Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kasih: 'I Want to Know What Love is' (6)

John Adisubrata's picture

Oleh: John Adisubrata

ALLAH ADALAH KASIH

“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1 Yohanes 4:10)

Jika ditinjau dari asal-usulnya, kata ‘Love’ (Kasih/Cinta) di dalam bahasa Yunani mempunyai arti yang berbeda-beda. Berdasarkan dongeng kuno kebudayaan negara tersebut, ‘Eros’, si dewa Cinta, telah menjadi penyebab awal pengertian kata cinta/kasih (eros) yang bersifat seksuil.

Sedangkan ‘Philia’, yang berasal dari kata ‘philos’, memberi pengertian cinta/kasih yang lebih merujuk pada sifat-sifat menggemari, menyukai atau mengasihi dengan mesra. Jadi kasih yang mempunyai arti lebih dalam dari pada kasih yang hanya berkisar pada hasrat tubuh belaka.

Tetapi sebuah kata Yunani lain: ‘Agape’, yang tertera di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, telah memberikan kepada kata cinta/kasih arti yang paling berbeda. Kasih ‘agape’ di situ berarti: kasih Allah Bapa, kasih Tuhan Yesus Kristus yang sejati, kasih kristiani, kasih yang murni, kasih tanpa syarat atau batas, kasih tanpa mengharapkan balasan, kasih yang mau berkorban, kasih yang memberi bukan meminta, kasih sorgawi! Inilah kasih abadi yang dapat menembus hati setiap insan di dunia serta mengubah kehidupan mereka.

Kasih ‘agape’ adalah satu-satunya kasih yang memberikan makna bagi hidup, yang selalu dirindukan oleh setiap orang, yaitu mereka yang tak henti-hentinya mengalami rasa hampa di dalam hidup, seperti yang sudah diulas sebelumnya oleh Rev Nicky Gumbel, Count Leo Tolstoy, Lady Di, Prince Charles, Bernard Levine, Mick Jones, atau … oleh para ‘celebrities’ termasyhur lainnya. Bahkan kasih ‘agape’ adalah kasih yang dialunkan oleh suara lantang penyanyi tenar Lou Gramm di dalam syair lagu: ‘I Want to Know What Love is’, suatu jeritan pilu yang mewakili kerinduan hati setiap orang guna mengetahui rahasia makna hidup mereka di dunia.

Pada masa pelayanan-Nya, Tuhan Yesus menjelaskan melalui kiasan roti (atau nasi), yang merupakan satu-satunya makanan pokok manusia bagi perut mereka yang kedua, bahwa Ia adalah Kasih itu sendiri, satu-satunya Firman Allah, makanan pokok (rohani) manusia bagi ruang kehidupan mereka yang kedua, yang dapat memenuhinya, serta memuaskan diri mereka.

Semenjak kehadiran dosa di dalam hidup umat manusia, semua orang menjadi SANGAT tidak kudus di hadapan Pencipta mereka, Allah Bapa Yang Mahakudus. Dosa-dosa itu menghalangi hak mereka untuk bisa langsung menghadap kepada-Nya. Tanpa kehadiran Tuhan Yesus Kristus sebagai ‘Perantara’ (Firman/Kasih) di dalam ruang kehidupan yang kedua, semua orang akan selalu merasa tidak puas, karena mereka tidak pernah bisa mengetahui, atau mengerti makna dan tujuan kehadiran mereka di dunia.

Makna dan tujuan hidup umat manusia adalah untuk mengenal secara pribadi Allah Bapa di sorga, sebab Ia rindu untuk mengaruniakan kasih ‘agape’ kepada umat-Nya melalui persekutuan yang intim dengan mereka, seperti persekutuan mula-mula dengan umat ciptaan-Nya yang pertama, Adam dan Hawa, sebelum mereka jatuh ke dalam dosa. Oleh karena itu tanpa kehadiran Tuhan Yesus Kristus melalui Roh Kudus, yaitu KASIH itu sendiri, guna melayakkan dan menguduskan diri mereka, semua orang tidak akan pernah bisa menghadap Pencipta mereka. Karena makna dan tujuan hidup umat manusia adalah untuk mengetahui kehendak Tuhan, serta melakukannya, seperti contoh yang sudah diperlihatkan oleh Yesus kepada para pengikut-Nya.

