Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bosan di Sekolah Minggu?

Purnomo's picture

 Ketika seorang guru Sekolah Minggu (selanjutnya disingkat GSM) merasa bosan, ia sering tidak mengetahui penyebabnya. Mengapa demikian? Karena baginya mengajar SM wajib hukumnya sehingga pamali bila tidak dilaksanakan. Jadi otaknya segera mengaburkan penyebab konflik yang pernah terjadi agar ia tetap melakukan kewajiban itu, Yang muncul kemudian adalah rasa bosan dan tak nyaman ketika ia berada d SM.

 
Karena itu jangan heran bila seorang GSM gara-gara sesuatu yang sepele tiba-tiba menghentikan pelayanannya. Ia memanfaatkan kejadian external untuk menutupi penyebab internal-nya. Malu dong bilang “gw cabut karena cinta gw kepada GSM sekelas dicuekin.” Kena marah kita bila bilang “gw cabut karena rekan sepelayanan nyebelin banget.” Bahkan bisa disidang majelis bila kita bilang “gw cabut karena pendeta gw munafik.” Jauh lebih aman dan tidak akan dianggap pemecah-belah gereja bila kita berkata, “gw ga tahan kenakalan murid gw” atau “usia gw udah terlalu tua buat jadi GSM” or “kesibukan kuliah gw makin berat.”
 
Banyak penyebab timbulnya rasa bosan dalam diri seorang GSM. Di antaranya adalah :
 
Konflik dengan sesama GSM
Ini penyebab yang paling banyak. Usahakanlah mempertemukan mereka untuk berdamai. Apabila perdamaian tidak didapat bagaimana? Konflik ini akan membingungkan anak-anak. Mereka mengkotbahkan “saling mengasihi” sementara mereka saling mencari kesempatan untuk menjatuhkan yang lain. Jalan keluarnya adalah salah satu harus mengalah, atau keduanya harus keluar dari SM.
 
Prinsip ini juga harus (bukan “seharusnya”) berlaku bagi pendeta. Sebuah gereja punya 2 pendeta. Isteri mereka bergelar sarjana teologia. Sayangnya selama bertahun-tahun 2 keluarga ini memelihara konflik pribadi. Mereka tidak bertegur sapa dan berusaha saling menghindar sehingga akhirnya jemaat mengetahuinya adanya perang dingin ini. Usaha-usaha penatua untuk mendamaikan mereka tidak berhasil. Ketika saya berjemaat di gereja ini saya ditanya apa yang seharusnya dilakukan oleh para penatua. “Gitu saja kok bingung. Pecat saja keduanya. Lebih baik repot tidak punya pendeta daripada punya dua tapi lebih merepotkan.”
 
Tentunya memecat pendeta bisa menjatuhkan citra gereja yang sudah dikenal sebagai “pabrik kasih”. Jadi, tidak mungkin! “Jalan keluarnya adalah jangan sekali-sekali para penatua menjelek-jelekkan mereka bila bertemu dengan pengurus gereja lain. Sebaliknya pujilah mereka setinggi-tingginya. Lalu tawarkan mereka kepada gereja-gereja yang membutuhkan tambahan tenaga pendeta. Bilang saja gereja kita mau menekan anggaran. Bukankah mempunyai ‘karyawan harian’ lebih murah daripada mempunyai ‘karyawan tetap’?”
 
Saya sendiri sering mengalami konflik. Dalam satu kasus, saya memutuskan untuk berhenti mengajar tetapi tetap hadir di SM sebagai pengiring musik. Dalam kasus lain, saya keluar dari organisasi, tetapi membantu pengurusnya mengelola data presensi anak dan menyiapkan kado bagi anak-anak yang berulang tahun. Saya tidak merasa hina bila harus mengalah. Ini jauh lebih baik daripada anak-anak bingung melihat gurunya tidak bertegur-sapa. Lagipula, siapa tahu sayalah yang bersalah dalam konflik itu.
 
