Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Cinta Memegang Tahi

PlainBread's picture

"Bilang aja kamu gak mau nikahin aku!"

"Kata siapa?" Kataku tanpa tedeng aling-aling

"Gak perlu bersilat lidah sama aku. Kalo kamu mau, pasti kamu bakal nikahin aku dari dulu!"

"Bisa jadi" Kataku pelan

"Tuh kan bener! Kamu tuh emang sukanya tebar-tebar pesona. Gak pernah serius sama siapa pun untuk urusan masa depan"

"Oh ya?" Kataku tersenyum

"Pake nanya lagi. Orang kaya kamu tuh, gak pernah tau artinya cinta, artinya sayang, artinya keseriusan, artinya melayani. Lihat aja, dari tulisan-tulisan kamu, sukanya mengkritik pelayanan, mengkritik hamba Tuhan, tapi nikahin aku aja gak pernah mau."

Seperti biasa, kekasihku memanaskan lawan bicaranya. Dia belajar banyak dari diriku.

Aku tersenyum.

"Kenapa senyum?"

"Kalo mau provokasi yah jangan keliatan jelas gitu dong. Sesama bus gak boleh saling mendahului" Dengan jahil aku mencolek pipinya

"Emang bener kan!" Katanya sambil mendelik dan melempar bantal yang dari tadi dia remas-remas ke arahku. Dia melangkah cepat masuk ke kamarnya.

Intonasinya sudah agak tinggi di kalimat dia yang terakhir, pikirku.

Aku mengetuk pintu kamarnya.

Tidak ada jawaban.

Aku mengetuknya lagi.

"Iya, ada apa?" Tanyanya dengan mata yang melotot.

"Itu gak bener." Aku menarik nafas.

"Terserah!" Hembusan angin yang kuat menerpa wajahku. Pintu dibantingnya dengan kuat . Mimpi apa aku semalam sampe kena bantingan pintu, kataku dalam hati.

 

 

Seminggu berlalu.

Tidak ada obrolan, tidak ada sms.

Belum pernah dia marah selama ini. Biasanya cuma 1-2 hari. Tapi biarlah, kalau pun nanti aku telepon takutnya malah tambah runyam. Seperti biasa, dia akan mau berbicara denganku kalau dia merasa saatnya sudah tepat. Baru saja aku memikirkan dia, handphoneku berbunyi.

"Lagi di mana?" 

Gaya bertanyanya selalu seperti itu. Tidak pernah bertanya apa kabar, karena dia pikir pertanyaan apa kabar adalah basa basi. Dan basa basi itu tidak sopan, katanya suatu hari. Kalau tidak menanyakan lokasiku saat itu, biasanya dia akan menanyakan apa yang aku sedang kerjakan.

"Lagi sama Jenny." Telepon genggamku harus aku kepit di antara pundak dan leherku.

"Jenny siapa?"

Dengan terpaksa aku mesti jelaskan lagi, bahwa Jenny yang aku maksud adalah suster setengah baya yang pernah memberikan aku training beberapa tahun lalu, di saat aku masih kuliah di tingkat satu. Aku yakin aku pernah bercerita mengenai tante Jenny ini, terutama setiap aku bercerita mengenai kegiatanku menjadi volunteer di beberapa tempat. Sepertinya dia lupa atau memang selective hearing, alias mendengarkan apa yang hanya dia mau dengar.

"Aku ke sana" Katanya tiba-tiba.

"Ke sini? Mau ngapain?"

"Liat kamu jadi volunteer. Pengen ngecek bener atau gak. Atau kamu jangan-jangan pacaran sama tante-tante tua."

"Hush! Ngomong kok suka sembarangan"

"Kalo kamu komplen, itu artinya bener!"

Aku menyerah.

 

"Bred, ini ada yang cari kamu" Kata suster kepala tepat di belakangku

Aku menoleh.

Dirinya berdiri tersenyum. Kikuk. Ini kali pertama dia ada di rumah sakit ini. Apalagi bersamaku. Belum pernah kami berada berduaan di sebuah rumah sakit.

 

"Lagi ngapain, lu?"

Tanyanya dengan berbisik dalam bahasa Indonesia yang tidak baik dan tidak benar. Mungkin takut orang-orang sekeliling akan penasaran apa yang kita berdua bicarakan.

Kadang aku berpikir, dia sangat sering membuka percakapan denganku hanya dengan dua pertanyaan itu: Lagi di mana. Lagi ngapain. Setahun pertama aku mengenalnya, aku pikir dia memang orangnya seperti itu. Ceplas-ceplos. Tapi lambat laun aku belajar. Sebenarnya dia orang yang pemalu, dan tidak tahu bagaimana cara yang benar untuk membuka dan mengarahkan sebuah percakapan, sehingga hanya dua kalimat itu yang dia selalu gunakan.

Dan karena terlalu seringnya dia memberikan kedua pertanyaan tersebut, aku jadi belajar bagaimana mesti menjawab keduanya dengan tepat. Kalau ditanya mengenai keberadaanku, aku harus memberikan lokasi yang tepat, tidak boleh salah sedikit pun karena bisa memicu perang dunia ke empat (Kata kekasihku, perang dunia ketiga sudah terjadi antara papa mamanya).

