Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Dedikasi Pemuda Kristen dalam Misi Perkotaan

Febe Mega Lestary's picture

Ketika diperhadapkan dengan misi, seringkali orang berpikir tentang sebuah ladang di suatu daerah yang terpencil dan orang-orang yang terasing, orang-orang yang belum mengenal kehidupan luar, orang yang hidup primitif, yang tidak berpendidikan, dan orang-orang yang belum pernah mendengar kebenaran Firman Tuhan. Misi tidak hanya dapat dilakukan di desa atau daerah terpencil, melainkan di kehidupan yang tidak jauh, banyak orang-orang yang membutuhkan Kebenaran, yang haus akan Firman Tuhan, orang-orang yang miskin, terlantar, yang tidak memiliki penghidupan yang layak dan belum percaya, namun sering kali tidak terpikirkan oleh gereja. Jadi misi tidak hanya di desa melainkan di sekitar gereja sendiri banyak orang-orang yang membutuhkan untuk di layani. Tuhan telah menyiapkan banyak ladang untuk digarap dan dituai, tinggal bagaimana orang-orang yang percaya bahkan yang telah terpanggil menanggapinya?

Pemuda dan Remaja merupakan anggota gereja yang sering kali diremehkan karena umur yang masih muda dan belum memiliki pengalaman hidup yang banyak. Namun pemuda dan remaja memiliki kelebihan tersendiri yang tidak dimliki oleh orang dewasa maupun yang lebih tua. Dalam bagian ini, saya ingin menjelaskan akan penggunaan sumber daya pemuda dalam pelaksanaan misi perkotaan, bagaimana pemuda Kristen melakukan pelayanan misi perkotaan dalam melaksanakan misi Allah bagi dunia?

Kehidupan di Perkotaan

  • Kepadatan penduduk di kota

Kehidupan di kota sangat berbeda dengan di desa, namun dalam faktanya, kehidupan di desa tidak jauh beda dengan di kota di mana di kota masih banyak juga orang yang tidak berpendidikan dalam arti tidak menempuh pendidikan di sekolah. Hal ini terjadi karena tingkat kemiskinan.

Penduduk yang tinggal di kota lebih banyak dari yang tinggal di kota. Masyarakat desa ini pergi ke kota dengan alasan mengadu nasib, mencari pekerjaan, padahal sesungguhnya kehidupan di desa lebih baik karena dapat mengusahakan tanah yang dimilikinya untuk bercocok-tanam dalam pertanian atau dalam peternakan. Namun orang-orang ini berfikir bahwa kehidupan di kota lebih nyaman dari di desa karena itu orang-orang yang mengadu nasib di kota, tanpa memiliki keahlian dan pendidikan yang cukup, nekad untuk bekerja di kota. Dan pada akhirnya harus terlantar dan tinggal di daerah kumuh.

Kedatangan seseorang dari desa ke kota memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan dan pertumbuhan kota yang lebih cepat dari yang dipikirkan. Misalnya, si A yang datang ke kota dan bekerja menjadi pembantu di perumahan elite dan ketika hari raya, si A pulang ke desa dari kepulangannya ke desa, si A bercerita bagaimana kehidupannya di kota dan karena gengsi, si A bercerita hal-hal yang menguntungkan saja di kota sehingga orang-orang di desanya pun tertarik untuk bekerja di kota. Dan ketika saatnya si A kembali ke kota, beberapa orang di kampungnya pun pergi kekota. Si A tidak kembali ke kota sendiri, melainkan dengan teman-temannya yang juga ingin mengadu nasib di kota. Sehingga semakin padatnya penduduk di kota dan semakin banyaknya tempat-tempat kumuh untuk ditinggalinya.

Kepadatan penduduk dalam pertumbuhan kota-kota besar ini menimbulkan turunnya nilai kehidupan di mana terjadi kemiskinan dan yang pasti memicu tindak Kriminal. Louis Wirth, seorang ahli tata kota, dalam bukunya berjudul “urbanism as a way of life” di mana menyembutkan beberapa butir permasalahan:1

  1. Kota urban sifatnya luas, padat dengan penduduk heterogen

  2. Masyarakat kota cenderung terkotak-kotak dalam kelas-kelas sosial, tingkat pendapatan dan kesukuan, sedang daerah kota akan terbagi-bagi menjadi daerah industri, perdagangan, pertokoan, pendidikan, rekreasi dan perumahan.

