Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Double Esspresso - Messages

minmerry's picture

@DOUBLE ESSPRESSO

 

Messages

 


 

Any message for me today?

 

Setiap hari, semua akan berjalan seperti sebagaimana seharusnya hari itu berjalan seperti sebelum-sebelumnya. Um... Sepertinya aku salah.

 

Kadang itu terdengar seperti audiophile, yang menyanyikan lagu yang kamu kenal, lagu yang menceritakan tentang kamu. Suara yang jernih, audiophile. Menceritakan, menekankan pesan dalam lagu. Hanya dengan satu atau dua instrument yang mengiringi. Jelas. Dan bagiku itu terdengar sedikit menyedihkan. Dan itu terdengar, setelah semuanya itu berlalu.

 

Entahlah.

 

Manusia meninggalkan kesan. Dan itu adalah pesan.

 

Setidaknya, itu menurutku. Dan, manusia selalu membuat pesan. Manusia selalu menerima pesan.

 

Dan, aku harap, selalu ada pesan ditinggalkan untukku.

 

Harus ada pesan untukku. Harus ada.

 

***

 

Aku duduk didepannya. Aku di dalam coffee bar. Dan ia didepanku. Tanpa menyentuh cangkir didepannya sedikitpun. Ia melipat tangannya. Aku melihat dirinya yang tidak berhasil memunculkan sosok tegar yang ia ingin tunjukkan.

 

Steve, seorang teman. Seorang sahabat.

 

I heard, Steve. Deepest condolences…

 

Dia mengangguk. ‘Thanks. You know, Dia mengajakku makan malam. Memintaku untuk tidak membuat janji. Aku menepatinya, aku memilih menemaninya.’

 

Aku berusaha tidak menatap matanya. Aku tidak terbiasa menatap mata orang lain. Terutama, jika ada air mata yang hampir tumpah di sana. Aku menatap cangkir didepannya. Secangkir kopi yang sudah dingin.

 

Beberapa kali windbell berbunyi. Aku memilih untuk duduk dan menemani Steve. Hayden membantuku. Aku tidak ingin meninggalkan Steve. Hayden melambaikan tangan padaku, menyampaikan bahwa ia akan menangani tamu coffee shop malam ini. Aku tersenyum, berterimakasih padanya.

 

‘Meski mungkin ini terdengar klise, S, tapi aku tahu how bad it feels.’Kataku. ‘And nothing gonna change it. Sorry.

 

‘Dia pulang, bercanda, semua berjalan biasa-biasa saja.’

 

‘Dia tidak menunjukkan apa-apa. Tidak mengatakan apa-apa.’

 

Aku bangkit dan memeluknya dari tempatku duduk. Dia mencengkram lenganku hingga aku kesakitan. Aku berduka untuknya. Aku tak ingin duka itu tinggal dan menjadi bagian hidupnya. Namun apa pun harapanku, itu bukan sesuatu yang sanggup kulakukan.

 

‘Ia sempat berebut kamar mandi dengan mom. U know…’ Ia berhenti cukup lama sebelum melanjutkan. ‘Dia beristirahat. Aku tidak tahu channel apa yang ia tonton sambil berbaring. Aku tidak tahu kapan ia tertidur.’

 

‘Mom memanggilnya, mengguncang tubuhnya karena ia tidak menjawab.’

 

I’m so sorry.’ Kataku padanya.

 

Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. ‘Its… nothing I can do.’

 

Hayden memainkan sebuah lagu dengan piano di sudut coffee shop. Entah kenapa, waktu ini, saat ini, moment ini, lagu itu terasa tepat. Terasa menghibur hati.

 

This Is My Father's World
Text: Maltbie D. Babcock
Music: Trad. English melody; adapt. by Franklin L. Sheppard
Tune: TERRA BEATA, Meter: SMD

 


1.      This is my Father's world,

        and to my listening ears

        all nature sings, and round me rings

        the music of the spheres. 