Sedangkan kalau ditanya mengenai apa yang aku sedang kerjakan, aku bisa menjawab apa saja. Jawabanku bisa mulai dari lagi bersiap mau meloncat dari atas gedung pencakar langit, sampai bilang lagi berenang di tengah lautan pasifik, dia tidak akan peduli dengan jawabanku.

"Ini, lagi mau ganti popok si kakek itu." 

Aku menunjuk orang tua yang aku maksud dengan ibu jariku biar tidak agak terlihat bahwa aku sedang membicarakannya.

"Hah, serius?"

Seperti biasa, matanya yang mendelik itu selalu menyapaku setiap aku berbicara dengannya. Sering kali aku menyangka bahwa ada jendela bening tepat di tengah kedua mata tersebut. Terlihat cantik sekali.

"Iya, serius. Tumben kamu serius. Biasanya tiap kali aku jawab pertanyaan kamu 'lagi ngapain', kamu gak pernah peduli sama jawabanku. Memangnya kenapa?"

"Kok mau sih?"

Kakinya melangkah agak menjauhi diriku. Mungkin karena sangsi bahwa aku adalah benar kekasihnya. Atau karena bau rumah sakit yang khas sudah hinggap di pakaianku.

Aku tidak menjawabnya. Tapi berjalan menjauhinya, yang mau tidak mau membuat dia mengikutiku. Tidak ada yang dia kenal di tempat ini kecuali diriku.

 

Sambil menggunakan bahasa ibu si kakek, aku perkenalkan dia dengan beliau. Si kakek yang sudah lumpuh setengah badan selama lima tahun terakhir ini. Dan mesti keluar masuk rumah sakit karena tubuhnya yang semakin melemah. Aku juga menceritakan betapa dia merasa menderita karena rumah jompo tempat dia tinggal tidak memberikan pelayanan yang memadai untuknya. Itu sebabnya masuknya dia ke rumah sakit kali ini adalah akibat hal tersebut. Tidak ada yang menolongnya ketika dia terjatuh di kamarnya di rumah jompo itu. Dia mencoba berdiri sendiri selama beberapa jam, tetapi usahanya malah membuat penderitaannya bertambah parah. Mengantarkan dia masuk rumah sakit untuk kesekian kalinya.

Setelah memperkenalkan dirinya ke si kakek, aku mulai membuka celana si kakek, kemudian diaper beliau. Baik celana dan diaper yang dia pakai ternyata sudah basah kuyup. Baunya sangat menusuk hidung karena air kencing dan tahinya yang ada di dalamnya bercampur menjadi satu, membuat dia yang tadi berdiri di sampingku tiba-tiba melangkah mundur.

Aku tidak tahu bahwa dia sudah ada di belakangku, tidak sengaja menabrak badannya, dan membuat diaper tersebut jatuh di lantai.

Sudah bisa diduga. Karena aku bukan pegawai tetap di rumah sakit tersebut, aku tidak seperti suster yang bisa membungkus diaper bekas dengan baik sehingga tidak menimbulkan bau ke mana-mana. Sebaliknya, diaper beserta isinya berserakan di atas lantai.

"Sorry ..." Katanya memandangku seakan memohon. Keliatan sekali dia lemas melihat kejadian seperti itu.

Aku tersenyum.

Dengan tetap memakai sarung tangan, aku membersihkan tahi si kakek yang ada di lantai.  Lumayan banyak. Setidaknya ada 2-3 genggaman tanganku yang mesti aku kumpulkan.

 

Timbul niat jahilku.

Aku pegang semua yang bisa aku kumpulkan. Tahi itu tepat berada di tanganku. Menumpuk bagaikan es krim coklat yang sangat padat. Dan dengan perlahan aku melangkah mendekati dirinya yang memilih untuk duduk di kursi di pojok tembok.

"Eh kamu mau ngapain?" Katanya setengah berteriak.

Aku tersenyum. Bukan. Bukan tersenyum. Aku pasti kelihatan seperti orang yang sedang menyeringai.

Kalau ada orang melihat situasi seperti ini, dia pasti menyangka bahwa aku akan memperkosa kekasihku. Karena dia menarik badannya semakin dekat ke arah tembok sambil aku mendekatinya terlihat seperti orang yang mau berbuat kejahatan.

 

"Kamu tahu ..." Kataku membuka percakapan sambil lenganku terulur ke depan dan telapak tanganku tetap menjaga agar tahi si kakek tetap bisa menumpuk stabil di atasnya.

"... minggu lalu kamu ngomong pernikahan. Ngomong soal cinta. Ngomong soal melayani. Ngomong soal keseriusan. Kamu mau tahu yang namanya cinta? Yang namanya melayani? Yang namanya keseriusan? Itu semua ada di tanganku sekarang. Tahi ini adalah lambang cinta. Lambang pelayanan. Simbol Keseriusan."