  3. Di kota akan meningkat pembagian buruh atas spesialisasi dan akan makin banyak digunakan teknologi yang kompleks.

  4. Institusi-institusi sosial, politik dan ekonomi formal akan menggantikan peran keluarga dan sifat paguyuban masyarakat desa.

  5. Di kota-kota besar akan makin berkurang nilai manusia sebagai pribadi, kehilangan identitas, merasa terasing dan terjerat tingkah laku massa kota yang sering irrasional sifatnya.

Di balik kemegahan kota, gedung pencakar langit, perumahan elit, perusahaan-persusahaan besar, mall dan super market, serta taman ditengah-tengah kota, menyembunyikan banyaknya penduduk pendatang ke daerah perkampungan atau membangun gubug-gubug liar di tanah-tanah kosong, di pinggir sungai, dan di pinggir lokasi-lokasi industri.

 

  • Kemiskinan dan kesenjangan sosial

Pada dasarnya, kehidupan di kota memang menggiurkan dan menjanjikan kesempatan serta kesejahteraan, khususnya bagi generasi muda.2 Namun di sisi lain, kesempatan-kesempatan yang menggiurkan itu membuat orang-orang yang tidak mampu, yang tidak berpendidikan semakin terpuruk, karena kesempatan-kesempatan yang menggiurkan itu datang untuk orang-orang yangmeilkiki keahlian dan pendidikan yang tinggi. Jarang sekali di temui lowongan pekerjaan yang mengajukan syarat lulusan SMA kecuali SPG, karyawan, pelayan toko, penjual, cleaning service dsb. Bahkan bagi orang-orang dari sesa yang tidak meneruskan sekolahnya.

Pada umumnya para urbanis tidak memiliki pendidikan yang cukup dan tidak memiliki keahlian apa-apa kecuali ototnya yang sudah terbiasa melayani sector ekonomi agraris dan tradisional. Generasi inilah yang rentang terhadap gejolak ekonomi karena tidak mempunyai modal dan simpanan, akibatnya banyak dari para urbanis ini akhirnya jatuh miskin di kota-kota karena ketidak ampuan untuk bersaing dan menjadi penganguran.3 Kondisi seperti inilah yang membuat kemiskinan perkotaan yang semakin parah karena selain bertambah banyaknya pendatang dari desa yang tidak berkualitas, bertambah juga jumlah kemiskinan karena pernikahan antara pendatang dan melahirkan anak-anak yang turut menjadi miskin tanpa menempuh pendidikan karena ketidak-mampuan orang tua untuk membiayai kebutuhan keluarga bahkan pendidikan untuk anak-anaknya.

Para pendatang ini benar-benar merasakan bagaimana mengadu nasib di kota dan sebagian besar bekerja menjadi pengemis, pemulung, pengangguran bahkan hanya dapat menyuruh anaknya mengemis di jalan dan dirinya sendiri main judi. Kehidupan di kota seperti ini sudah tidak asing dan banyak di temui. Di sepanjang terusan pastur Bandung dan di tiap tikungan dapat di temui banyak anak jalanan yang meminta-minta, ngamen bahkan orang yang sudah tua pun melakukannya baik wanita maupun pria.

Sisi kota yang tidak dapat di mengerti di mana dapat terlihat kemegahan sekaligus keterpurukan kehidupan. Dalam waktu yang bersamaan terlihat seorang yang duduk di restaurant mahal dan dibawahnya terlihat seorang anak yang memebersihkan dan mengelap sepatunya. Di keramaian jalan raya terlihat mobil mewah melintas dan berhenti di lampu merah dan seorang anak membawa kempyeng menyanyi di depan candela mobil itu. kehidupan yang tidak layak, kesenjangan sosial yang sangat tinggi dan ketidak-merataan ekonomi membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk dalam kemiskinannya.

