Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Ini Bukan Cerita Rohani

Ruth Lestari's picture

 

 

Saat semua yang nyata berbenturan dengan asa yang pernah ada..rasa hati sedikit demi sedikit kian kehilangan arah untuk berjalan. Aku mencoba untuk selalu mem mata, mencoba untuk menundukan kepala dan terus berjalan. Namun kaki terlalu lelah untuk berjalan terus tanpa arah. Akupun mulai menutup mata, dan menghentikan langkahku sejenak. Mencoba menghela nafas panjang dan mengisi ruang yang ada dengan oksigen yang baru. Mencoba untuk membuat diriku hidup. Entah berapa lama aku bisa mempertahankan diriku untuk hidup. Dua tahun atau tiga tahun lagi mungkin tubuh ini bukan aku lagi. 

 Aku mulai berpikir, akankah aku akan melihat sejenak jejak kaki yang dulu pernah aku tapakkan, sehingga tetap aka nada aku. Tapi terlalu berliku. Aku tidak punya keberanian untuk berjalan kebelakang. Aku disini. Dan yang pasti aku terdiam.
      Terasa angin menghempas tubuh ini. Tubuh yang sudah lama aku diami ini. Bahkan saat ini penyambung nyawakupun tidak berani mendekatiku. Matanya berlari dari mataku, bila keadaan ini terus ada sampai kapankah aku akan menikmati indah nya pagi dan mendengar kicauan burung tetangga itu lagi. Sentuhannya yang mengisi paru-paruku kini semakin terhenti, dia mengambil jarak antaraku. Tidak berani menyentuhku lagi. Aku hanya melihatnya tanpa bisa berkata apa-apa. Terlalu berat untuk berkata karena sudah habis daya yang kini ada. Tidak ada kata-kata untuk terus meminta nya bertahan dan berkata “Aku tidak akan menyerah untuk kita.” 

  Waktu yang ada hanya ada untuk mengaburkan jalan yang ada. Semakin suram setiap tapakan yang tersedia, mungkin sebentar lagi memang aku akan tiada. Menelan semua yang tersedia. Tidak ada pangeran berkuda putih yang mengulurkan tangan ketika raga tersekap, tersiksa. Tidak ada tatapan mata yang berkata-kata, tidak ada bahasa cinta yang penuh tawa. Semua yang ada kini hanya suara tanpa makna, atau bahkan nyata tanpa kata…
*rei*