        This is my Father's world: 

        I rest me in the thought

        of rocks and trees, of skies and seas;

        his hand the wonders wrought.

 

2.      This is my Father's world,

        the birds their carols raise,

        the morning light, the lily white,

        declare their maker's praise. 

        This is my Father's world: 

        he shines in all that's fair;

        in the rustling grass I hear him pass;

        he speaks to me everywhere.

 

3.      This is my Father's world. 

        O let me ne'er forget

        that though the wrong seems oft so strong,

        God is the ruler yet. 

        This is my Father's world: 

        why should my heart be sad? 

        The Lord is King; let the heavens ring! 

        God reigns; let the earth be glad!

 

***

 


Where to put all my memories?

Why they always keep continue and never stops?

Where the purpose i walk into?

 

Pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah dapat kujawab. Dan ini pertanyaan yang tidak dapat Steve jawab saat ini.

 

***

 


Aku tahu aku tidak akan mendapatkan pesan yang ku cari. Aku tidak berada di samping ayah bertahun tahun lamanya. Sejak mum membawaku pergi tanpa bertanya apa yang kuinginkan. Bahkan jika ia bertanya, aku juga tidak mampu menjawab. Saat itu.

Kepergiaannya, seperti yang kuharapkan terjadi. Setidaknya begitu.

Ia tertidur, dan paginya, ia masih juga tertidur.

Aku tidak sempat berbicara padanya tentang apapun. Aku tidak ingat sampai dimana, apa yang sudah kuceritakan padanya. Aku tidak sempat mengomelinya tentang kebiasaannya mencuri-curi untuk merokok. Dia tidak batuk, katanya. Buat apa aku harus khawatir, menurutnya. Namun, ia sedang mencari perhatianku.

Ada yang ingin ia sampaikan?

Ada yang ingin ia lakukan?

Ada yang ingin ia berikan?

Aku tidak tahu.

Ia tertidur.

Aku yang kecil, biasanya mengucapkan, ‘Papa, Keira pergi bobo dulu ya. Bye-bye.’

Ia akan berkata, ‘Bye bye.’

Ia tidak pernah membacakan aku cerita dongeng atau semacamnya. Namun ia ada.

Dan aku kembali ke rumah ini, setahun yang lalu, membayangkan dimana ia duduk, membayangkan ia tidur. Itu tidak mudah.

Apakah ia tahu ia akan pergi? Ia tidak tahu? Karena ia tidak meninggalkan pesan.

Itu pikiranku setahun yang lalu. Mungkin masih, hingga saat ini.

Itu ceritaku.

 

***

 


‘Treasure what you have now before its too late..’

 

Ia mengatakan itu, dan perkataannya membuyarkan lamunanku.

 

‘Steve, we will never know.’ Jawabku.

 

Itu hari ini.

 

Setiap hari, semua akan berjalan seperti sebagaimana seharusnya hari itu berjalan seperti sebelum-sebelumnya. Sepertinya aku salah.

 

***

 


Dan ingatanku, kembali membawaku kembali pada malam itu. Salah satu malam diantara malam yang kuhabiskan di Pearl City.

Malam yang sempurna, walau hujan. Malam dimana hanya ada aku, dan Glass. Di dalam coffee shop. Memandang hujan dari meja disamping dinding kaca coffee shop. Seperti biasa.

‘Ayah, Ben, kepergian mereka adalah sesuatu yang akan aku ingat selamanya. Sebaliknya, aku membohongi diri sendiri, aku bisa melupakan mereka.’

‘Tertidur, dan tidak pernah ada besok lagi untukku,’

‘Aku berpikir, aku bisa menjadi insomnia.’ Aku tersenyum.

‘Lalu, aku tetap tertidur, dan bangun keesokan harinya. Dua kali, memegang pisau dan menggoreskannya pada pergelangan tanganku. Sungguh. Hanya goresan kecil.’