 

Pelayanan Perkotaan

  • Individualisme orang-orang percaya dan misi Allah

Dari sisi lain kehidupan perkotaan, terdapat kumpulan atau komunitas orang-orang percaya yakni gereja. Bagaimana seorang percaya hidup bermasyarakat? Kehidupan Individualisme sudah tidak asing lagi di kota. Masyarakat kota ini hidup dengan mementingkan dan memikirkan kebutuhannya sendiri, tanpa memikirkan kehidupan orang-orang di sekitarnya. Begitu pula dengan orang-orang yang mengaku Kristen dan percaya. Namun ketika di perhadapkan dengan seorang miskin yang meminta-minta, rasa kasihan saja tidak ada, apalagi memberikan sesuatu kepada orang itu. kekristenan yang lesu yang hanya diam di satu titik. Kekristenan yang tenang dengan kenyamanannya di satu titik, dan tidak ingin bahkan berfikir untuk grow (bertumbuh).

Yang dimaksudkan dengan grow atau bertumbuh di sini adalah perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik kuantitas maupun kualitas orang-orang percaya.4 Dalam mempertahankan eksistensisnya, gereja harus terus berkembang dan bertumbuh.5 Namun pertumbuhan tersebut merupakan kehendak Allah. Dalam Amanat Agung (Great Commision), Allah memerintahkan agar orang-orang percaya pergi menjadikan semua bangsa murid-Nya (Matius 28: 19-20). Allah tidak hanya mengutus murid-muridnya tetapi semua orang. pertumbuhan gereja pun dapat di lihat dari bagaimana gereja menanggapi Amanat Agung TuhanYesus? Gereja yang di maksudkan bukan hanya sebuah bangunan tempat orang-orang percaya beribadah tetapi orang-orang percaya itu sendiri.

Kehidupan Individualisme yang marak di lakukan tanpa di sadari mempengaruhi orang-orang percaya dan banyak orang-orang percaya yang hidup dengan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Di gereja duduk di tempat yang dianggapnya nyaman dan setelah ibadah selesai pulang. Tidak ada relasi dalam gereja itu sendiri dan tidak ada hal-hal yang di lakukan untuk memperhatikan yang satu dengan yang lain. Kalau pun orang-orang percaya sadar akan pentingnya misi, yang dipikirkan hanyalah penginjilan ke daerah-daerah terpencil. Sesungguhnya misi itu lebih luas dan menyangkut kesaksian dalam bidang-bidang: medis, keuangan, dan lainnya.6

Ketika seseorang yang tinggal di kota melihat akan misi, tidak salah mencari cara untuk menginjili dan menyejahterahkan orang-orang di desa terpencil, namun sadarkah bahwa di kota pun banyak orang-orang yang membutuhkan. Apalagi sebagian dari masyarakat kota adalah para pendatang dari desa, bukan berarti pelayanan atau misi ke desa-desa kurang efektif. Pelayanan atau misi pedesaan itu juga penting di mana banyak orang yang haus akan kebenaran Firman Tuhan namun pelayanan di kota juga penting karena banyak orang-orang yang juga haus akan Kebenaran karena kejenuhan kehidupan di kota.

Gereja di dunia modern tidak lagi dapat menjadi kelompok eksklusif yang mengisolir dirinya dari tantangan kehidupan kontemporer.7 Banyak hal yang harus di hadapi gereja dalam membawa kepertumbuhannya. Menurut John Stott dalam bukunya “The Year 2000” setidaknya ada 6 tantangan yang harus di hadapi oleh orang-orang Kristen, yaitu:8

  1. Masalah “Hak-hak Azasi Manusia” yang masih merupakan masalah rawan di dunia.

  2. Masalah “Perlombaan senjata khususnya Nuklir” yang banyak menimbulkan demonstrasi inti nuklir di mana-mana.

  3. Masalah “Jurang antara yang kaya dan yang Miskin” yang makin merunyamkan situasi moneter dunia.

  4. Masalah “Energi dan Lingkungan Hidup” yang sekarang menjadi masalah Internasional.

  5. Masalah “Teknologi Baru/ Tinggi” yang menimbulkan dampak-dampak yang luar biasa.

  6. Masalah “kekuasaan dan Demokrasi” yang mulai menyadarkan manusia sejak Glastnost dan Perestroika.

Dan dalam menghadapi tantangan ini, di butuhkan persatuan orang-orang percaya dalam menjalankan misi Allah bagi dunia. Gereja bekerja sama dengan orang-orang percaya untuk menghadapi tantangan zaman melalui pembinaan-pembinaan yang diberikan sehingga orang-orang percaya ini melaksanakan perintah Tuhan di mana menjadi garam dan terang dunia.9

