Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Jika Gus Dur itu Orang Kristen

Purnawan Kristanto's picture

 

Selepas wafatnya Gus Dur muncul kehendak yang kuat dari masyarakat untuk mengangkat swargi Gus Dur menjadi Pahalawan. Di Facebook, gerakan ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sampai tulisan ini dibuat ada sekitar 14.329 Facebooker yang mendukung usulan Gus Dur menjadi pahlawan.
Sementara itu, di kalangan gereja juga muncul semacam euphoria untuk menyanjung-nyanjung Gus Dur. Tak dapat disangkal, gereja memang banyak berhutang budi pada presiden RI ke-4 ini. Ketika ada gereja yang dirusak oleh massa atau dipaksa untuk ditutup, maka swargi Gus Dur akan membelanya. Orang Kristen juga merasa senang karena Gus Dur telah mempromosikan gagasan Pluralisme dan Multikulturalisme sehingga umat Kristen memiliki kebebasan beribadah yang relatif lebih baik. Sebagai bentuk terimakasih, maka beberapa sinode gereja memasang iklan dukacita di harian terkemuka.
Gereja di Indonesia diuntungkan oleh upaya Gus Dur dalam membuat gerakan Islam moderat yang menghormati pluralisme. Pada dekade 1970-an dan 1980-an, hubungan antara Islam dan Kristen tidak begitu baik. Pihak Islam menuduh orang Kristen melakukan Kristenisasi; sementara pihak Kristen menuduh orang Islam telah menganiaya orang Kristen. Akan tetapi semenjak munculnya gerakan Islam yang moderat, maka hubungan baik perlahan-lahan dapat dipulihkan. Kecurigaan antar agama mulai dapat dikurangi. Dialog antar iman mulai diintensifkan.
Gus Dur telah berhasil menanamkan ide pluralisme dan multikulturalisme pada NU. Ini bukan usaha yang mudah. Pada awalnya Gus Dur mendapat tentangan dari para kyai sepuh. Anda dapat membayangkan betapa marahnya para ulama ketika melihat Gus Dur justru membela pemeluk agama Konghucu. Dalam persepsi kalangan ulama tertentu, agama Konghucu itu dapat digolongkan sebagai penyembah berhala.
Gus Dur juga membuat tindakan kontroversial dengan membela jemaah Ahmadiyah. Padahal ada sekelompok umat Islam yang menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah itu sesat atau bidat.
Ketika umat Kristen ikut mengelu-elukan Gus Dur sebagai bapak Pluralisme Indonesia, yang menjadi persoalannya kemudian, apa motif di balik itu? Apakah sebagai ungkapan syukur karena dengan gagasannya itu maka Gus Dur telah mengurangi "potensi ancaman" orang Islam terhadap orang Kristen? Ataukah karena sepakat dengan gagasan Gus Dur tentang Pluralisme?
Jika motifnya adalah yang pertama, maka saya hanya bisa mengelus dada. Namun jika motifnya yang kedua, maka pertanyaan berikutnya, siapkah gereja menerima konsekuensinya? Konsekuensi dari sikap pluralis adalah mengakui adanya perbedaan pandangan dan tidak mudah memberi label sesat atau bidat pada pihak yang tak sepaham [Yang saya maksudkan di sini bukan Pniel atau Gondrong lho].
Bayangkan, seandainya Gus Dur beragama itu beragama Kristen, kemudian muncul kelompok Saksi Yehovah di lingkungannya. Sebagai seorang pluralis, apa yang akan dilakukan oleh Gus Dur? Apakah dia akan menghambat kelompok Saksi Yehova? Apakah Gus Dur akan memberi label sesat kepada kelompok ini?
Pada zaman Wali Songo, hiduplah seorang ulama muslim bernama Syekh Siti Jenar. Karena dianggap mengembangkan ajaran sesat, maka tokoh ini dihukum mati. Apa sikap Gus Dur terhadap Syekh Siti Jenar? Dia berkata, "Saya ini sebenarnya masih keturunan Syekh Siti Jenar, lho." Dengan pengakuan seperti ini, Gus Dur secara tidak langsung telah mengakui eksistensi Syekh Siti Jenar dan menempatkannya dalam alur yang penting dalam sejarah keislaman. Tanpa sikap yang pluralis, mustahil Gus Dur dapat berbicara seringan itu.
Sudah siapkah gereja untuk menjunjung sikap pluralis seperti diperlihatkan oleh Gus Dur? Bersediakah kita menerima perbedaan-perbedaan ajaran dengan hati yang enteng, ikhlas dan gembira? Relakah gereja memberi ruang pada pemikiran-pemikiran yang seaneh apa pun tanpa buru-buru menyergahnya dengan label sesat, haram dan bidat? [Saya menulis ini dalam konteks yang luas, bukan ditujukan kepada Gondrong atau Pniel, lho].
Inilah yang disebut sikap ko-eksistensi, sebuah sikap yang menghargai dan mengakui perbedaan, meskipun bisa saja tiap pihak tidak sepakat.
Suatu saat saya mewawancarai pak Chumaidy, dosen UIN Yogya [dulu IAIN Sunan Kalijaga]. Dia berkata, "Sebenarnya ada banyak sekali persamaan antara agama Kristen dan Islam. Satu-satunya perbedaan adalah tentang keilahian Yesus. Namun perbedaan itu tidak perlu dibuat menjadi sama. Biarlah masing-masing berjalan sesuai dengan keyakinan masing-masing." Hal yang senada diutarakan oleh K.H. Hasyim Musadi, "Ada banyak persamaan nilai-nilai universal antara agama Islam dan Kristen, dan sedikit perbedaan. Yang sudah sama tidak perlu dibedakan. Yang berbeda itu tidak perlu dibuat sama."
Perbedaan adalah fitrah manusia. Pluralitas adalah takdir ilahi. Allah menciptakan setiap manusia secara unik. Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang bisa sama persis. Demikian juga dalam pola pikir manusia, pastilah berbeda-beda karena pengalaman, pengetahuan, karakter, kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda. Jadi sesungguhnya Allah itu menghendaki perbedaan pendapat. Jika memang begitu, marilah kita merayakan perbedaan-perbedaan. Mari kita nikmati pluralisme dengan sukacita, bukan dengan bersungut-sungut atau marah-marah.