Mengalami pergumulan pribadi
Saya tidak bermaksud menakuti-nakuti GSM bila bersaksi “makin giat kamu melayani Tuhan, makin banyak dan makin berat pencobaan yang datang.” Pencobaan itu bisa berupa kisah kasih kusut, kegagalan studi, keterpurukan ekonomi, sakit-penyakit, atau perselisihan dalam keluarga, yang menggoda kita menghentikan kerja pelayanan kita.
 
Pergumulan ini membuat kita malas ke SM karena wajah kita tidak lagi hepi. Mau berterus terang kepada rekan sepelayanan, kita kuatir nanti dikorankan. Tetap hadir tetapi tidak berCerita atau memimpin pujian, kok menyimpang dari kebiasaan. Jadi, apakah kita lebih baik mengambil cuti panjang dahulu?
 
Saya pernah mengalami penyebab jenis ini, tetapi saya tidak mengambil cuti panjang karena takut kebablasan. Saya tetap hadir di SM, tetapi hanya bertugas mengabsen anak selama setengah tahun.
 
Tidak melihat hasil akhir pelayanan
Saya tidak senang mendengar seorang GSM senior berkata: “Kau lihat pendeta itu. Dulu dia anak didik kelas SM aku. Berandal dia dulu. Tetapi begitu masuk ke kelas aku, aku buat dia bertobat.” Sombong ‘kali GSM TOP (tua-ompong-peyot) ini. Menyelidiki hati lebih dalam, saya tahu ketidaksukaan saya bukan karena ia sombong, tetapi karena saya iri hati.
 
Godaan untuk melihat hasil akhir pelayanan ini, ditambahi teriakan bangga rekan-rekan di Komisi PI yang banyak membawa jiwa (dewasa) baru yang pasti bisa menambahi jumlah kolekte gereja, diimbuhi diskon besar-besaran dari Majelis atas proposal anggaran SM, membuat kita makin yakin pelayanan anak adalah investasi jangka panjang yang beresiko tinggi. Sudah ongkosnya berat merawatnya waktu kecil, e begitu tumbuh remaja, mereka pindah ke gereja lain. Rugi, bukan?
 
Jalan keluarnya? Solusi klasik adalah meyakini bahwa seorang GSM hanyalah seorang penabur saja. Siapa yang menyirami, siapa yang menuai, itu urusan Tuhan. Tetapi bila pesan ini tidak mempan, lebih baik Anda cabut dari SM daripada mengajar tanpa semangat.
- o -
Telepon di meja kerja saya berdering. Suara panik perempuan di seberang terdengar. “Anak SM-ku meninggal. Orang tuanya belum Kristen, tetapi ingin memakai upacara Kristen. Tolong kamu segera datang ke rumah duka.”
 
Saya ikut panik karena teringat pengalaman traumatis memimpin upacara pemakaman anak SM. Saya tidak ingin mengalaminya lagi. Karena itu segera saya menelepon rekan yang juga berada di Seksi Bantuan Khusus (alias Serabutan) agar ia yang mengurusnya. Ketika sore hari saya ke rumah duka, saya bertemu dengan anak-anak SM dan GSM-nya. Gadis itu bercerita, “Anak itu kena kanker. Dalam sakitnya ia selalu menyebut-nyebut Tuhan Yesus sehingga orang tuanya berketetapan memakai upacara Kristen untuk menghormati iman anaknya. Tadi siang pendeta kita sudah datang.”
 
Tidak lama berselang, saya mendengar seluruh keluarga anak itu menerima baptisan.
- o -
Saya punya banyak cerita tentang kekecewaan karena apa yang saya kerjakan dengan susah payah dengan biaya besar dalam pelayanan tidak ada hasilnya. Sebaliknya, saya juga punya beberapa cerita tentang ketakjuban sekaligus keharuan saya melihat apa yang dulu saya kerjakan bahkan sudah saya lupakan ternyata Tuhan berkenan memakainya. Karena saya mudah tergoda untuk sombong, saya akan bercerita tentang orang lain saja.
 