 

  • Usaha-usaha gereja dalam pelayanan perkotaan

Dalam pertumbuhannya gereja melakukan banyak cara, baik melalui Firman yang di beritakan untuk mengajar orang-orang percaya bertumbuh di dalam Tuhan dan semakin mengenal Dia yang hidup, dan melalui program-program misi yang ada. Misi bukanlah hanya tugas gereja melainkan seluruh orang-orang percaya namun gerejalah yang membantu untuk mengelolahnya. Orang-orang percaya dapat melakukan misi Allah itu dalam bentuk Doa, Daya dan Dana. Namun sesungguhnya ketiganya penting dalam melayani Tuhan. Seorang misionaris yang menyerahkan dirinya untuk melayani Tuhan juga harus terus berdoa untuk mengetahui kehendak Tuhan bagi hidupnya dan jalan yang harus dia tempuh, namun pengorbanannya tidak hanya waktu dan tenaga melainkan juga harta yang dimilikinya, di serahkan kepada Tuhan.

Sebagai orang-orang percaya, hendaknya menyerahkan waktu, tenaga dan harta benda untuk melakukan misi. Namun bukan berarti harus menyerahkan semuanya secara real. Yang dimaksudkan adalah bagaimana melayani Tuhan, menjalankan misi Tuhan melalui hidup yang telah diberikan-Nya, yakni dengan menjadi saksi-Nya (Kis 1: 8).

Ada beberapa bentuk misi yang telah gereja programkan dalam membantu orang-orang percaya melaksanakan misi Allah:

  1. Membangun Sekolah untuk mengentas keterbelakangan pendidikan.

  2. Membangun Rumah Sakit atau pusat kesehatan.

  3. Membangun Rumah singgah/ Panti asuhan

  4. Membangun Universitas Teologi

  5. d.s.b.

 

Peran Pemuda dalam Misi Perkotaan

  • Peran pemuda dalam pelayanan berdasarkan Firman Tuhan

Allah memiliki misi yang luar biasa bagi manusia. Misi Allah tidak berhenti sampai menyelamatkan manusia namun Allah juga ingin agar orang yang telah diselamatkan dapat menjadi murid-Nya dan misi itu telah diplokamirkan dalam Amanat Agung-Nya “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28: 19-20). Amanat Agung tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab 12 murid tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab orang percaya di sepanjang abad dan pada segala tempat.10 Dari anak-anak sampai yang lanjut usia mendapat kesempatan untuk melakukan misi Allah. Namun seringkali pemuda dianggap remeh karena belum memiliki pengalaman hidup yang banyak, bahkan Firman Tuhan mengatakan dalam 1 Timotius 4: 12 “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”

Allah mengerti pergumulan seorang muda, seperti Timotius yang memberitakan kebenaran Tuhan. Seringkali orang melihat dari luar tetapi Allah memakai seseorang melihat hati orang tersebut, karena itu Allah melalui Paulus mengajarkan agar pemuda menjadi teladan bagi orang percaya dalam kemudaannya. Fakta membuktikan bahwa perubahan yang terus terjadi dalam sistem dan kultur suatu negara tidak dapat dilepaskan dari ide-ide pemikiran dan pergerakan kaum intelektual kampus.11 Dengan kata lain, generasi muda sangat berpengaruh dalam perkembangan negara, dan otomatis dalam pertumbuhan gereja pun memiliki pengaruh yang besar.

Generasi muda yang akan meneruskan kehidupan bangsa dan pertumbuhan gereja yang menjadi fokus untuk di layani dan melayani. Karena melalui pemuda, gereja dapat menjangkau pemuda-pemuda di luar gereja yang belum mengenal Kristus.

 

  • Bentuk pelayanan yang dapat dijangkau oleh pemuda dalam misi perkotaan

Banyak hal yang dapat di lakukan pemuda dalam melakukan misi perkotaan. Dalam kehidupan perkotaan yang semakin merosot, pemuda dapat masuk dalam memulihka kemerosotan tersebut dengan kemampuan intelektualnya. Beberapa bentuk pelayanan tersebut adalah:

  1. Menjangkau anak-anak jalanan dan

Pemuda memiliki hidup yang tidak jauh dengan anak-anak jalanan. Pemuda lebih mengerti apa yang dihadapi dengan anak-anak jalanan dan dengan bersahabat, pemuda dapat menjadi terang bagi anak-anak jalanan. Anak-anak jalanan ini tidak memiliki seseorang yang mengerti akan keberadaannya di dunia. Anak-anak ini haus akan perhatian dan kasih sayang.

