Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kepemimpinan Yesus

victorc's picture

Shalom, selamat sore saudaraku yang terkasih. Memang sudah banyak buku yang diterbitkan tentang topik yang satu ini, baik untuk kepemimpinan dalam organisasi bisnis dan pemerintahan, dan juga kepemimpinan dalam lembaga rohani seperti misi atau gerejawi. Namun toh topik ini sepertinya tetap aktual untuk dibahas.

Definisi kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sebuah konsep yang sangat beragam dan luas. Namun, para penulis masalah-masalah kepemimpinan pada umumnya mengaitkan konsep ini dengan pengaruh. John C. Maxwell misalnya, menuliskan hal itu dalam bab pertama yang dengan jelas diberinya judul: The definition of leadership: influence (1993). Peter Northouse merumuskan agak berbeda, yaitu bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses ketika seseorang memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan bersama.(10)
Namun agaknya kedua definisi tersebut dipengaruhi oleh pemikiran di barat yang terlalu menumpukan proses perubahan pada diri seorang pemimpin yang kharismatik. Peter Senge memberikan definisi yang mungkin lebih sehat dan lebih tepat dalam konteks Asia yang lebih menekankan harmoni dalam masyarakat, sebagai berikut: "Kepemimpinan adalah kapasitas suatu komunitas untuk mewujudkan realitas-realitas baru menjadi kenyataan." (Leadership is the capacity of community to bring forth new realities.) Pada hemat saya pendapat Senge ini lebih dekat dengan corak kepemimpinan gereja perdana yang mencerminkan gaya kepemimpinan Trinitarian.(1)
Lalu bagaimana dengan kepemimpinan gerejawi di banyak lembaga rohani kristen saat ini?

Kepemimpinan gerejawi
Sebenarnya, cukup lama saya menghindari untuk menulis artikel tentang kepemimpinan, karena saya merasa masih muda untuk membahas topik yang  lumayan "berat" ini. Namun kira-kira satu bulan lalu saya menjadi tertarik dengan isyu bagaimana kepemimpinan gerejawi dikembangkan sejalan dengan pemikiran kontemporer tentang Allah Tritunggal?
Terpicu oleh sebuah percakapan gerejawi dalam forum persidangan klasis di gereja kami sekitar bulan Juni lalu, saya jadi mulai terpikir, mungkinkah selama ini kita agak keliru membaca gaya kepemimpinan Yesus?
Barangkali sebagian kita ketika membaca sekilas kitab Injil, mendapat kesan bahwa Yesus menggunakan gaya kepemimpinan kharismatik yang cenderung agak otoriter. Dan persepsi itu agaknya ikut mempengaruhi gaya kepemimpinan yang kerap kita jumpai dalam (maaf) kebanyakan gereja kharismatik-pentakostal. Mengapa saya berpendapat demikian?
Karena format kepemimpinan yang diadopsi kerap seperti ini: "Senior Pastor-Junior Pastor-Penatua-Diaken," dengan kata lain hampir semua keputusan penting diarahkan oleh kepemimpinan tunggal yaitu pastor senior. Mungkin saya keliru, namun di gereja-gereja arusutama, kepemimpinan lebih bersifat kolektif-kolegial, dengan menekankan fungsi majelis (penatua+pendeta) sebagai pengambil keputusan secara kolektif.
Saya tidak bermaksud mengatakan gaya kepemimpinan yang satu lebih unggul dari yang lain, karena masing-masing pola memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun mari kita bertanya: adakah gaya alternatif kepemimpinan yang bercorak Trinitarian, dan barangkali lebih dekat dengan gaya kepemimpinan Yesus dan juga para rasul dalam gereja perdana?
Saya sempat menanyakan hal ini via sms kepada seorang pendeta dan teolog senior yang juga saya anggap sebagai salah satu mentor saya, yaitu Pdt. Dr. Joas Adiprasetya dari STT Jakarta, dan jawaban sms beliau adalah seperti berikut:

"Kepemimpinan trinitarian sedang saya kembangkan lewat kepemimpinan sahabat. Cuma saya tidak ingin paksakan masuk ke tager."*

Karena itu, kali ini izinkan saya merangkum beberapa ciri yang bisa kita pelajari dari gaya kepemimpinan sahabat yang diterapkan Yesus, setidaknya sejauh yang saya pahami.

