Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kisah Pi

anakpatirsa's picture

Aku menyukai film laga maupun novel spy-thriller yang tokoh utamanya menguasai beberapa jenis ilmu bela diri. Aku bertambah semangat jika diceritakan kalau tokohnya mememang sabuk hitam taekwondo dan karate. Dan aku akan menjelma menjadi tokoh utamanya jika ternyata 'jagoannya' menguasai beberapa bahasa asing seperti bahasa Jerman, Perancis dan Rusia.

Tetapi akhirnya aku mendapat kesempatan mengetahui bahwa tidak mungkin seseorang menguasai dengan baik taekwondo dan karate sekaligus. Sangat mungkin untuk menguasai dengan baik beberapa bahasa, tetapi menjadi taekwondoin sekaligus karateka terbaik tidaklah mungkin. Aku telah mendapat kesempatan untuk melihat kalau kedua jenis bela diri ini memiliki karakteristik yang berbeda.

Sering kudengar orang berkata, "Lihat cewek itu, pasti ia seorang karakteka!" Tetapi aku tidak pernah mendengar orang berkata, "Dari cara jalannya saja aku tahu ia seorang taekwondoin," atau "dari bentuk tubuhnya kelihatan kalau ia menguasai taekwondo."

Aku telah melihat tidak mungkin kemampuan bela diri seseorang meningkat karena menguasai lebih dari satu cabang bela diri. Teknik tendangan taekwondo tidak sama dengan teknik tendangan karate. Sehingga jika seorang memakai tendangan balik dengan teknik taekwondo yang dicampur teknik karate, bisa-bisa hanya akan mencelakan diri sendiri, paling tidak ia akan cidera. Jadi sekarang, aku hanya tersenyum jika sesorang membanggakan dirinya atau orang lain tidak terkalahkan karena memegang sabuk hitam beberapa jenis ilmu bela diri.

Mengapa aku menulis hal ini? Bukan karena aku ingin membahas bela diri dari sudut pandangan kristiani, aku hanya teringat akan hal ini setelah membaca sebuah buku. Aku juga tidak bermaksud membuat sebuah analogi. Aku hanya bisa berkata tidak mungkin menjadi taekwondoin sekaligus karateka -- dengan sebuah alasan yang siapapun boleh membantahnya.

Semua ini dimulai karena sebuah buku berjudul "Kisah Pi". Sebuah buku yang memenangkan penghargaan Man Booker Prize 2002 sekaligus buku yang menjadi bestseller internasional.

***

Pi berusia empat belas tahun ketika mengenal Kristus. Seorang anak Hindu yang dalam liburannya bertemu dengan seorang pastor, lalu menjadi pengikut Kristus. Setahun setelah itu, ia juga menjadi seorang muslim yang taat. Jadilah Pi, pemeluk tiga agama. Remaja yang beribadah ke kuil, pergi ke gereja dan juga pergi ke mesjid setiap jum'at. Ia melakukannya dengan ketekunan dan ketaatan yang luar biasa. Anak India ini mempelajari semua agama tersebut dengan kehausan seorang akan keberadaan Tuhan. Cerita Taekwondo dan karate tadi hanyalah sekedar pendapatku tentang Pi dalam hubungannya dengan kehausan akan Tuhan.

Bahkan setelah dewasa ia dengan berani berkata, kalau dalam kehidupan ini manusia terlahir seperti orang katolik, terlahir dalam ketidakpastian, tanpa agama sampai seorang memperkenalkan Tuhan kepadanya. Pi juga berkata orang lain kebanyakan kehilangan Tuhan dalam perjalanan hidup mereka, tetapi ia -- Pi, tidak pernah kehilangan Tuhan dalam perjalanan hidupnya.

