Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kalimat Pertama

Ruth Lestari's picture

 

 

 ">Malaikat itu meminta untuk menyerahkan kembali berkas-berkas yang kini ditanganku. Sebuah tas tua berwarna cokelat yang sudah lusuh, terbuat dari kulit.Lusuh, terasa sekali berminyak ditanganku. Kami saling berhadapan, tiga dari mereka dengan aku seorang diri. Mereka memintaku sekali lagi untuk menyerahkan berkas-berkas itu dan aku berkata “bagaimana dengan nasib mereka yang teraniaya. Haruskah mereka mengalami hari yang sama selamanya?”

      Hari sudah cukup siang, aku bisa melihat dengan jelas terang sudah menguasai hari ini. Dan teringat kalimat pertama yang muncul dalam kepala ku adalah aku melihat tiga malaikat dan aku dilorong itu, mereka memintaku untuk menyerahkan berkas yang ada ditanganku. Ya..ada sebuah tas kulit berwarna coklat lusuh yang aku pegang, dan menurut mereka yang aku panggil sebagai malaikat memintaku untuk menyerahkannya. Namun entah kenapa aku menolaknya demi memikirna orang-orang yang teraniaya. Lalu aku terbangun dengan ingatan ini.

      Aku bukan orang yang terlalu gemar memikirkan nasib orang-orang diluar sana, bukan juga kegemaranku untuk berjuang atas nama orang banyak. Tapi yang aku tahu aku mengalami hari yang begitu membosankan dalam hidupku (lagi). Aku membuka mata dari tidurku, secepat mataku terbuka secepat itu juga pertanyaan muncul dalam benakku “Apakah aku harus mengulang lagi hari yang sama?” lalu aku kembali menutup mata dan cerita malaikat, aku, tas cokelat lusuh itu datang setelahnya.

      Aku bertanya-tanya dalam kesadaran yang belum penuh.BAngun dan menuliskan semua yang aku punya, aku tak mau kehilangan kalimat itu. Walau aku tak tahu pasti apa yang hendak dituju oleh malaikat-malaikat itu padaku.

      Saferine membangunkanku, mengatakan saatnya sudah datang.

“Bolhas, ini waktunya.”

“Waktu?Waktu untuk apa?”jawabku. “Waktu untuk mengambil berkas-berkas itu. Para maalaikat tidak akan bertindak apapun, mereka hanya akan menaruh semua kejadian dalam ta situ saja. Cepat bangunlah, jangan sampai terlambat. Ambil berkas itu dan segera musnahkan. Itu akan membuat semua tatanan kehidupan berubah.”

Bergegas aku mengenakan pakaianku, jubah hitam yang sudah disiapkan Saferine untukku. Dan disanalah kami semua. Tiga malaikat dan aku dengan tas cokelat lusuh yang aku yakin dengan berkas-berkas yang ada didalamnya.

“Serahkan berkas-berkas itu Bolhas!”Seru salah satu dari malaikat itu.

“Lalu bahgaimana dengan nasib mereka yang teraniaya?”

“Mereka bukan urusanmu. Serahkan!Cepat!”

“Tidak akan ada hari yang sama terulang, aku akan mengubah tatanan dunia yang  ada…..”