7 ciri kepemimpinan sahabat dengan meneladani Yesus

a. Dialogis-partisipatif
Jika kita membaca Keempat Injil sebagai satu kesatuan, banyak sekali terjadi dialog yang terbuka dan jujur, misalnya antara Yesus dan Petrus, antara Yesus dan pemuda kaya, antara Yesus dan Nikodemus, antara Yesus dan perempuan Samaria di sumur Yakub. Tampaknya, Yesus senang menggunakan gaya dialogis seperti ini ketimbang memerintahkan sesuatu. Atau jika meminjam Martin Buber, gaya kepemimpinan Yesus adalah I-Thou, atau dalam bhs Jawa kerap disebut "ngewongke" (memanusiakan).

b. Mengutamakan pengalaman (experiential)
Alih-alih mengajar kelas intensif selama 14 hari, tampaknya Yesus lebih suka berjalan-jalan di bukit, naik perahu dan ikut membantu para murid menjala ikan. Ia tercatat beberapa kali mengajar langsung dari perahu, menyembuhkan 10 orang kusta, bahkan membangkitkan Lazarus yang sudah masuk kubur 3 hari, hanya supaya para murid "belajar percaya.”
Sungguh suatu pengalaman belajar yang sungguh asyik dan hidup bagi para murid, itu sebabnya dikatakan bahwa para nabi begitu iri akan para murid yang bisa begitu dekat hidup bersama Sang Mesias. Pengalaman langsung seperti ini menurut psikologi jauh lebih efektif dalam menanamkan pesan ketimbang menjejalkan informasi tanpa melihat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
Bayangkan jika para dosen dan profesor mengajar ilmu ekonomi bukan di ruang kelas, melainkan langsung di pasar tempat orang berdagang misalnya. Atau mengajar kelas teologi langsung dengan bertanya jawab di jalanan. Bisa jadi dampaknya akan dahsyat juga seperti pengajaran Yesus.

c. Chaordik (spontan)
Menurut Gary Goodell, Yesus meneladankan kepemimpinan dengan hidup dan berjalan bersama para murid-Nya, orang-orang yang Dia jumpai sehari-hari, dan para pemimpin agama pada zaman-Nya. Para pemimpin gereja saat ini seharusnya dapat meniru Dia dengan gaya kepemimpinan yang lebih mengutamakan hubungan. Gaya kepemimpinan ini lebih bersifat "chaordik" (kacau tapi teratur), atau lebih spontan. Gaya chaordik ini bukan sekadar berdasarkan pada naskah, teks, atau khotbah formal yang disampaikan dari mimbar, melainkan interaksi dua arah yang dapat membantu para murid bertumbuh dan berkembang dalam karunia mereka melalui pemuridan sederhana. (11)

d. Berorientasi pada aksi
Yesus sungguh memberikan penekanan pada aksi nyata, sebagai bagian dari proses pembelajaran yang hidup. Termasuk ketika Ia mengubah air menjadi anggur, ketika Ia memberi makan 5000 orang laki-laki, ketika Ia mendatangi para murid saat badai, bahkan ketika Ia sedang cemas menyongsong masa penderitaan-Nya. Saya tidak tahu  apakah para guru tentang kepemimpinan seperti John Maxwell pernah memberi contoh berjalan di atas air? Rasanya kok tidak.
Maksud saya tentu bukan mengecilkan peran para guru kepemimpinan kontemporer, namun ada seni mengajar yang hilang dalam sejarah gereja.
Seingat saya, dalam sejarah gereja hanya ada beberapa orang Kristen yang hidup begitu dekat dengan alam dan mengajar sambil berjalan keliling dari desa ke desa, di antaranya Franciskus dari Asisi dan Sadhu Sundar Singh.

e. Lembut namun juga lugas dan tegas
Yesus senantiasa bersikap lembut secara konsisten, seperti kepada Lazarus, Nikodemus, dan kepada perempuan yang pendarahan dan lancang menyentuh jubah-Nya. Ia tidak marah ketika diurapi oleh perempuan tidak dikenal, dan juga ketika dikerubuti anak-anak yang mungkin agak lusuh. Namun Ia juga bisa tegas ketika melihat bagaimana Bait Suci dijadikan pasar hewan dan penjual riba.

f. Dipimpin Roh Kudus
Teks berikut dalam Lukas kiranya menggambarkan dengan jelas bahwa keteladanan dan semua aksi yang dilakukan Yesus senantiasa diilhami oleh Roh Kudus yang senantiasa tinggal di dalam diri-Nya.

"Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara..." (Yes. 61:1)

Bagaimana dengan Anda, apakah Anda membiarkan Roh Kudus berkarya dengan bebas melalui dan di dalam hidup Anda, atau Anda lebih sering berupaya memadamkan roh?

    19  Janganlah padamkan Roh, 
    20  dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat.  (I Tes. 5:19-20)

g. Dalam relasi intens dengan Sang Bapa
Ciri yang terakhir dan bahkan yang terpenting adalah hubungan yang begitu intens yang dibangun dengan doa setiap subuh dan malam. Yesus senantiasa hidup dalam penghayatan yang tulus bahwa hidup-Nya tidak lama di dunia, dan Ia persembahkan seluruh hidup untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa-Nya, yaitu menyelamatkan seisi dunia.

Penutup
Demikian sekelumit pemaparan tentang kepemimpinan Trinitarian yang bercorak dialogis-persahabatan, kiranya berguna bagi kita semua.
Tentunya ketujuh ciri kepemimpinan sahabat yang diteladankan Yesus ini masih dalam tahap eksplorasi awal penulis.*** Namun kiranya dapat menjadi bahan pemikiran bagi pengembangan gaya kepemimpinan yang  lebih bercorak Trinitarian, ketimbang model otoriter yang kerap diadopsi pemimpin gereja masa kini"
Bagaimana dengan gaya kepemimpinan Anda?

versi 1.0: 5 september 2017, pk. 22:02
versi 1.0: 6 september 2017, pk. 16:07
VC

catatan:
*Terimakasih kepada bp Pdt. Dr. Joas Adiprasetya.

**Artikel ini ditujukan kepada kolega saya yang sedang menulis disertasi tentang kepemimpinan, Pdt. Philipus.

*** Pembaca yang berminat menggali lebih dalam kepemimpinan sahabat dalam terang Teologi Persahabatan, silakan lihat buku terbaru penulis:
Teologi Yesus Sobat kita: 10 artikel dialog antara teologi dan sains (Juni 2017). URL: http://nulisbuku.com/books/view_book/9661/teologi-yesus-sobat-kita-10-artikel-dialog-antara-teologi-dan-sains

 

Referensi:
(1) Len Hjalmarson. Trinitarian nature of leadership. Crucible 5:2. Url: http://www.ea.org.au/site/DefaultSite/filesystem/documents/Crucible/5-2%20November%202013/Hjalmarson%20-%20Trinitarian%20Nature%20of%20Leadership%20-%20Crucible%205-2%20November%202013.pdf
(2) http://www.nextreformation.com/wp-admin/resources/Trinitarian_Leadership.pdf
(3) Gregory Baxter. A leadership training manual for 21st century church. Url: http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1478&context=doctoral&sei-redir=1
(4) Uche Anizor. Url: https://rdtwot.files.wordpress.com/2010/07/anizor-uche_a-spirited-humanity-the-trinitarian-theology-of-colin-gunton.pdf
(5) Elmer M. Colyer. Url: http://www.vaumc.org/ncfilerepository/AC2014/Colyer3.pdf
(6) Nicholas Jesson. Url: https://www.ecumenism.net/archive/jesson_volf.pdf
(7) Ian T. Douglas. Url: http://www.gemn.org/documents/Missiongoal_docs/MATheology.pdf
(8) Novita L. Sahertian. Url: http://www.ijsrp.org/research-paper-0416/ijsrp-p52104.pdf
(9) Milan Homola. Unitarian relational leadership: the myth! (2008) Url: http://consumingjesus.org/wp-content/uploads/milan_homola_-_trinitarian_leadership.pdf
(10) Sigit Setyawan. Menyusun leadership training untuk remaja. Yogyakarta: Andi Offset, 2017
(11) Gary Goodell. Cara Yesus memimpin: sebuah studi dalam meneladani kepemimpinan Yesus yang chaordic. Yogyakarta: Andi Offset, 2017
(12) Benjamin Agustinus Abednego. Pak Abed Berbicara. Surabaya: Penerbit Berderaplah satu, 2011

__________________

Dari seorang hamba Yesus Kristus (Lih. Lukas 17:10)

"we were born of the Light"

Prepare for the Second Coming of Jesus Christ:

http://bit.ly/ApocalypseTV

visit also:

http://sttsati.academia.edu/VChristianto


http://bit.ly/infobatique