Glass menatap serius padaku.

‘Lalu aku terlalu takut untuk membuat goresan lebih dalam. Mum mendapati goresan itu. Dan tidak bertanya.’

‘Lalu aku berpikir, aku tidak mendapat kesempatan. Untuk sebuah pesan.’

Lalu malam itu berlalu. Hingga satu kali, Glass tersenyum padaku dan berkata, ‘Jika pesan itu ada? Untuk apa pesan itu, Kei?’

‘Bisa membuatmu merelakan mereka? Bisa membuatmu senang dengan kepergiannya? Bisa membuatmu melupakan mereka? Bisa membuatmu menerima?’

Dia menghela napas.

‘Terimalah.’

Aku menatapnya dengan kedua mataku. ‘Kadang perasaan rindu itu datang, dan aku merasa ingin membicarakannya.’

‘Aku tahu.’ Jawabnya singkat.

 

***

 

‘Menyangkal dan menuntut adalah hal termudah yang bisa aku lakukan saat berhadapan dengan hal diluar dugaanku. Kepergian. Itu juga.’

 

‘Dan jika mereka yang pergi, harus meninggalkan pesan… Jika aku harus menerima pesan itu, dan mereka tetap harus pergi…, tidak ada bedanya.’

 

Kataku padanya. Pada steve. Ini ceritanya. Ini pahit yang ia bawa, yang tidak akan dirasakan orang lain di coffee shop ini. Bukan bagianku, menulis apa yang terbaik untuknya.

 

‘Aku berpikir, jika aku menerima pesan itu, dan karenanya, aku mampu merubah sedikit situasi, merubah kenyataan bahwa ia masih akan ada besok harinya. Masih ada saat ini. Jika aku tahu lebih dulu. Jika aku menerima pesan itu lebih dulu.’

 

‘Dan ternyata, itu tidak.’

 

Steve meninggalkan coffee shop malam itu. Aku bukan orang yang tepat tempat ia berbagi semua kesedihannya, walau ia tahu mungkin aku bisa merasakan. Namun, aku bukan orang yang dia inginkan.

 

Bahkan untuk membicarakan saja, itu bukan hal yang ia inginkan.

 

Biarlah begitu.

 

Jika ia ingin kembali, aku masih di coffee shop. Aku, atau segelas espresso, dia bisa memilih satu atau keduanya saat ia membutuhkan, jika ia kembali.

 

***

 


'A week has passed.'

 

Aku membaca pesan darinya.

 

***

 

‘I know.’ Jawabku.

 

Any message for me today?

 

Tersenyum. Aku kembali pada layar komputerku.

 

 

 

logo min besar

Note : A big cup coffee for the violinist

__________________

logo min kecil

PlainBread's picture

Saya Sebal Kalo Wanita Menulis Cerita

Dari banyak Double Esspresso yang kamu tulis, min, hanya sedikit yang saya pahami. Anda seperti kebanyakan beberapa penulis chicklit, at least to me, di mana seringkali cerita mereka hanya menyajikan dots, seakan pembaca disuruh merangkaikan dots tersebut sesuka mereka.

Mungkin karena wanita gemar merangkai dots :) Misteries, horoscopes, zodiacs, signs, and meanings.

Sampe membaca blog ini 2-3 kali, saya masih gak tau siapa Keira.

minmerry's picture

Bread, Min tadi nanya ma sanke...

Sorry bikin kamu bingung dengan ceritanya Keira, Bread. Haha... Min merasa sangat keren, karena nulis begini, cukup shock karena mungkin selain bread, banyak juga yang bingung.

Min senang baca chicklit. Senang dengan naskah naskah cerita seperti ini. Senang menulis seperti ini, dan senang juga jika mungkin ada yang menyukainya.

Feeling min saat menuliskan ini seolah sangat banyak sekali yang ingin dituliskan, dan mungkin karena belum berpengalaman, jadinya muncul seperti dots, like you said.