Tidak sedikit blogger Sabdaspace berpendapat situs ini amburadul. I’m with them! Mau bilang apa kalau kenyataannya memang begitu. Karena itu mereka berpendapat tidak ada gunanya mengunggah blognya di sini. Nah, yang ini saya tidak sependapat. Saya yakin karena telah melihat sendiri, Tuhan telah dan akan terus memakai situs ini untuk kemuliaan-Nya.
 
Saya pernah mendengar seorang pendeta tamu berkotbah di gereja saya dengan mengutip sebuah artikel yang pernah saya baca di internet. Dari milis mana? Dari Sabdaspace dan ditulis oleh seorang blogger perempuan! Jangan terkejut bila Anda beranjangsana ke gereja lain melihat apa yang pernah Anda tulis di situs ini tertempel di majalah dinding gereja atau di halaman depan warta gereja seperti yang pernah saya lihat di sebuah kota kecamatan dan di sebuah kotamadya.
 
Karena itu jangan berhenti melayani Tuhan walaupun ada orang (bahkan diri Anda sendiri) mengatakan apa yang Anda kerjakan sia-sia belaka karena apa yang Anda lakukan belum atau tidak maksimal sehingga tidak membuahkan hasil nyata.
Bisa saja terjadi 12 tahun ke depan selesai kebaktian di sebuah gereja, pendetanya mendatangi Anda dan bertanya, “Kapan Tante pindah ke kota ini? Pasti lupa sama saya. Saya pernah jadi murid Sekolah Minggu Tante yang paling nakal, sampai Tante bilang begini. ‘Kamu ini kok kotbah terus. Kalau sudah besar, kamu ini pantasnya jadi pendeta. Tapi sekarang di Sekolah Minggu ngomongnya direm dulu ya.’ Perkataan Tante itu nancep banget di hati saya. Sejak itu saya pengen jadi pendeta. Waktu saya diwisuda saya mengirim surat untuk Tante ke gereja kita yang dulu. Sayang, Tante sudah pindah ke kota lain.”
 
Siapa yang mengira kejengkelan Anda diterimanya sebagai ‘nubuatan’? Siapa yang mengira apa yang kita lakukan dengan hati galau, Tuhan ubah menjadi berkat besar bagi orang lain?
 
Pelayanan anak tidak dihargai
Bila Gereja meyakini anak-anak SM adalah “Gereja Masa Depan,” maka akibatnya adalah mereka dianggap tidak ada di “Gereja Masa Kini.” SM adalah pelayanan “just a kid” yang boleh disepelekan. Karena itu ketika Gereja saya mengadakan ritrit keluarga, yang Dewasa menghadiri seminar, yang Pemuda ikut KKR di ruang lain, yang Remaja bertralala sendiri, GSM rame-rame jadi baby sitter. Untungnya pengurus SM mau mendengarkan keluhan para GSM yang teraniaya ini. Maka ketika kemudian ada ceramah pasutri di gereja dan ketua panitianya minta bantuan SM untuk menyiapkan tenaga “baby sitter”, jawaban yang dikirimkan adalah “tidak ada GSM yang bersedia.”
 
Tetapi tidak setiap GSM punya keberanian untuk berkata kepada pendeta atau majelisnya “Please, perhatikanlah SM. Berilah bukti, jangan janji” tanpa kuatir kena damprat atau di-blackhole-kan. Solusinya? Saya tidak tahu, karena selama ini saya bisa meyadarkan para pengurus gereja-gereja di mana saya pernah berjemaat betapa pentingnya Sekolah Minggu. Kesadaran mereka bisa dibangkitkan apabila terlebih dahulu para GSM sendiri merawat SM-nya dengan sepenuh hati.
 
I am the lone ranger
Jika kita harus bekerja sendiri, tidak ada rekan membantu, sadarilah memang begitu karakteristik pelayanan anak. Menjadi GSM berbeda dengan jadi anggota koor yang bila suara Anda sumbang, maka koor itu yang disalahkan. Tetapi sebagai GSM kalau Anda salah berCerita, Anda sendirilah yang kena damprat. Ada anak SM sakit dan minta dikunjungi, apa bisa kita minta ia menunggu dua hari lagi sesuai jadwal kegiatan perkunjungan? Ya enggaklah. Kita harus segera berangkat sendiri, ongkos transport ditanggung sendiri, berdoa sendiri.
 
