Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Betawi Expedition:Workshop

Purnawan Kristanto's picture

Rasanya belum ada satu jam aku tertidur ketika alarm berbunyi. Aku matikan alarm, lalu membenahi bantal dan tidur lagi. Itulah gunanya alarm, untuk membuat jengkel orang yang kurang tidur.

Ah...masih ada waktu setengah jam lagi untuk memuaskan nafsu kantuk. Namun tiba-tiba terdengar suara: "Pa, ada SMS!" Itu suara anakku yang kujadikan ringtone untuk SMS. Pak Binsar mengirim SMS: "Selamat pagi mas Wawan. Saya tunggu di PGC pukul 8. Terimakasih."

Hari ini [Sabtu, 16/5/2009], aku dijadwalkan membawakan materi di dalam Workshop Menulis Buku yang diselenggarakan oleh Komunitas Penjunan dan STT Gratia di gedung toko buku BPK Gunung Mulia, Kwitang. Aku menginap di rumah mertua, dekat bandara Halim Perdanakusuma. Pak Binsar berjanji akan menjemput aku. Daripada kebingungan mencari lokasi rumah mertua, aku memilih untuk menunggunya di Pusat Grosir Cililitan.

Usai menyeruput teh panas dan menelan dua butir onde-onde, aku segera bergegas menyetop angkot Trans Halim. Celaka, tiba-tiba perutku terasa mulas seperti diremas-remas. Ini pasti karena ketan dalam onde-onde itu yang membuat pencernaanku harus bekerja keras. Semoga ini tidak mengganggu aktivitas hari ini.

Pukul delapan kurang lima menit aku sudah sampai di PGC. Aku sengaja berdiri di tempat yang mudah terlihat.

"Mas Wawan menunggu dimana?" demikian pesan singkat dari pak Binsar.

"Saya ada di pintu Timur. Di sebelah halte bus way Cililitan," balasku.

Sejurus kemudian pak Binsar menelepon. "Mas Wawan ada di sebelah mana?" tanyanya. "Saya ada di pintu Timur. Pak Binsar naik mobil apa?"

"Naik taksi"

Aku merapat ke pinggir jalan dan melihat taksi yang sedang berjalan pelan. Aku segera melambaikan tangan untuk menarik perhatian. Taksi menepi, aku bergegas masuk supaya tidak disemprit polisi yang berjaga.

"Kalau di Jakarta jangan ngomong Barat atau Timur, mas. Kami buta arah mata angin di sini" kata pak Binsar di dalam taksi. Aku menepuk kening. Dasar orang kampung!

Sekolah Menulis GratiaPerjalanan ke Kwitang cukup lancar, melewati jalan Pramuka. Setengah sembilan kami sudah sampai di BPK "Gunung Mulia." Ternyata kami yang datang pertama kali.

Tak berapa lama, pak Anggoro Seto, manajer pemasaran BPK muncul. Dia mengecek persiapan ruangan dan memasang LCD viewer. Mas Bayu Probo menyusul tiba. 

Workshop dimulai agak lambat dari jadwal pukul sembilan karena banyak peserta yang belum hadir. Panitia mencatat lebih dari 30 orang yang akan ikut dalam workshop ini. Ternyata masih ada peserta tambahan yang mendaftar secara mendadak. Aku cukup senang dengan jumlah ini.

"Kalau ada 5 orang saja dari peserta yang dapat menghasilkan buku, kita sudah sangat sukses," ujarku pada pak Binsar. Aku bukan meremehkan potensi mereka, tapi dari pengalaman menyelenggarakan sekolah menulis selama ini membuktikan bahwa akan ada seleksi alam yang sangat ketat terhadap calon-calon penulis. Hanya orang yang memiliki passion dan fokus yang jelas yang akan bertahan dalam pelayanan literatur ini.

Workshop diawali dengan perenungan yang disampaikan oleh pak Soni. Dosen STT Gratia ini menuturkan arti penting dokumen tertulis. Kekristenan tidak akan berkembang seperti sekarang ini seandainya bapa-bapa gereja mengabaikan penulisan.

Kita dapat mengkaji dan memahami teologi Paulus karena dia rajin menulis surat kepada jemaat-jemaat. Kearifan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat akan lenyap jika tidak diwariskan secara tertulis.

Itu sebabnya, menulis adalah sebuah keniscayaan dalam peradaban manusia. Hal ini kemudian diperkuat lagi dengan paparan pak Binsar. Dia banyak memberikan motivasi kepada peserta tentang pentingnya pelayanan literatur.

Sekolah Menulis GratiaPukul 10.30, giliranku menyampaikan materi "Memilih dan Menetapkan Ide Penulisan." Aku tegaskan kepada peserta bahwa ide itu banyak berseliweran di sekitar kita.