Actually, Keira adalah Keira. Dan ini adalah fiksi. Melalui Keira, Min menjual coffee di klewer. Dan kata sandman, dia akan bersuara kalo minum kopi, so, i guess semua di klewer punya kesamaan kaya dia. ^^

Hayden, Glass, adalah orang orang disekeliling Keira. Dan mereka adalah ceritanya. Kadang Iik, Joli, Dennis, Sandman, Noni, Tante Paku dan teman-teman lainnya, muncul dalam coffee shop Keira.

Min berharap, suatu hari bisa menulis seperti Shonda Rhimes. Nama itu mungkin ga asing di telinga mu, bread. Dan entah mirip atau berusaha menyamai cara nulis dia, min menulis Keira gara-gara dia.

So, thanks mau membaca 2-3 kali, Bread. Dan tadi, Min bertanya ma Sanke (sang kekasih) maksud comment Bread diatas. Menanyakan (pada sanke) apakah menurut bread series min ini "bad one"? Dan sanke berkata "ga, maksud dia bukan gitu."

Naskah cerita Min bisa sampe di film kan sampe jadi series, itu wish Min.

 

logo min kecil

__________________

logo min kecil

ebed_adonai's picture

@min: putri saya...

Min, imho, karya2 unikmu inilah (double espresso series), salah satu hal yang membuat SS unik dan sangat menarik sebagai sebuah situs Kristiani..

Tidak melulu hanya uraian-uraian seputar alkitab, namun di dalam SS ada puisi, cerpen (bro Anakpatirsa adalah salah satu penulis favorit saya), musik, renungan pribadi, macam-macam deh, termasuk karya2 bergenre chicklit atau teenlit dari blogger seperti min, Raissa, dll..

Min, baru2 ini saya menyadari, kalau ternyata putri sulung saya juga sudah mulai asyik dalam dunia tulis-menulis imajinatif seperti ini. Pernah saya baca sebuah tulisannya yang berkisah tentang jalan-jalan, ke Disneyland Hong Kong (!). Buset dah.., begitu pikir saya saat membacanya, tinggi amat imajinasinya, hehe..

Namun begitu ketahuan (maklumlah baru abg), do'i langsung sewot, katanya: "Bapak permisi dulu dong kalau mau baca-baca.." Saya begitu disemprot sekedar menjawab sori-sori saja, sambil tersenyum dan mengacak-acak rambut di kepalanya (yang dengan cepat dirapikannya kembali, maklum lagi ngambek, )..

Last word: Just don't stop writing, OK sister?

Shalom!

(...shema'an qoli, adonai...)

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

PlainBread's picture

Thank you Minmerry

Biasanya prinsip saya, kudu paham dulu sama isi tulisan orang, baru bisa menilai baik buruknya.  Standar saya dalam menilai cerita pun sebenarnya gak tinggi, apalagi cerita2 di internet (termasuk tulisan saya). Asalkan keliatan rapi aja, buat saya itu udah nilai plus (tidak seperti cerita di sebelah yang membuat anda freeze for 10 seconds hahaha) sebelum beranjak masuk ke isi. 

Buat saya pribadi, itu masalah selera aja untuk melihat genre chicklit memang kebanyakan (yang saya baca) seperti itu. Saya rasa memang naturenya wanita seperti itu. Dan memang benar saya alami sendiri, setiap karya memang biasanya dipengaruhi oleh karya2 lain dari penulis lainnya terutama dari penulis favorit.

Adalah kelemahan saya untuk cuma bisa sebal karena malas menghubungkan dots, bukan kekurangan anda. Di sisi lain, karakteristik wanita dalam menyajikan dots membuat saya bertahun2 menggunakan hal tersebut, akhirnya bisa dekat dengan puluhan wanita di hidup saya dengan gampangnya, katanya sih begitu.