Apa yang telah dilakukan Pi membuat tiga orang tokoh agama saling menghina. Ketiga orang yang telah mengenalkan agamanya masing-masing kepada Pi ini saling menjelekkan waktu mereka secara kebetulan berhadapan muka. Mereka mengeluarkan ucapan-ucapan yang membuat buku ini tidak seharusnya ditempatkan di bagian buku anak-anak.

Tanggal 2 Juli 1977, kapal barang yang ditumpangi keluarga Pi tenggelam di samudera pasifik. Ini memang benar-benar kisah nyata. Petualangan Pi dalam sebuah sekoci bersama seekor hyena, seekor zebra yang patah kakinya, dan seekor orang-utan serta seekor harimau bengal -- benar-benar terjadi. Buku ini bercerita bagaimana Pi bisa bertahan hidup bersama dengan seekor harimau yang telah membunuh ketiga binatang lainnya.

Di bagian belakang buku ditulis, "Selama lebih dari tujuh bulan sekoci itu terombang-ambing di samudera pasifik yang biru dan ganas. Di samudera inilah sebagian kisah Pi berlangsung. Kisah yang luar biasa, penuh keajaiban, dan seperti ucapan salah satu tokoh utama di dalamnya, kisah ini akan membuat orang percaya pada Tuhan."

Aku kecewa karena mengira akan melihat Tuhan bekerja secara ajaib. Akhirnya aku hanya melihat Pi tidak akan bertahan hidup jika tidak menggunakan otaknya. Bahkan pengalaman sebagai anak pemilik kebun binantang membuatnya melatih harimau ganas itu, hanya untuk mencegah dirinya tidak menjadi makanan seekor harimau kelaparan.

Kehidupan di tengah samudera begitu berat, Pi pernah mencoba memakan kotoran harimau bengal itu. Bahkan suatu hari ia terpaksa ikut memakan potongan tangan orang buta yang juga terombang ambing di sebuah sekoci. Orang buta yang menaiki sekoci Pi hanya untuk diterkam oleh Richard Parker -- harimau bengal itu.

Pi mengisi hari-harinya dengan ibadah kepada Tuhan, hari-harinya diawali dan diakhiri dengan sembahyang dan doa. Ibadah seorang pemeluk Hindu, Kristen dan Muslim. Sebuah ritual yang menurutnya memberi rasa tenang.

***

Aku tidak bisa melihat sesuatu yang membuatku percaya kepada Tuhan dalam cerita ini, karena aku melihat Pi harus berjuang sendiri. Aku tidak melihat keajaiban. Aku melihat Pi harus berjuang sendiri untuk mengusir rasa takut, putus asa dan bosan.

Terlepas dari kepercayaan Pi, dalam hati aku bertanya, "Seandainya ada orang kristen percaya Yesus terombang-ambing di tengah lautan, apakah Yesus akan datang menolongnya? Apakah orang itu pasti selamat dari keganasan samudera karena percaya Yesus?

Sebuah pertanyaan yang sulit bagiku. Aku telah melihat beberapa orang percaya dibiarkan mati dalam penderitaan. Aku telah melihat atau membaca, Yesus membiarkan orang-orang-Nya mati dianiaya. Aku telah melihat Yesus tidak datang menyelamatkan mereka.

Lalu kenapa aku masih percaya kepada-Nya? Satu-satunya yang membuatku tetap percaya adalah bagi-Nya hidup ini terlalu singkat. Jika Ia tetap membiarkan aku mati di tengah lautan, Ia tetap setia dengan janji-Nya. Karena janji-Nya tidak sekedar berhubungan dengan isi perut.

Daniel's picture

mengalir begitu saja?

anakpatirsa,

kalo dikaitkan dengan komentar Anda untuk blognya pak Purnawan, sepertinya tulisan ini termasuk kategori yang dibuat dengan mengalir begitu saja ya? :)

hai hai's picture

Dipadukan, jangan di campur aduk

Anak Partisa, anda benar tentang Pi, kisah petualanganya indah dan mengesankan serta realistis. Itulah buku yang menceritakan manusia dan hidup apa adanya.