Saya sebel kalau harus sendirian mengerjakan semuanya sementara rekan yang lain cuek saja. Capek badan, capek ati, motivasi kena erosi, dan the end-lah pelayanan kita di SM. Tetapi untunglah saya ingat cara pramuka memadamkan bara bekas api unggun. Walau bekas api unggun itu berupa onggokan abu kelabu dan tidak berasap, mereka tahu masih ada api di dalamnya dan berbahaya bila dibiarkan. Mereka mengais onggokan itu dan memisah-misahkan bara saling berjauhan. Hanya sebentar saja api setiap bara itu akan mati. Bukankah begitu juga kerja Iblis memadamkan api semangat pelayanan anak-anak Tuhan? Karena ketika mereka berdekatan, mereka saling memanasi (dan “mengompori”), sehingga tidak ada sebutir arang yang tidak membara.
 
Jadi, biar waktu aktif melayani di SM saya sendirian, saya berusaha bisa kumpul-kumpul dengan teman-teman aktivis bidang lain, bahkan dari Gereja lain. Di situ saya mengeluarkan unek-unek saya, atau membanggakan pelayanan saya, dan bisa saling mengompori. “Begitu saja sudah menyerah. Masak kamu kalah sama aku yang sudah mengalami berkali-kali tetapi tidak kabur. Padahal dibanding kamu, aku ini termasuk orang baru dalam pelayanan di Gereja.”
 
Capai dituntut jadi teladan
Ketika saya mendampingi seorang salesman bekerja, encik pemilik toko yang kami kunjungi berbisik kepadanya. “Aku dengar tauke kamu senang bobok-bobok siang. Kalau dia perlu teman, kamu telepon aku ya. Aku punya banyak teman cewek. Nih, kamu lihat foto-foto seksinya.” Ia mengeluarkan sebuah album foto. Baru saja saya memanjangkan leher siap ikut menikmati rejeki mata, seorang anak menarik-narik celana saya.
Oom, Oom masih mengajar Sekolah Minggu?” tanyanya.
Kamu jangan sok akrab,” encik ini menegurnya.
Dulu kan aku ke gerejanya. Mami, Oom ini pernah mengajar aku nyanyi. Oom lupa ya?”
Hehehe, anak ini memang merepotkan. Saya mencolek salesman itu. “Kamu di sini dulu. Biar saya yang ke mobil mengambilkan barang pesanan encik ini.”
Kalau dia yang pergi mengambil barang, pasti encik ini akan menyodorkan album itu kepada saya. Penjual jasa barang beginian sih tak punya risih. Siapa saja pasti ditawarinya. Kan tidak lucu bila saya menikmati album itu didampingi bekas anak SM saya dan maminya. Mungkin saya bisa tidak peduli nama baik saya ambruk, karena saya tidak tahu apa saya punya nama baik. Tetapi bagaimana bila mereka berpikir Gereja saya berisi orang-orang munafik yang pada hari Minggu mengkotbahkan perintah Tuhan dan pada hari lainnya tanpa perasaan bersalah menikmati foto-foto bugil?
 
Kisah di atas terjadi di kota besar. Bila Anda tinggal di kota kecil, wow rasanya seluruh kota mengenal Anda sehingga Anda sulit berbuat jelek. Misalnya saja bila kita punya hobi memaki. Ketika melihat sepeda motor kita di pasar terblokir motor lain dan kita mau memaki tukang parkir, e e seorang anak berteriak-teriak kepada temannya. “Kamu lihat tante itu? Itu guru Sekolah Minggu aku di gereja. Orangnya baiiiik banget. Pintar nyanyi dan nari. Dia itu yang ngelatih aku joget sampe aku jadi juara waktu tujuhbelasan di kelurahan.”
 