Anak jalanan bukanlah hanya kumpulan dari anak-anak yang tidak mampu namun anak-anak jalanan ini juga ada yang berasal dari keluarga mampu dan kaya namun memiliki keluarga yang broken dan melampiaskan kesedihannya dengan berada di jalanan, karena anak-anak ini merasa tidak ada yang mengerti dirinya. Anak jalanan hidup di jalan dan tidak menempuh pendidikan karena ketidak-mampuan perekonomian keluarga bahkan ketidak-mampuan hatinya untuk belajar. Pemuda Kristen dapat menjangkaunya selain dengan bersahabat, yakni dengan mengajari anak jalanan ini, membantu anak-anak ini belajar.

 

  1. Pemuridan

Pemuridan, bukanlah cara yang asing dalam menjangkau kaum muda. Melalui pemuridan gereja menyiapkan sumber daya manusia yang berintegritas dan berkualitas.12 Melalui pemuridan, orang-orang percaya mengajarkan kebenaran Firman Tuhan kepada orang yang dimuridkan dan mengkader muridnya untuk memuridkan. Dua hal yang menunjang dalam pertumbuhan gereja berada dalam pemuridtan yakni meningkatkan kualitas dan kuantitas orang percaya. Pemuridan yang terdiri dari beberapa orang saja mempermudah mengerti antara seseorang dengan yang lainnya, terjadi interaksi saling membangun dan mengontrol antara satu dengan yang lain dalam hidup turut sejalan dengan perintah Tuhan. Namun dalam pemuridan juga, dapat menjangkau orang-orang yang belum percaya untuk mengenal Tuhan.

 Kesimpulan

Di balik kehidupan perkotaan yang megah, terdapat kemiskinan di pinggran kota. Perpindahan penduduk untuk mengadu nasib di kota membuat kota semakin padat dan lapangan pekerjaan semakin sedikit. Kepadatan bukan hanya dari pendatang yang semakin bertambah namun juga kelahiran dari pendatang yang menjadikan kemiskinan semakin besar dan serasa susah untuk dientas. Ketika gereja harus menghadapi tantangan kehidupan di kota, gereja berusaha melakukan misinya bukan hanya di tempat-tempat terpencil namun juga di sekitarnya.

Melalui pemuda yang menjadi penerus bangsa, gereja menjangkau orang-orang muda yang lainnya untuk mendidik dan membawa pada kebenaran yang sejati. Membentuk sumber daya manusia yang berkualitas melalui generasi muda untuk mengentaskan dari kemiskinan agar tidak terus berlarut-larut.

Pemuda yang dianggap remeh dan tidak memiliki pengalaman hidup, sebenarnya memiliki pengalaman yang tidak ternilai ketika mengenl juru selamatnya dan membawa teman-temannya untuk mengenal Kebenaran itu.

 

1 Herlianto, Pelayanan Perkotaan, (Bandung: YABINA, 2000) hlm. 27.

2 Ibid. hlm. 37.

3 Ibid. hlm 38-39.

4 Peter Wongso, Tugas Gereja Misi Masa Kini, hlm. 80.

5 Ibid. hlm 81.

6 Disciples “Sebuah Opini tentang Misi” (Surabaya: Perkantas, 2003) hlm. 36.

7 Bunga Rampai Tantangan Gereja Di Indonesia (Bandung: Pusat Literatur Euangelion, 1989). Hlm. 124.

8 Ibid. hlm 124-124.

9 Ibid. hlm 125.

10 Disciples “Great Mission”. Ibid. hlm. 43.

11 Disciples “Pelayanan Mahasiswa dan Signifikasinya” (Surabaya: Perkantas, 2004) hlm. 48.

12 Disciples “KTB sebagai Strategi menyiapkan SDM yang berkualitas” (Surabaya: Perkantas, 2003) hlm. 69.