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Rusdy's picture

Pluralis

Wuih, ini emang topik asyik. Pendek cerita, daripada ribut lagi, menurut saya, definisi 'pluralis' dikemukakan terbaik oleh Yesus, bukan Gus Dur (emank OK, tapi kurang sempurna, gitu lhoo).



Gus Dur mencoba untuk merubah kebudayaan kita yang 'ini-kepercayaan-gue-loe-punya-salah-kok-bego-banget-sih-loe' ke 'perbedaan-itu-normal-jangan-ribut-ribut-napeh-sih'.



Menurut saya, Yesus bukan di ekstrim dua-duanya:



Ketika dia meng-klaim dia adalah satu-satunya jalan untuk mengenal Allah Bapa, dia memberi bukti-bukti dari semua penggenapan nabi-nabi jaman bahela, sampai pembuktian kuasaNya terhadap alam semesta, penyakit, dan bahkan kematian itu sendiri. Dia tidak bilang 'loe-bego-banget-sih-sini-gue-pentung-lu' kepada yang mendengarnya, tapi dia memberi teladan bagi para saksi-saksiNya, melalui salib.



Di ekstrim lainnya, untuk para kaum 'pluralis' (seperti cerita di Kisah Para Rasul 17:16-34), Yesus jelas-jelas menyatakan bahwa ada pengenalan Allah Bapa yang salah, dan ada yang benar. Yesus membalikkan kesombongan manusia (kita), yang percaya bahwa kita bisa percaya-apa-aja-yang-kita-mau ke hanya-ada-satu-jalan-yang-benar.



Nah, tentunya kita tidak bisa menutup mata bahwa kita masih belum mampu mengenal Allah Bapa dengan 'sempurna'. Toh, Paulus sudah menjelaskan hal ini dengan baik di Roma 8:22-24 dan 2 Korintus 5:1-10, 1 Korintus 13:12?



Nah, makanya, Paulus sampai berbusa-busa di surat-suratnya (contoh baik di 1 Korintus 1) bahwa kita sebagai pengikut Yesus jangan sampai terpecah karena masalah 'sepele'. Masalahnya, definisi 'sepele' pun ikut diributkan. Nggak heran, Paulus pun sampai bilang, ini kerja keras (contoh: Efesus 4:3)!! Kita harus bekerja keras untuk bersatu dengan saudara/i kita, ini nggak gampang!



Untungnya, banyak pengajar-pengajar yang dipakai Tuhan, untuk terus menerus mengingatkan kita apa yang penting. Hanya melalui berkat Tuhan, kita tidak diombang-ambingkan oleh ajaran yang sesat.



Contoh: topik Adam-uleran nggak abis-abisnya dijual di klewer ini dari taon kemaren. Terus terang, saya nggak abis pikir kenapa harus didebatin sejauh ini? Sefu hai-hai sudah mengemukakan jalan pikirannya, yang mana tidak disetujui banyak orang (termasuk saya sendiri). Cukup jelaskan dimana nggak setujunya, sudah cukup toh? Kenapa harus diributin sampe tempeleng sana-sini?



Ya, memang kita harus membungkam mereka yang 'menyesatkan'. Tapi, bukankah kita harus berhati-hati dalam me-label 'sesat'? Kenapa kita harus menempeleng orang dengan cepat, yang masih belajar memahami FirmanNya?



Apakah dengan bergelar 'Reformed' atau 'Saya-diberkati-Tuhan-dengan-pemahaman-Firman-yang-benar', tiba-tiba kita punya kuasa untuk koar-koar? (sebenernya sih iya, tapi caranya seringkali itu tuuuh...)



Di ekstrim lainnya, banyak orang yang suka ngirian juga. Hanya karena orang lain berlabel 'Reformed', kita suka menempeleng mereka, karena memang biasanya mereka yang suka berkoar-koar :). Kenapa sih, kita nggak rendah hati, dan mencerna ajaran itu?



Kesatuan jemaat memang syusah...



Apalagi mao menyatukan manusia melalui jalan lain? Karena kesatuan palsu dicap kebodohan oleh FirmanNya.



Semoga bermanfaat walau berbeda pendapat... (nyolong TP punya ah)



Purnawan Kristanto's picture

@ Rusdy: Memperkaya


Rusdy, terimakasih untuk komentarmu. Tulisanmu semakin memperkaya tulisanku. Ada beberapa aspek yang bahkan tidak pernah terlintas di pikiranku. Semoga ini dapat dicerna dengan jernih dan ikhlas.

Wawan


__________________

------------

Communicating good news in good ways

Joshua Li's picture

@Mas wawan, Rusdy

Permisi..

 

Mas Wawan, Rusdy , mungkin ayat ini ( 1 Kor 9 : 19-23 ) dapat kita gunakan untuk kita menerima pluralisme dengan sukacita.