Wah, batal deh memakinya. Malah kita harus senyum sambil mengangguk-angguk kian kemari kayak burung makan ceceran beras melihat orang-orang melihat kita dengan pandangan kagum. Ketika kita menyodorkan uang seribu rupiah kepada tukang parkir, kurang ajar, dia tidak memberi uang kembalian malah sambil cengengesan bilang “matur nuwun sanget, Bu Guru.”
 
Masih bosan jadi GSM? Masih belum mendapat solusinya? Temui pendeta Anda dan mintalah katekisasi tingkat lanjutan. Apa? Belum pernah mendengar katekisasi macam ini? Jika demikian, nanti kita akan berbincang-bincang lagi.
 
(selesai bagian ke-5 / firstly posted on 30.12.2008)
 
PS : Selamat merayakan Tahun Baru 2009 sambil memperbarui semangat pelayanan.
 
Bersukaduka bersama Sekolah Minggu
bag-6: Kertas jimat di depan mimbar
Rusdy's picture

Pasar Amburadul

Purnomo nulis:

"Tidak sedikit blogger Sabdaspace berpendapat situs ini amburadul. I’m with them! Mau bilang apa kalau kenyataannya memang begitu. ... Saya yakin karena telah melihat sendiri, Tuhan telah dan akan terus memakai situs ini untuk kemuliaan-Nya."

 

Ha ha, setuju, setuju! Tapi kayak pak Purnomo bilang, Tuhan tetap memakainya. Saya sendiri selalu bingung, kenapa Tuhan mengizinkan 'tubuh Kristus' amburadul di muka bumi ini. Tidak seperti bayangan saya, kalau dilihat, seharusnya penuh dengan aura emas yang menyala-nyala (kenyataannya, penuh penjahat)

Yah, Dia TuhanNya, terserah Dia lah!

Purnomo's picture

Rusdy amburadul

 Bukan, bukan Bung Rusdy yang amburadul. Ini hanya memprovokatif judul agar orang yang lewat sejenak mampir. Maksud judul adalah “Rusdy, saya mau lebih merinci amburadul yang saya sebut.”

 

Kesempatan untuk amburadul pertama-tama muncul pada kebebasan para blogger untuk posting blog atau komennya tanpa harus melalui filter terlebih dahulu. Yang disebut blog juga tidak ada kriterianya. Dari sudut lain, kebebasan ini menjadi keunikan situs ini yang belum berani ditiru situs lain. Kebebasan ini menjadi amburadul bila tiba-tiba ada orang yang lupa minum obat sebelum mengunggah idenya sehingga sering juga makian kotornya terpajang. Masih mending bila makian itu ditujukan kepada saya atau blogger lain. Sedihnya, makian itu juga mengarah ke atas.

 

Kebebasan tak terpimpin ini (meminjam istilah “demokrasi terpimpin” yang sebetulnya bukan demokrasi lagi tetapi “demo dikerasi”) bila dilihat dari kacamata warna-warni bisa menjadi hiburan yang unik. Seperti yang pernah saya uraikan dalam “Tergusur tetapi tidak terkubur” terjadi lagi. Pada akhir tahun 2008 lomba tak resmi mencetak blog terjadi. Lomba tutup tahun mengejar target. Begitu para blogger menghela nafas merasa aman, astaga, situs ini kena musibah. Lenyap semua jerih payah para blogger. Angka hit ikut kembali ke masa lalu. Sebuah blog saya hitnya menguap 354. Blog berhasil direposting, komen berhasil dimunculkan kembali, hit yang menyusut tidak bisa dikembalikan.

 

Keunikan melahirkan keunikan. Musibah ini bukan saja merepotkan Bung Rusdy – rasanya saya berhadapan dengan salah seorang Admin – tetapi juga ditanggung-renteng oleh semua blogger yang aktif. Dan, ini tidak boleh dipungkiri, tidak ada satu pun blogger yang menyalahkan Admin. Mereka mencintai situs ini, juga mencintai para pengelolanya. Ah, ambo tidak mangusuak punggung (mengusap punggung, memuji orang untuk mengambil hatinya). Tapi itulah kenyataannya.

 

Sekarang saya mengomentari kalimat Bung Rusdy yang bisa ditafsirkan sebagai “Tuhan mau memakai yang amburadul”. Tidak! Blog-blog situs ini yang telah dimanfaatkan oleh pendeta dan gereja bukan yang asal, tetapi blog-blog yang digarap dengan serius. Seperti kata orang Minang, nan kuriak kundi, nan merah sago, nan balak budi, nan endah baso.”

 

Jika saya ditanya situs ini sebaiknya harus bagaimana, jawaban saya adalah biarlah seperti apa adanya saat ini. Jika dirubah, situs ini tidak bisa lagi menyandang gelar “pasar” tetapi “supermarket”. Dalam sebuah pasar setiap orang bisa mencoba sendiri menjual hasil karyanya. Dalam supermarket hanya barang hasil produksi pedagang besar saja yang bisa dipajang. Tentunya YLSA yang belanjanya ratusan juta rupiah setiap tahun mempunyai misi yang lebih dalam untuk salah satu situsnya ini.

 

Karena itu, walaupun bukan termasuk barisan pengawal situs ini yang terjungkir-jungkir, kembali saya menganjurkan kepada para pembeli di “pasar” ini, “Cobalah membuka lapak walau setelapak di sini. “ Tak perlu malu menjajakan barang sederhana, karena yang sekarang besar juga mulai dari yang kecil. Ada pepatah Minang yang bagus. “Kayu di rimbo kok samo gadang, dima angin bakeh lalu?” (Kayu di rimba jika sama besar, di mana angin bakal lewat?). Setiap orang punya peran dan tempatnya masing-masing, bukan?

 

Salam.

kardi's picture

@purnomo, bisa belajar bahasa minang dimana?

@purnomo, tulisannya mengenai GSM yang berseri menambah wawasan betapa mulianya mereka, tanpa mereka saya belum tentu dapat mengenal nama Yesus dan mengasihiNya. Dalam komentarnya, ada pepatah/peribahasa minang, belajar dimana? apa dari kamus peribahasa minang?Teruslah menulis dan membahas apapun juga (istilah lain jual) nanti saya tawar dan beli. GBU

Dedy Yanuar's picture

Penghiburan bagi GSM

salah satu motivator bagian sekolah minggu pernah bertanya kepada seluruh pelayan Tuhan.

"Pelayanan apa yg paling mulia, dan paling hebat?"

mungkin ada yg bilang jadi pendeta. oh salah. yang benar adalah jadi GSM.

kenapa? ini ada ayatnya:

Lukas 9:48  dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar."

tidak ada pelayanan lain yg dapat melayani Yesus secara langsung. pada ayat itu juga tidak ada kata seperti. jadi dapat dipastikan, barangsiapa menyembut anak kecil dalam nama Yesus, kita menyambut Yesus.

tidak ada ayat yg menuliskan.

"Barangsiapa menyambut pendeta dalam nama-Ku, ia menyambut Aku"

ha4x.

sekedar share aja. bagi yg sudah ada lama di SS ini pasti tahu kalau aku cacat. tapi Cacat tidak menghalangiku jadi GSM. aku saat ini juga lagi belajar jadi GSM yg benar.

ada 1 kalimat yg harus dipunyai oleh setiap GSM

"Muka Tebal, Hati Suci"

pada saat cerita maupun pada saat pujian. harus dilakukan sepenuh hati. kalau loncat, ya loncat beneran. kalau jatuh, ya jatuh beneran. pokoknya kalau memperagakan sesuatu jangan setengah2.

o iya, aku juga menuliskan hal2 mengenai SM di SS teens.

Sampai Jumpa lagi di SS Teens

JLu

 

Dedy Yanuar

Mikhael Romario's picture

@Dedy Yanuar

Salut buat anda Dedy Yanuar, teruslah berkarya dalam GSM. Tuhan menyertai anda.

 

 

ps. jangan jadi CDMA ya...... Cuman Di Mulut Aja

 

 

Damai Kristus

__________________

Damai Kristus