Namun, tentang Karate dan Taekwondo, anda jelas salah dan selama ini mendapatkan informasi salah tentang kedua ilmu itu. Waktu muda saya pernah mempelajari kedua ilmu itu. Saya tidak jadi jagoan kedua ilmu beladiri itu bukan karena mempelajari keduanya berbarengan, tetapi karena memang bakat saya sangat terbatas. Namun, untuk menjadi seorang petarung jalanan yang andal, gabungan kedua ilmu tersebut, benar-benar dasyat.

Memang, mustahil menyatukan gerakan-gerakan kedua ilmu beladiri itu, namun mudah sekali memadukan gerakan-gerakan keduanya. Bila melatih kedua ilmu itu, maka anda secara reflek akan menggunakan pukulan dan tendangan serta tangkisan maupun hindaran yang paling efektif dan efisian untuk melumpuhkan lawan.

Golok, pedang, arit, clurit, tongkat, adalah senjata untuk bertarung, masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. anda harus memilih senjata yang tepat untuk mendapatkan keuntungan, misal bila musuh membawa clurit, maka memilih tongkat akan memberikan beberapa keuntungan.

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

anakpatirsa's picture

Saya senang mendengar

Saya senang mendengar Hai-hai pernah mempelajari kedua bela diri ini. Saya tidak bermaksud membela diri untuk masalah pendapat di atas. Sepertinya saya tetap pada pandangan saya. Saya sepertinya tidak mendapatkan informasi yang salah. Saya pernah mendapat kesempatan mengenal seseorang yang menghabiskan lima tahun demi sebuah GEUP 1 - Hai-hai pasti mengerti istilah ini. Saya juga berkesempatan melihat dia mengorbankan kuliah demi sebuah lingkaran kuning, benda yang tidak pernah bisa berhasil ia dapatkan. Seperti Anda bilang, ia harus menyadari keterbatasan dan mundur. Anda pasti tahu, kelenturan itu yang utama di Taekwondo, dan ia tidak memilikinya. Bahkan ia tidak pernah bisa melakukan gerakan split. Kenapa saya berani mengatakan sesuatu tentang Taekwondo dan Karate? Itu terjadi karena kebetulan saya pernah melihat Taekwondo diajarkan untuk anggota Brimob yang yang sudah memiliki latar belakang Judo dan Karate - dan melihat hasilnya. Beberapa teman di "TC" juga main akal-akalan, mempelajari Karate secara diam-diam, dan akhirnya saya hanya melihat mereka dimarahin habis-habisan oleh seorang pemegang "DAN Kukiwon" dari Korea. Dan saya melihat mereka diantar ke rumah sakit. Anda menulis : Memang, mustahil menyatukan gerakan-gerakan kedua ilmu beladiri itu, namun mudah sekali memadukan gerakan-gerakan keduanya. Bila melatih kedua ilmu itu, maka anda secara reflek akan menggunakan pukulan dan tendangan serta tangkisan maupun hindaran yang paling efektif dan efisian untuk melumpuhkan lawan. Sekali lagi, saya senang Anda pernah mempelajari kedua beladiri ini. Kalimat Anda membuktikannya. Pendapat saya tentang Taekwondo dan Karate di atas berdasarkan apa yang saya lihat di atas matras bertahun-tahun yang lalu. Saya punya sebuah usul, bagaimana kalau kita membicarakan beladiri dan kekristenan. Soalnya banyak orang "gantung sabuk" setelah merasa menjadi orang kristen. Lalu ada yang mengatakan beladiri itu berhubungan dengan iblis. Saya hanya berani berkata, "Taekwondo tidak berhubungan dengan hal-hal yang berbau mistik. Dan saya yakin karate juga tidak. Bagaimana dengan cabang beladiri lain?"
hai hai's picture

Saya Suka Ilmu Beladiri

 

Anak Partisa, saya suka ilmu bela diri. Sejak kecil saya adalah seorang petarung. Waktu hidup di kampung, saya tinggal dalam sebuah rumah besar dengan 6 keluarga di dalamnya. Di sana berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang jadi penguasa. Sang penguasa berhak memerintah dan mendapat upeti.