"Kamu bayangkan, nanti kita akan punya anak. Kita akan sangat sering berurusan dengan yang namanya tahi. Begitu juga kalau orang tua kamu atau orang tua aku sudah jompo seperti kakek ini. Kita juga mesti berurusan dengan tahi. Kamu mau menceritakan soal pelayanan kamu bertahun-tahun jadi guru sekolah minggu? Salut buat kamu. Tapi kalau saya mau membayar seorang guru untuk mengajar anak saya nanti, saya gak perlu menikahi siapa pun. Saya mau menikahi orang yang siap dibawa terbang ke awan-awan, dan siap untuk terjun ke neraka yang paling bawah. Penuhilah keingintahuan saya, apakah kamu orangnya. Sentuhlah tahi ini."

Lenganku makin mendekat ke arahnya, seiring dengan kakiku yang tetap melangkah mendekatinya dengan perlahan. Mukanya terlihat agak pucat. Mungkin dia kaget ternyata bahwa semua yang dia bicarakan minggu lalu, aku bawa semuanya itu ke tingkat yang lebih jauh dan lebih dalam.

Mukanya semakin pucat. Dan tampak dia semakin kuat menggigit bibirnya. Matanya yang mendelik tidak lagi tampak cantik di depanku.

Tiba-tiba badannya terjatuh seperti bantal yang tidak berkapas. 

Dia pingsan.

 

"Sialan!" Makiku dalam hati.

Ternyata kekasihku tidak siap menikah.

KEN's picture

PB: Kalo boleh tidak setuju

Saya rasa, kekasih Anda yang pingsan setelah Anda menawarkan "memegang tahi" itu bukan karna ia tidak siap menikah, namun lebih mendekati kepada istilah 'syok" dengan tawaran Anda itu.

Menurut saya, dalam pernikahan yang bagaimanapun juga bentuk dan sifatnya, segala sesuatunya tetap pada satu prinsip yaitu belajar. 

Sampai saat ini saya hidup, setiap ibu-ibu yang pernah saya lihat dan ketika mereka sudah memiliki momongan yang baru lahir, mereka tidak segan-segan untuk memegang "tahi" sang bayi.

Dan pada akhirnya, istilah "mau tidak mau" pun dalam hal memegang "tahi" akan hadir dengan sendirinya, dan dari situlah nilai untuk lulus dari hasil belajar itu murni dan sah. Dari istilah "mau tidak mau" itu akan menghasilkan yang namanya "sudah terbiasa".

PlainBread's picture

@Ken Allah Bisa karena Biasa

Saya setuju, Ken, bahwa semuanya itu ada karena biasa. Kita bisa menulis karena dibiasakan. Kita bisa berenang karena latihan. Kita bisa pakai sumpit karena biasa memakai sumpit.

Tapi anda harus liat KONTEKSNYA (hahaha, konteks nih yeee). Cerita di atas adalah cerita seorang kekasih yang menyanjung-nyanjung tinggi soal melayani, soal menikah, soal keseriusan, soal masa depan. Hal-hal yang begitu dalamnya, yang saat itu dia pikir hal-hal tersebut hanyalah sebatas konsep yang dia tahu.

Saya juga memegang tahi karena biasa, Ken. Pertama kali saya melakukannya, saya menangis. Literally crying. Seorang tua, orang yang tidak saya kenal, harus saya pegang tahinya, saya buang dan saya bersihkan pantatnya. Waktu itu saya berpikir, untuk pantat keponakan saya saja, saya ogah membersihkannya. Waktu itu saya berpikir, untuk bisa mencuci kaki orang lain seperti Yesus melakukannya, saya mungkin bisa. Tapi kaki orang sekarang tidak sama seperti dahulu. Kaki orang 2000 tahun yang lalu kotor karena kasut mereka tidak bermerk Adidas atau Nike, Prada atau Gucci. Sekarang bukan cuci kaki lagi yang menjadi standar pelayanan, tapi pantat orang, tempat sampah orang, gorong2 dan parit di kota2 besar.

Orang sering bilang saya kepahitan dengan yang namanya pelayanan, pernikahan, hamba2 Tuhan, keseriusan, dll. Tapi justru karena saya menaruh hal2 tersebut di tempat yang tinggi sekali, makanya saya terkesan seperti marah dan pahit terhadap orang2 yang menaruh hal2 tersebut di tempat yang tidak semestinya. Mau ngomong soal melayani? Kunjungi orang2 dalam penjara, para tukang sampah, rumah sakit yang penuh dengan darah, nanah, dan tahi. Itulah buat saya yang namanya melayani, bukan di dalam gedung mewah yang ber-AC dan tempat duduk yang empuk. lalu baru tergesek dengan saudara sepelayanan sedikit saja sudah meraung seperti orang kena peluru Vietkong.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

joli's picture

dimana tempat yang semestinya?

PB : Orang sering bilang saya kepahitan dengan yang namanya pelayanan, pernikahan, hamba2 Tuhan, keseriusan, dll. Tapi justru karena saya menaruh hal2 tersebut di tempat yang tinggi sekali, makanya saya terkesan seperti marah dan pahit terhadap orang2 yang menaruh hal2 tersebut di tempat yang tidak semestinya.