Suatu hal yang paling menyedihkan bagi mereka yang sudah ‘menyelesaikan’ masa hidup di dunia adalah kenyataan, bahwa mereka telah melalui semua itu tanpa mengetahui atau mengerti makna dan tujuan hidup mereka.

Helmut Thielicke, seorang ahli ilmu agama Kristen, pernah menyinggung masalah tersebut dengan menulis: “Tuhan telah menentukan di akhir kehidupan setiap orang suatu peran gilang-gemilang di dalam pertunjukan yang disutradarai oleh-Nya, tetapi mereka mengabaikannya, karena melewatkan semua kesempatan-kesempatan indah yang sudah diberikan oleh Tuhan kepada mereka sebelumnya.” 

Semenjak hadirnya dosa di dunia, dengan licin sekali Iblis berusaha mengelabui mata umat manusia untuk mengalihkan fokus tujuan utama hidup mereka. Tipuannya mengiming-imingkan kepada mereka kasih ‘eros’ yang bersifat sementara, supaya mereka gagal menemukan KASIH ‘agape’, kasih yang abadi. Mereka terjebak oleh ‘kenikmatan’ sejenak yang sering kali justru mengakibatkan hati terasa pilu, sedih, hampa dan putus asa, bahkan tidak jarang disusul oleh tindakan-tindakan nekat membabi-buta yang biasanya … berakhir di alam maut. Karena Iblis, bapa segala dusta, mempunyai rancangan-rancangan yang berlawanan sekali dengan rencana kasih ‘agape’ Allah Bapa, yaitu hidup yang kekal.

Tuhan Yesus mengatakan: “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44) 

Ps Rick Warren, seorang pendeta senior sebuah gereja Baptis di Amerika Serikat, serta penulis buku kristiani terlaris di dunia masakini: ‘The Purpose Driven Life’, telah menamai bab pertama buku tersebut dengan judul: ‘Semuanya Dimulai dengan Allah’.

Kalimat-kalimat yang mengawali isi buku luar biasa tersebut berbunyi: “Semua itu bukan mengenai engkau. Makna hidupmu jauh lebih besar dari pada segala sesuatu yang telah engkau capai, damai sejahteramu, atau kebahagiaanmu. Semua itu jauh lebih besar dari pada keluargamu, karirmu, bahkan impian-impianmu yang paling mustahil dan ambisi-ambisimu. Jika engkau ingin tahu, mengapa engkau ditempatkan di atas planet ini, engkau harus memulainya dengan Allah. Engkau dilahirkan oleh kehendak-Nya dan untuk kehendak-Nya.” 

Suatu kutipan yang menyimpulkan segala-galanya bagi setiap orang yang sedang menelusuri makna hidup mereka di dunia, karena kenyataannya tidak dapat disangkal lagi: Bukan kita atau kepentingan diri kita sendiri yang seharusnya menjadi pusat kehidupan, tetapi Allah! Dia-lah pusat hidup segenap umat manusia, karena semua yang diciptakan diawali dengan Dia, yang adalah Kasih itu sendiri!

Selain di dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang pertama, yang membahas tema KASIH, yaitu pribadi Allah (1 Korintus 13:1-13), rasul Yohanes juga menulis mengenai tema yang sama di dalam suratnya yang pertama: “Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1 Yohanes 4:16)

“Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai KASIH, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.” (1 Korintus 13:3)

(Bersambung) 

KASIH: ‘I WANT TO KNOW WHAT LOVE IS’ (7)

KASIH YANG MEMUASKAN