordin dengan sigap menyergapnya dan melempar anak itu sekuat tenaga ke arah warga desa yang sudah dekat.

     Kuda yang berhasil direbut itu langsung dipacu sekencang mungkin menuju kota yang tidak begitu jauh. Warga desa yang sudah berubah jadi mayat hidup itu cuma memandangnya dengan dendam, mereka tidak tampak mengejar Noordin.

    Ketika sudah jauh dan mulai mendekati kota, ada keheranan yang semakin tak dimengerti. Hari masih pagi, tapi sepanjang perjalanan sepi sekali. Noodin tak berpapasan dengan satu orang pun!

     Lengang sekali, bahkan suara kicau burung tak terdengar. Semakin masuk dalam kota, tidak ada kehidupan sama sekali. Kendaraan semua berhenti  tak beraturan, seperti ada kekuatan gaib yang mampu menghentikan begitu ajaib,rumah-rumah, pertokoan tak ada kehidupan ,walau buka. Ada apa ini? Batin Noordin tak habis pikir. Kondisi yang membingungkan itu membuatnya teringat rumah, kemudian ia pacu kudanya sekencang mungkin, karena kuda itulah teman satu-satunya yang bisa diajak berlari. Semula ia mencoba kendaraan di tepi jalan, tapi tak ada yang bisa dihidupkan mesinnya.

     Begitu sampai di rumah ia memanggil nama anak istrinya, tak ada sahutan. Langsung ia mendobrak pintu dan mengubek-ubek seisi rumah, tak ada bekasnya sama sekali. Ia meraih telepon rumah, karena HPnya tertinggal di rumahnya Lurah Sepuh jadi tak sempat ia mencoba menghubungi orang lain. Tetapi tak ada yang menjawab, suara telepon kosong artinya mati, tak ada suara sinyal sama sekali. Ia lari menghidupkan televisi, tak ada gambarnya. Ia menghidupkan radio, juga tak ada suara. Semua alat elektronik seperti mati.

     Noordin keluar lagi, diteriaki semua tetangganya. Tak ada jawaban, hanya gema suaranya saja terdengar nyaring. Noordin menjambak rambutnya sendiri seolah berharap bahwa ini hanya mimpi, namun ini nyata karena ia merasakan sakit.

     "Tuhan ada apa ini? Apakah ini kiamat? Kenapa hanya ada aku sendiri, kemana semua orang?!" tanya Noordin mendongak ke langit, seolah menunggu jawaban Tuhan.

    Ia naiki kudanya lagi, yang masih setia menunggunya. Ia berkeliling-keliling kota sambil berteriak tolong! tolong! Tetap tak ada respon dari kehidupan yang lain. Ia mulai menyerah mencari  mahluk  yang lain, jangankan manusia, satu ekor pun binatang tidak ada. Sementara alat-alat elektronik di semua tempat pada mati tak berfungsi, bahkan listrik pun tidak menyala. Untung hari masih siang, bagaimana kalau malam?

     Noordin Markotop memandang ke arah bukit, dimana desa yang akan dibangun rumah mewah oleh perusahaanya nampak diselimuti kabut tipis. Noordin pun berbalik memacu kudanya sekencang mungkin, dengan derai air mata yang tak dimengerti artinya, ia menuju desa itu kembali!

                                                                                                                            S8909.

 

                                                                    *****

 Semoga  Bermanfaat  Walau  Tak  Sependapat

 

                                                                                             

    

    

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

cahyadi's picture

Nanya aja...

Salam kenal Tante...

Noordin Markotop apa saudaranya Noordin M Top ya?

Tante Paku's picture

Saudara senasib kali?

Salam kenal juga Cahyadi, aku udah pernah mampir ke blog anda, wah asyik juga ya, penggemarnya banyak ha ha ha.....

Maunya nulis Noordin M Top dengan analisis sendiri, tapi takut nyalahin aturan admin he he he....jadi nulis yang simbolis aja.

Terima kasih udah mampir kios.

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

KEN's picture

Tante Paku: Belum tentu kiamat

Soalnya ceritanya terputus....