PB, dimanakah tempat yang semestinya? apakah di tempat yang tinggi sekali adalah tempatnya?

 

KEN's picture

PB: Kita ada kesamaan, tapi tidak sama

Dalam kehidupan sehari-haripun saya berlaku demikian, saya tidak terlalu pusing dengan perasaan mereka setelah saya mengatakan kebenaran yang pedas, bukannya tidak berperasaan, kalau mereka menyadari, justru saya jauh lebih berperasaan dari yang mereka kira.

Tapi sekilas dari cerita Anda, Anda jauh lebih baik untuk menjadi teladan dibandingkan saya. Sampai saat ini saya belum pernah "memegang tahi" siapapun hahahahaha....

Mudah2an tulisan dan komentar Anda ini bisa menjadi berkat bagi banyak orang, teruskan pelayanan Anda PlainB.

 

PlainBread's picture

@Joli Saya Susah Jawabnya

 

PB, dimanakah tempat yang semestinya? apakah di tempat yang tinggi sekali adalah tempatnya

 

Joli, kalo kamu tanya ke saya di mana tempat yang semestinya, jujur saya gak tau.

Yang saya tau adalah lewat pengalaman saya dan pemahaman saya tentang alkitab. Belum tentu apa yang saya pahami sekarang tetap akan saya pegang 10-20 tahun ke depan. Pengalaman juga bisa mengubah orang. Jadi saya hanya sekedar bercerita saja. Ijinkan saya bercerita lagi, mengenai "pelayanan" yang saya lewati:

Sejak saya lulus SMA, saya sudah terpanggil untuk melayani Tuhan. Bertahun2 saya melayani di sebuah gereja, salah satu gereja terbesar di Indonesia. Mulai dari susun bangku gereja, bersihin wc, sampe akhirnya "naik pangkat" jadi usher, trus jadi "bujang"nya seorang hamba Tuhan yang tenar, lalu main musik untuk kebaktian jemaat, dan beberapa kali jadi pemimpin pujian di kebaktian umum. Ketemu dan kenalan dengan "artis2" rohani, orang2 yang namanya sering menghiasi buku2 dan album2 lagu rohani di toko2 buku kristen.

Bertahun2 saya belajar banyak di situ dan bersyukur bisa lewat semuanya itu. Tapi saya saat itu merasa bahwa ada  missing links di pelayanan saya. Long story short, akhirnya saya terdampar di kota kecil dan gereja kecil. Dulu sewaktu pelayanan di gereja sebelumnya, memang ada kunjungan ke panti asuhan, pemulung, yatim piatu, panti jompo, homeless people, tapi itu hanya 1-2 kali setahun. Sepertinya ketika sudah mengunjungi mereka 1-2 kali setahun, dada rasanya plong. Sudah menjalankan perintah Tuhan. Sudah bisa mengasihi orang2 yang kesusahan. Tapi ternyata saya akhirnya menyadari bahwa apa yang saya kerjakan itu cuma penipuan diri sendiri. Kunjungan2 yang saya lakukan tersebut cuma "photo-op" (istilah yang digunakan dalam media/politik. Mengunjungi orang2 yang susah 1-2 kali biar difoto trus masuk media atau diliat orang banyak supaya bisa dapet kredit lebih). Waktu mengunjungi mereka, semuanya sudah berdandan, sudah pada rapi. Panti asuhannya dihias. Anak2 di sana keliatan bersih, manis2. Trus semuanya ikutan acara kebaktian yang sudah disusun. "Everybody's happy", baik yang dikunjungi maupun yang mengunjungi. Tapi setelah itu apa? Saya gak pernah liat mereka berantem, gak pernah liat mereka susah, gak pernah liat mereka menangis karena susahnya hidup mereka.  1-2 hari setelah kunjungan, semuanya udah pada lupa. Balik ke rutinitas masing2.

Lewat gereja saya yang sekarang, Tuhan mencelikkan mata saya. Yang dinamakan gereja sebenarnya seperti ini, begitu kata saya dalam hati. Pintunya terbuka lebar setiap hari. Kalo ada hujan lebat, gedung gereja kami yang kecil selalu becek karena orang2 yang tidak punya tempat berteduh selalu mampir ke dalamnya untuk sekedar berteduh bahkan menginap. Bahkan kami selalu mampir ke sana karena kami tau ada orang2 di sana yang membutuhkan bantal dan selimut dan makanan.

Orang cacat, pemulung,  yang ada di sekitar gereja, kita ajak untuk bergereja, duduk berdampingan dengan kita gak ada perbedaan. Bukan untuk jadi jemaat terdaftar ya. Tapi diundang aja, bahkan kita beri makan setelah kebaktian selesai. Kita gak pernah minta mereka jadi jemaat gereja kita. Bahkan kasih formulir pun gak pernah. Pendeta kita bener2 buka pintu buat rumahnya. Beberapa kali saya pernah nginap di sana, tidur bersebelahan dengan pemulung yang dari mulutnya masih tercium bau alkohol, atau dengan orang yang gak bisa bayar kos2an atau rumahnya. Kita juga ada program pelatihan kerja, juga pelatihan pembinaan remaja atau pemuda yang kecanduan narkoba atau baru keluar dari penjara di mana saya terlibat di dalamnya.