Masalahnya, kita sering kurang peka sehingga tidak mampu menangkap ide itu. Untuk itu, kutawarkan tiga jenis "radar" yang dapat digunakan untuk mendeteksi sinyal ide.

Pertama, menetapkan ide dari dalam diri sendiri, yang meliputi pengalaman, pengetahuan, keterampilan, cita-cita dan hasrat kita sendiri. Untuk itu, kita perlu mengenal diri sendiri.

Peserta kemudian kuajak melakukan permainan "Kenalkan Diri pada Dunia." Dari pengenalan yang disampaikan oleh beberapa peserta, aku melihat ada beberapa ide yang cukup layak untuk diangkat menjadi tulisan. Misalnya, ada peserta yang pernah menjadi anak jalanan dan hidup menggelandang. Ada juga remaja SMP yang mengaku semula tidak punya teman dan orangtuanya tidak harmonis. Namun dia bersyukur karena telah mengalami pemulihan melalui pelayanan di gerejanya.

Kedua, dengan cara mengetahui sasaran pembaca, untuk kemudian diidentifikasi kebutuhan mereka. Alat yang dapat dipakai adalah dengan analisis demografi dan psokografi. Ketiga, dengan mengumpulkan data buku yang sedang laris dan ngetren.

Photobucket

Peserta tampak antusias mengerjakan tugas-tugas yang kuberikan. Mereka juga banyak mengajukan pertanyaan.

Setelah makan siang, dilanjutkan dengan sesi Logika Bahasa yang disampaikan oleh Darsum Sansulung. Sejak semula aku sudah penasaran bagaimana bung Darsum akan membawakan materi yang sangat berat dan mungkin membosankan ini.

Ternyata Managing Editor GO LITE Resources Darsum Sansulungini menggunakan cara yang jitu. Dia lebih banyak mengajak peserta bermain. Lebih tepatnya main teka-teki. Peserta diajak mengolah logika dengan menebak pernyataan yang benar atau yang salah, bahkan kadang salah semuanya atau benar semuanya. Cara ini cukup manjur mengatasi kebosanan dan menghindarkan ngantuk usai makan siang.

Aku mendapat giliran lagi mengampu sessi terakhir, tentang Teknik Penulisan. Dengan banyak "membajak" makalah mas Arie Saptaji, aku nyatakan bahwa kalau pelukis membutuhkan kuas, cat dan kanvas untuk berkarya, maka alat bagi penulis adalah kata, kalimat dan alenia. Penguasaan atas tiga hal yang mendasar ini adalah resep utama dalam penulisan yang baik.

Pukul 3 sore, workshop diakhiri untuk bertemu lagi Sabtu depan, 23 Mei. Aku merasa sedang dengan hasil yang didapatkan pada hari itu. Untuk itu, secara khusus aku perlu mengucapkan selamat kepada pak Binsar yang dengan telah bekerja keras dan kerja cerdas. Saya tahu ada banyak hambatan yang dialami selama menyiapkan worshop ini.

Namun karena telah memiliki passion dan tentunya anugerah dari Tuhan, workshop ini telah berhasil menularkan virus-virus penulisan terhadap puluhan orang. Tak lupa, terimakasih juga pada BPK "Gunung Mulia" yang bersedia memfasilitasi gedung pertemuan. Hasilnya memang belum akan tampak sebulan atau dua bulan ke depan. Tapi percayalah, kita sedang menumbuhkan sebuah generasi penulis yang punya passion dan fokus di Indonesia.

***

Agendaku berikutnya adalah Kopi Darat anggota milis Komunitas Penjunan pukul 6 sore. Aku masih punya waktu 3 jam, yang aku habiskan dengan berbelanja buku di toko buku BPK "Gunung Mulia." Istriku sudah memesan untuk mencarikan buku-buku tafsir kami yang belum lengkap. Ternyata di sini pun juga tidak ada karena memang belum diterirkan oleh BPK. Contohnya, kami sudah bertahun-tahun menantikan terbitnya buku tafsir Kejadian pasal 1-4. Tapi entah mengapa, sampai sekarang BPK belum menerbitkannya. Padahal buku itu sudah dinanti-nanti banyak orang, terutama kalangan pendeta.

Kebetulan saat itu sedang ada program diskon. Maka aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan memborong 10 judul buku karangan William Barclay, untuk melengkapi koleksi kami sebelumnya. Aku juga membeli tafsir kitab Maleakhi, kitab Rut, surat Tesalonika dan surat Filemon. Selain itu juga membawa pulang buku yang ditulis almarhum Eka Darma Putra dan Sobron Aidit. Aku harus mengosongkan isi dompet sebanyak Rp. 678.000,00. Maklumlah wong ndeso. Mumpung di kota, memborong buku.

[Bersambung: Kisah Kopdar Penjunan]

Baca Juga:

Kopdar SS 15 Mei 2009

Betawi Expedition

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways