Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Dari Buku Harian Sampai ke Vlog

manusia biru's picture

Menulis peristiwa sehari-hari yang kita alami itu menyenangkan. Bukan karena kurang kerjaan, tetapi sebagai terapi psikologis yang nyaman. Betapa nyamannya sampai-sampai aku bisa mengekspresikan segala hal dengan bebas, dan tidak ada seorang pun yang mengecamku, meragukanku, memojokkanku, atau menertawakanku. Itulah sekilas pengalaman indahnya menulis buku harian. Seiring berjalannya waktu, buku harian mulai tertumpuk rapi di rak paling atas.

Beralih ke blog, yang sebenarnya tidak sebaik buku harian .. hehe. Bereskpresi apa saja tetap bisa dilakukan, tetapi tak sebebas dulu. Banyak orang suka omong, omong ini itu meski belum tentu paham benar konteksnya .. duh. Blog memang menarik, memberi ruang bebas untuk menulis dan direspons, tetapi tak seindah buku harian yang kesannya memang ekslusif. Sama-sama fungsinya, tetapi tak memiliki "keindahan" yang sama.

Beda lagi dengan vlog (video blog), duh ..  menarik sih, menawarkan ruang berekspresi yang tak jauh beda dengan media-media sebelumnya, tetapi kesannya lebih modern dan "lebih bebas", termasuk lebih bebas untuk memberi ruang respons dengan berbagai sudut pandang. Kalau zaman buku harian, ya respons-nya senyum-senyum sendiri, galau, sesekali terbahak-bahak, tetapi hanya kesenangan yang dirasakan sendiri. Zaman blog, kebebasan merespons lebih terbuka, siapa saja bisa mengomentari kita, kenal atau tidak kenal, respons baik atau respons buruk .. kita bisa mendapatkannya, tetapi hanya sebatas dari apa yang dibaca. Nah, ini nih, zaman vlog .. responsnya bisa lebih bebas lagi, apa-apa bisa direspons. Bahkan, jika kamu punya gigi gempil dan kelihatan saat divideo pun, gigimu takkan lepas dari komentar. Sempat bayangin nggak gimana jadinya kalau blog menjadi langka dan semua digantikan vlog? Iseng-iseng mengunggah vlog saat kamu sedang baca koran sambil ngopi pada pagi hari, eh .. langsung kamu posting di medsos, hari Minggu pula. Nggak sampai 5 menit, teman-temanmu menyerbu dengan berbagai respons:

"Ih, nggak ke gereja bro?"
"Malah ngopi, berangkat gih ke gereja!"
"Absen, bro?"
"Ajak-ajak donk kalau mau ngopi, di sini gue boring ndengerin Pak Pendeta."
.... dst..

Teknologi menawarkan kebebasan yang semakin kompleks untuk merespons setiap hal. Apakah teknologi yang memberi dampak baik bagi masyarakat? Atau, apa yang kita kerjakan dengan teknologi yang membawa dampak bagi masyarakat? Bagiku sih, semuanya tergantung gimana kita memakai itu semua. Met ultah ya SS, jadi berkat terus ya.