Jadi kalo ditanya "mesti di mana, apakah di atas", cuma cerita itu yang saya bisa kasih. Saya percaya kerajaan Allah itu seringkali terbolak balik. Yang kecil jadi besar, yang besar jadi kecil. Yang di bawah jadi di atas, yang di atas jadi di bawah. Yang pertama jadi belakangan, yang belakangan jadi yang pertama. Yang tinggi jadi rendah, yang rendah jadi tinggi.

Sampe sekarang gereja saya yang dulu sering meminta saya untuk balik di sana terutama jika berkunjung ke sana. Saya selalu sopan menolak. Saya bilang mereka punya orang2 yang lebih berkualitas daripada saya. Padahal dalam hati, saya gak tertarik lagi melayani yang besar2, yang megah2. Saya tertarik dengan misteri Kristus yang hadir di tengah orang2 yang susah, orang2 yang ada di bawah, orang2 yang ada di belakang.

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

joli's picture

saling lempar tai, tanda cinta

PB, anda anak muda yang bijaksana, Joli suka.

Congratulation, kalian baru saja menikah kan? Ucapkan selamat juga buat istrimu, katakan kepadanya, selamat berjuang, tidak gampang menjadi istri yang bersuami model2 kayak PB ;)
Jangan saling lempar tai untuk menunjukkan saling cinta :)

PlainBread's picture

@Bu Joli Ma kasih

Bu Joli, saya dan kata bijaksana gak pernah berada di kalimat yang sama, bahkan gak pernah ada di alinea dan halaman yang sama. Jauh panggang dari api.

Terima kasih ucapan selamatnya. Saya sudah sampaikan ke istri saya, dan dia liat avatar dan komentar anda. Pertanyaan pertama dia,"Joli emangnya umur berapa?" Halah. Saya bilang,"gak liat apa betapa arifnya dia sebut aku anak muda, berarti minimal kepala 6!" Dia trus bilang,"Sok tau!"

Iya, saya sadar siapapun yang jadi istri saya tidak bakalan senang hidupnya, itu yang saya pernah katakan ke dia. Tetap keras kepala. Tapi yah, dia sepertinya punya semangat untuk bisa mendidik saya kembali ke jalan yang benar, maklum, katanya umumnya wanita punya nurture instinct makanya sering tertarik dengan pria2 bejad dan gak sopan seperti saya ini. Hahaha, berasa kaya Rano Karno dan Lydia Kandau *jadul*. Tapi bener loh, mungkin cerita di blog ini kesannya istri saya naif sekali. Sebenarnya gak, ada kejadian2 di mana istri saya mengajari dan menyadarkan saya, nanti saya tulis ceritanya *janji nulis mulu*

Nasihat untuk tidak lempar tai akan saya ingat. Semoga tidak kejadian, karena bersihin tai itu susah sekali.

Ada juga teman yang nasihati agar jangan lempar2 piring dan gelas kalo lagi berantem. Sampe sekarang masih aman, kita berdua makan dan minum dari piring2 dan gelas2 yang utuh. Kata istri, sayang kalo sampe dipecahkan, uangnya bisa buat beli sepatu hehehe. Jadi kita masing2 punya stress ball, tiap kali stress itu bola kita remes2. Waktu dinasihati sama camer, dia juga tanya,"Kamu bisa kasih jaminan gak, kamu gak bakal main tangan sama anak saya?" Saya bilang,"Om, Kalo saya main tangan sama si ******, yang bakal bunuh saya duluan bukan om, tapi mama saya. Walaupun om punya bintang di pundak, tapi mama saya lebih menakutkan. " Si tante -istrinya- langsung nyikut lengan dia sambil berbisik "denger tuh!", entah apa maksudnya. Mata si om menatap saya lekat, kumis tebalnya diplintir2, akhirnya diijinkan menikah. Alhamdulilah.

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

joli's picture

ngamuk yang elegan

Dear PB

PB : Saya bilang,"gak liat apa betapa arifnya dia sebut aku anak muda, berarti minimal kepala 6!" Dia trus bilang,"Sok tau!"

Enak aja di bilang minimal kepala 6 lagi

Joli arif? ha..ha.. jauh dari arif lah, sejauh Solo dari jakarta, kecuali besok Juni ketika kopdar ke Kaliurang

" PB, anda anak muda yang bijaksana, Joli suka."

Ketika Joli menulis  anda anak muda bukan berarti Joli sudah tua ya, jangan tambahi gelar "bu" lah, kren joli nggak pernah kuliah untuk cari gelar "bu"

Alasan kenapa Joli pakai kata "anak muda" adalah supaya bisa bilang "Joli suka" tanpa dicemburu-in istri kamu dan supaya tidak dikira mau ber"saing" dengan my sister Hannah

PB : saya sadar siapapun yang jadi istri saya tidak bakalan senang hidupnya, itu yang saya pernah katakan ke dia. Tetap keras kepala.