Ketika berumur 8 tahun, saya harus ke sekolah dengan melewati sebuah kampung. Di kampung itu, orang Tionghua kastanya sama dengan orang gila, boleh dihajar. Untuk menghindari kampung itu, saya dan adik saya harus berjalan 3 km, kalau lewat kampung itu hanya menempuh 1 km. Anak-anak kampung itu selalu main keroyok dengan bersenjatakan pisau kecil yang dibuat dari paku. Untung setelah sekolah selama 7 bulan, keluarga kami pindah, kalau tidak mungkin saya dan adik perempuan saya bisa terbunuh sia-sia.

Waktu berumur 9 tahun, keluarga kami adalah satu-satunya keluarga Tionghua di kampung kami. Setiap hari kami harus memberi upeti kepada preman penjaga jembatan atau babak belur dihajar. Orang tua kami tidak pernah memberi uang jajan, jadi satu-satunya cara adalah mengalahkan preman-preman kampung itu. Saat itu saya harus melindungi 3 orang adik saya, 1 laki-laki dan 2 perempuan. Saya tidak suka bertarung, karena setiap kali bertarung saya pasti dihajar kedua orang tua saya, tanpa menanyakan kenapa saya bertarung. Saat itu saya mulai belajar ilmu bela diri, Shorinji Kempo.

Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah angkara murka.

Itulah filosofi ilmu beladiri Kempo. Kempo adalah ilmu beladiri sejati, kekuatannya ada pada pembelaan diri, semakin diserang semakin kokoh, namun Kempo kehilangan kekuatannya ketika digunakan untuk menyerang duluan. Banyak orang mempelajari Kempo namun tidak memahami filosofinya, akibatnya jadilah ilmu Kempo yang (maaf) katanya sangat keras dan brutal. Salah satu alasan saya keluar dari perguruan Kempo, karena saat membantah seorang pemegang sabuk hitam yang mengajarkan Kempo secara salah, dia memaksa saya bertarung dengannya, saat itu saya pemegang sabuk menengah. Saya keluar setelah membuktikan padanya bahwa Kempo adalah ilmu beladiri, bukan ilmu untuk menghancurkan lawan.

Waktu SMP saya mempelajari Karate aliran non body contact. Karate adalah ilmu beladiri yang mengalahkan lawan dengan gerakan-gerakan lurus dan efisien. Pukulan-pukulan karate bila dilakukan dengan benar, akan menghancurkan lawan tanpa belas kasihan. Untuk memahami kekuatan pukulan Karate pergilah ke sungai untuk melihat orang memecahkan batu dengan martil bergagang rotan. Kekuatan yang memecahkan batu itu tidak terletak pada martil besinya, tetapi pada gagang rotannya yang lentur. Balikkan sepeda, lalu putar bannya, pukullah ban tersebut dengan kayu, bahkan golok. Itulah rahasia kekuatan tangkisan Karate.

Waktu kuliah saya mempelajari Taekwondo. Saya membuat definisi sendiri tentang falsafah ilmu Taekwondo.

Dengan kekuatan menghancurkan kekuatan, dengan kecepatan menghancurkan kecepatan.

Taekwondo mengandalkan kaki, karena kekuatannya minimal 4 kali kekuatan tangan dan jangkauannya lebih panjang. Kuda-kudanya sempit, memungkinkan orang bergerak lebih lincah. Kesalahan utama yang banyak dilakukan oleh para Taekwondoin ketika melancarkan tendangan adalah mereka mengayunkan kakinya, bukan menghunjamkannya. Kekuatan sebuah tendangan ada pada pinggang, bukan pada kaki. Kaki adalah pelurunya, pinggang adalah senapannya. Kelenturan memang hal yang sangat penting di dalam Taekwondo, bahkan di semua ilmu beladiri, namun bila kelenturan anda kurang baik, maka jangan lakukan tendangan-tendangan tinggi. Bila kelincahan anda kurang, maka berlatihlah jadi counter attack.