Mereka menyenangi dots, saya berikan dots. Mereka menyenangi story-telling, I gave them myself as a good storyteller. Kebiasaan buruk akhirnya, sehingga saya seperti memanipulasi situasi seperti itu untuk keuntungan pribadi, if you know what I mean. Untungnya udah tobat dan udah nikah. Kalo gak istri saya bakal terus2an menghardik saya dengan sebutan sayangnya, "Womanizer kelas teri!". Dan biasanya akan saya balas,"Berarti kamu kelas teri donk, sayang!" Dan akan berakhir dengan bibirnya yang merenggut seharian penuh sehingga mesti puasa berciuman.

So terus menulis, Min, cara anda menulis terus saya pelajari supaya saya bisa paham lebih jauh soal chicklit. Soalnya kalo terus2an beli chicklit bisa bangkrut hahaha. Mumpung ada yang gratisan :D Istri malah gak gitu doyan chicklit, katanya terlalu cheesy. Begitu pertama dia bilang gitu ke saya, saya bilang aja "tuh baca kamus aja, isinya kan gak cheesy". Whatever cheesy means hahaha. Anda beruntung punya sanke yang bisa memahami tulisan orang dengan obyektif.

iik j's picture

@min, hah??!!

1. kenapa menulis yang begini lagi min??!! (hih... tak terlukiskan rasanya baca yang beginian.. )

2. Aku berusaha tidak menatap matanya. Aku tidak terbiasa menatap mata orang lain.

Perbedaanmu denganku min. Aku suka sekali menatap mata orang lain, karena setiap mata unik dan berbeda satu sama lain. Percaya ga percaya min... di dunia pekerjaanku yang seringkali berubah-ubah... dan terpaksa harus berhadapan dengan banyak orang, kadangkala aku hanya mengandalkan pandangan mata untuk menilai orang. Dari situ aku bisa membedakan mana orang yang 'aman' mana yang tidak.

Tapi ini jadi masalahku di dunia maya, karena aku tak bisa ketemu orangnya secara 'nyata', jadi aku sulit menilainya. Ha ha ha ha... kayak orang buta ...

terutama, jika ada air mata yang hampir tumpah di sana.

Aku lebih menyukainya lagi min, karena itu menunjukkan ekspresi seseorang 'entah palsu entah asli' bisa terlihat jelas disitu.

ha ha haha ha..

passion for Christ, compassion for the lost

sandman's picture

@min kurang ..

dia akan bersuara kalo minum kopi, so, i guess semua di klewer punya kesamaan kaya dia. ^^

Gak akan bersuara .. :D

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

minmerry's picture

Hehehe, Ik, Sand...

IIk :

Weeeeeeittts, Min tulis "lagi" yang beginian karena special case. Hehehe. Temen Hayden sang violinist sedang berduka. Min gak berbuat banyak untuk dia, hanya menuliskan series ini untuk dia. So, I'm okay. This just a story.

Baidewei, "tak terlukiskan"? Tak terlukiskan kesalnya? Hahaha.

And like always, selain "sensitif", kita ini totally different. Hak Hak Hak.

Eh, pics terakhir yang diedit ma IIk, keren. Iik, kalo ada gambar keren, bagi yah. Min koleksi, ^^.

Hari ini sibuk seperti biasa? SEMANGAT.

 

Sand :

Aku kurang ketik "gak" nya. He He He.

 

logo min kecil

__________________

logo min kecil

minmerry's picture

Bread

huehehe. *humblesmilling*

 

Bread : Untungnya udah tobat dan udah nikah. Kalo gak istri saya bakal terus2an menghardik saya dengan sebutan sayangnya, "Womanizer kelas teri!". Dan biasanya akan saya balas,"Berarti kamu kelas teri donk, sayang!" Dan akan berakhir dengan bibirnya yang merenggut seharian penuh sehingga mesti puasa berciuman.

oops, *cheekblushing*

logo min kecil

__________________

logo min kecil