Kayaknya Joli juga akan suka dengan istri PB, bukan karena di belain dg Dia trus bilang,"Sok tau!". Namun karena keras kepala-nya, ha..ha..  berani melakukan banting pintu di depan kekasih, ck..ck.. Soo besok bila sudah berani pegang tai tak mungkin tak berani lempar tai kan? TAPI, katakan padanya bila sudah menjadi istri jangan lakukan lagi lah. Tahu nggak pria kalau sudah jadi suami wuiihh, kekeh jumekehnya sering kumat, jauh lebih menyebalkan dibanding ketika menjadi kekasih..

PB suruh dia jadi member klewer juga, besok bila dia di goblok2in suaminya Joli kasih tips cara ngamuk yang elegan tanpa banting pintu atau lempar tai..

PlainBread's picture

@Joli Tips-Tips

Ketika Joli menulis  anda anak muda bukan berarti Joli sudah tua ya, jangan tambahi gelar "bu" lah, kren joli nggak pernah kuliah untuk cari gelar "bu"

Alasan kenapa Joli pakai kata "anak muda" adalah supaya bisa bilang "Joli suka" tanpa dicemburu-in istri kamu dan supaya tidak dikira mau ber"saing" dengan my sister Hannah

Hahahaha. Iya saya tau kok.

Kalo soal Hannah, sepertinya udah ada gosip2 di belakang layar ya. Huahauahuahua. Gak ikut2 ah. Dia emang begitu orangnya, bagaikan pungguk merindukan bulan. Sambit trus, batunya gak nyampe ke bulan.

 

Kayaknya Joli juga akan suka dengan istri PB, bukan karena di belain dg Dia trus bilang,"Sok tau!". Namun karena keras kepala-nya, ha..ha..  berani melakukan banting pintu di depan kekasih, ck..ck.. Soo besok bila sudah berani pegang tai tak mungkin tak berani lempar tai kan? TAPI, katakan padanya bila sudah menjadi istri jangan lakukan lagi lah. Tahu nggak pria kalau sudah jadi suami wuiihh, kekeh jumekehnya sering kumat, jauh lebih menyebalkan dibanding ketika menjadi kekasih..

PB suruh dia jadi member klewer juga, besok bila dia di goblok2in suaminya Joli kasih tips cara ngamuk yang elegan tanpa banting pintu atau lempar tai..


Kita berdua sering pacaran sebelum kami berdua bertemu. Dan kita berdua saling mengaku bahwa pacar kali ini (saya dan dia) unik banget, gak sama kaya pacar2 terdahulu. Mungkin karena udah saling sayang, jadi kekurangan2 apa pun tetap diterima. Dia suka keras kepala, ngambek, dll, saya juga suka sok tau dan gak sabaran.

Sebelum kita nikah, kita berdua pernah agak aktif di sebuah komunitas online, tapi jadi gak sreg soalnya kita pake IP address yang sama dan diperingatkan admin bahwa kita bisa jadi cloning. Akhirnya dia memilih mundur dan gak aktif lagi walaupun gak banyak yang tau di situ bahwa dia pacar saya.

Lagipula sekarang pacar saya punya kerjaan setelah menikah, yaitu jadi penyiar radio. Sayangnya dapet siaran malam (maklum anak baru). Jadi dia gak bisa sebegitu aktifnya seperti saya di mana saya bisa online kapan aja di mana aja, di kerjaan atau di rumah, koneksi ada terus.

Nanti saya kasih tau dia deh, semoga mau (walaupun saya gak dukung hahaha). Tapi kalo pun Joli mau bagi2 tips, silakan ke email saya atau dia nanti saya kasih. Atau tulis di SS biar banyak juga yang bisa belajar.

Thank you Joli.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

clara_anita's picture

speechless

 Hal-hal yang begitu dalamnya, yang saat itu dia pikir hal-hal tersebut hanyalah sebatas konsep yang dia tahu.

speechless...

miris mendengarnya :)

cheers,

nita

PlainBread's picture

Hehehe, iya miris nita.

Hehehe, iya miris nita. Cerita  antara dia dan kekasihnya akan berlanjut kapan2 saja. Kao saya ceritain tentang "hanya sebatas konsep yang dia tau", nanti bisa panjang lagi. Komen saya buat Joli di atas kayanya sudah terlalu panjang. Nanti saja saya tulis kapan2 di blog baru.

Thank you udah komen.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

dReamZ's picture

mmm

waktu gw baca blog na plain, sblun baca komen2, gw kaga kepikiran sih ma pelayanan, konteks, konsep, n laen2.. yang gw pikirin romantis aja ceritanya, gw suka hehehe...

PlainBread's picture

@Dreamz Salah Gue

Iya, kemaren gue juga mikir yang sama. Tujuan gue cerita sebenarnya yah yang ada di dalam cerita itu aja. Gak lebih dan gak kurang. Malah sempet kemaren kepikiran supaya biarin SSers baca dulu sekitar semingguan biar "sink-in". Tapi gue malah cepet2 reply komen Ken. Akhirnya jiwa (cieehh, jiwaa) dari cerita gue sepertinya malah gak berhasil gue bagi.

Kalo mau cerita2 yang tutur katanya bagus dan alurnya enak dan maknanya dalem, coba elu cek blog2nya SSer lain, gue suka bacain cerita anakpatirsa, purnawankristanto, purnomo, haihai, dll (tapi kalo haihai kayanya elu sempet buka2 file lama dia deh, keliatan dari jauh :p).

Salam dari dia, Dreamz. Katanya terima kasih udah dibilang cantik dan sexy :)

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

pwijayanto's picture

melayani dalam bidang yang berbeda-beda

Sering saya berpikir, bahwa saya perlu melakukan sesuatu yang lebih berharga dan lebih bernilai sebagai "pelayanan", namun kadang saya merenung juga, ketika saya menganggap yang saya lakukan adalah "betul-betul pelayanan,  karena saya benar-benar yakin bahwa yang saya lakukan adalah pelayanan yang sesungguhnya" apakah sebenarnya itu bukan perwujudan pemuasan atas keinginan saya untuk "benar-benar melayani"?

Memang saya melihat banyak orang yang melakukan "pelayanan yang sesungguhnya", tetapi apakah saya harus melakukan seperti mereka?

Saya pikir tidak demikian.  Setiap orang punya bagian masing-masing.

Seorang polisi akan tampak hebat ketika ada penjahat hebat, seorang pendeta akan tampak hebat ketika ada banyak jemaat yang "keterlaluan". Seseorang akan tampak begitu pandai ketika ada banyak orang bodoh.

Jadi, mungkin kita perlu bersyukur, ketika banyak orang yang hanya ber KONSEP melayani, karena dengan demikan, pelayanan kita benar-benar tampak NYATA.

Bagi saya, ketika yang kita lakukan (untuk orang lain), itu bukan demi kepentingan kita pribadi, dan demi pengejaran kepuasan kita sendiri, atau bukan dalam rangka membuat kerugian pada orang lain, itulah pelayanan. Apapun yang kita lakukan.

Masalahnya adalah ketika yang kita lakukan tidak bisa menyenangkan semua pihak, jadi sebenarnya kita sedang melayani siapa?  Jangan-jangan sedang melayani kepentingan dan keinginan diri sendiri, untuk merasa nyaman telah "berbakti" pada Tuhan.

 

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

__________________

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

smile's picture

PB : cinta sih cinta....GILE...

Gile aja suruh cium Tahi...siapa yang mau? Cinta sih cinta,...mending kalo tahi cewenya,..tahi nya opa opa yang udah setengah abad,....

cinta ga semudah itu diukur dengan tahi, man....wuuueeek...

 

 





*Penakluk sejati adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri*

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

PlainBread's picture

@Smile Speed Reading Bisa Nabrak Pu'un

Iya memang ada kata "mencium" dan kata "lima", tapi kayanya gak ada gue tulis soal "mencium tahi" dan "setengah abad".

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

smile's picture

PB : mencium belum tentu selalu dengan bibir

sorry bro,...diralat,...karena tahi itu bau,..pastinya tercium, apalagi jika suruh memegangnya, otomatis kan jaraknya makin deket,..dan mencium itu tidak harus dengan bibir,..bisa berarti membaui, bukankah begitu?

dan mengenai setengah abad, saya kurang menambahinya,..setengah abad lebih,...karena syudah masuk panti jompo,..bagaimana,..apakah ralatnya diterima?

 

 


*Penakluk sejati adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri*

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

PlainBread's picture

@Smile Apa itu Cinta?

Iya, ralatnya diterima. Gak jadi masalah kok.

 

Gile aja suruh cium Tahi...siapa yang mau? Cinta sih cinta,...mending kalo tahi cewenya,..tahi nya opa opa yang udah setengah abad,....

Menurut kamu cinta itu apa?

Gimana kalo seandainya Yesus bilang "cinta sih cinta, tapi mesti membiarkan diri di salib? Emang cinta mesti diukur dengan nyawa? Ogah!"

Gimana kalo seandainya ortu kita bilang "cinta sih cinta, tapi mesti bersihin pantat anak kita? Emang cinta mesti diukur dengan ngelakuin yang kotor2 buat anak kita? Ogah!"

Gimana kalo seandainya Yesus bilang sama murid2Nya "cinta sih cinta, tapi mesti cuci kaki kalian semua yang berdaki dan berdebu itu? Ogah!"

Saya juga seperti kamu dulu, bro. Buat saya cinta itu emosi, perasaan. Ada rasa enak kalo dicintai balik, ada rasa pedih kalo tidak dicintai. Tapi gak perlulah sampe ngelakuin yang aneh2. Yang biasa2 aja. Ngapain mesti susah kalo bisa senang. Tapi apakah konsep cinta sebatas itu?

Makanya salah satu tujuan saya mau menikah adalah pengen jajal cinta itu seperti apa. Cinta ortu ke anaknya. CInta suami ke istrinya. Cinta istri ke suaminya. Cinta Kristus ke jemaat.

Saya rasa Yesus benar sewaktu Dia bilang ini:

Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

Mau tau apakah kita ikut Yesus atau gak? Taati saja perkataanNya. Kalo alkitab bilang, "Allah adalah kasih", saya yakin bakal ketemu sendiri cinta atau kasih itu seperti apa ketika kita melakukan perkataanNya.

 

One man's rebel is another man's freedom fighter

smile's picture

PB ; berbeda konteksnya...

PB...mungkin lebih tepatnya saya yang mengatakan saya dulu juga seperti kamu,...

mengenai komen anda ini :

Gimana kalo seandainya Yesus bilang "cinta sih cinta, tapi mesti membiarkan diri di salib? Emang cinta mesti diukur dengan nyawa? Ogah!"

Gimana kalo seandainya ortu kita bilang "cinta sih cinta, tapi mesti bersihin pantat anak kita? Emang cinta mesti diukur dengan ngelakuin yang kotor2 buat anak kita? Ogah!"

Gimana kalo seandainya Yesus bilang sama murid2Nya "cinta sih cinta, tapi mesti cuci kaki kalian semua yang berdaki dan berdebu itu? Ogah!"

itu sudah berbeda konteksnya,..

Kenapa saya katakan berbeda? karena yang anda ceritakan dalm cerita itu adalah suatu hal yang ga perlu dilakukan...tentu saja yang saya bahas juga adalah komen dari cerita yang kamu ceritakan,...bukan jadi berartian yang lebih luas,..

kurang kerjaan aja, cinta sama cewe, atau cowo, suruh memegang tahi orang lain yang sama sekali ga ada hubungan dengan pengujian apa itu cinta.
Kalo anda kekeh jumekeh, dan tidak mau mengerti dengan konteks yang kita bicarakan,..lebih baik..ga usah diperpanjang,..oke...ntar jadi seolah anda mengajari saya, dan seolah anda lebih berpengalaman dari saya, dan saat ini, saya sedang tidak mau belajar dan berguru pada siapa saja,..kecuali sharing,...oke PB?

dengan mengatakan anda dulu seperti saya, menunjukkan anda seolah olah lebih dari saya,..termasuk usia,..padahal,...saya sudah sma, ketika anda masih sd,..hihihii...

 

 


*Penakluk sejati adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri*

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

PlainBread's picture

@Smile Konteks nih Yeee

Smile, sebelum terlalu bersemangat berteriak konteks, ada baiknya anda sadar bahwa cerita ini adalah cerita saya, berarti konteks yang saya buat. Saya yang mengenal dia, dan dia yang mengenal saya. 

Gak perlu kan saya bilang bahwa cewek saya itu ogah megang yang kotor2, katanya itu urusan pembantu. Gak perlu kan saya bilang bahwa cewek saya itu punya konsep pernikahan di mana seperti putri putri Disney Land, orang banyak datang dan terima banyak bingkisan, dan setelah menikah everybody will live happy forever and ever. Saya sampe pernah memaki dia,"Kerajaan Indonesia membuat kamu jadi orang yang mengenal cinta tapi sebenarnya itu bukan cinta. Kalo kamu memang bilang kamu kristen, buka lagi alkitab kamu dan liat itu arti cinta dan melayani. Jangan bego ngomongin soal cinta dan melayani tapi kamu cuma belajar lewat film Hollywood dan cerita2 picisan."

Saya gak mengajari anda. Anda yang masuk ke blog saya ini, dan komen. Boleh donk komen anda saya komeni lagi. Atau gak boleh?

Kalo soal umur, please deh. Saya ini dididik dengan tanpa memandang umur. Orang2 yang umurnya 4-5 kali lipat dari saya, saya panggil dengan nama tanpa embel2 pak dan bu. Buktinya anda yang umurnya jauh lebih tua dengan saya saja, membaca pun mesti saya koreksi karena sudah speed reading sampe nabrak pohon. Umur gak menentukan apa2 dalam hidup. Anak umur 10 tahun udah mesti cari makan  buat seluruh keluarganya. Apa karena dia umurnya 10 tahun jadi mesti saya kasih tau soal cari makan mesti gimana?

Tapi kalo anda bilang cinta itu harus pake konteks, itu terserah anda. Saya cuma nulis apa yang saya tau dan apa yang saya alami. Kalo anda tidak sependapat, saya juga gak maksa anda untuk sependapat dengan anda :)

Kalo anda belum pernah megang tahi opa2 yang anda gak kenal, yah jangan komen mengenai hal itu. Kecuali kalo anda sudah pernah mengalami hal yang sama, ayo mari kita sharingkan.

Maaf kalo saya menduga anda masih muda. Saya tidak menyangka bahwa anda lebih tua dari saya karena anda bilang "anda baru SD, saya sudah SMA" :) Soalnya saya liat pernak pernik gambar2 di samping blog2 anda, dan cara anda menulis blog2 anda, saya pikir anda baru lulus SMA. Pedas? Selamat menikmati.

 

 

One man's rebel is another man's freedom fighter