Kebanyakan atlit Taekwondo secara naluri senantiasa menyerang kepala, padahal dalam pertandingan, tendangan ke arah perut lebih efektif dan efisien. Ketika bertarung, kebanyakan Taekwondoin selalu melangkah mundur untuk menghindari tendangan, jarang sekali yang melakukan tangkisan atau mengelak sambil maju.

Dalam sebuah pertandingan, saya pernah menghadapi seorang atlit nasional (dia teman yang ikut TC). Saya sempat memenangkan dua ronde lalu melempar anduk, menyerah pada ronde ketiga. Banyak teman-teman yang melecehkan saya sebagai pengecut dan kehilangan nyali, karena tindakan itu, namun saya tahu apa yang saya lakukan. Saya menyerah karena tahu, kekuatan saya tidak cukup untuk melayaninya di ronde ke tiga, kalau saya lanjutkan pasti akan dihajar KO. Dari pada KO mendingan WO, sama-sama kalah, tetapi tidak babak belur. Ha ha ha … Itu bukan pengecut, tetapi bijaksana. Gara-gara pertarungan itu, teman itu lalu mengundurkan diri dari TC.

Bagaimana saya menghadapi teman itu? Saat itu saya menggunakan tangkisan Kempo, tendangan Karate, langkah-langkah Wusu dengan posisi tubuh Taekwondo dan pukulan Tinju, ditambah perang urat syaraf ala Suntzu. Dalam sebuah pertarungan bebas (berantem), saya pernah meng KO seorang atlit nasional Karate dalam satu jurus. Waktu itu saya menggunakan jurus Yudo.

Apakah ilmu beladiri berhubungan dengan iblis? Kalau anda menjadikan kemampuan bertarung untuk melecehkan, menghina, memaksa orang lain, itu berarti anda sesat. Kebanyakan pengkotbah menggunakan lambang Yin Yang sebagai alasan untuk menyatakan ilmu beladiri itu sesat. Ir Herlianto adalah orang pertama yang menulis buku dan menyatakan hal itu. Apakah Yin Yang adalah lambang Iblis? Ha ha ha … silahkan belajar dulu sebelum menghakiminya.

Alkitab penuh dengan pendekar. Samson adalah sorang pendekar, Saul, Daud dan masih banyak lagi lainnya adalah para pendekar yang tercatat di dalam Alkitab.

Anak partisa, pernah nonton Film Blood Sport yang dibintangi Van Dame? Dalam Film itu sang tokoh menghancurkan bata terbawah dari tumpukan bata. Saya berlatih hampir 3 tahun, setiap malam untuk menguasai jurus itu lalu menjadikan kemampuan itu untuk mencari uang waktu kuliah dulu. Anda mampu menghajar sekaleng susu kental dan membuatnya muncrat? Kalau anda berlatih, anda pasti bisa. Anda mampu menghajar selembar koran yang digantungkan di jemuran dan membuatnya sobek? Kalau anda berlatih, anda pasti bisa. Anda mampu melempar sumpit bambu menembus triplek? Kalau anda berlatih, anda pasti mampu. Anda mampu mematahkan gagang kompa dengan pukulan 2 jari tangan? Kalau anda berelatih, anda pasti mampu. Semua ilmu itu pernah saya kuasai dan digunakan untuk mencari uang waktu kuliah dulu. Semua ilmu itu tidak menggunakan kekuatan Setan. Sebatang jerami yang dilontarkan dengan kecepatan 150Km/jam akan menembus tiang listrik. Sebuah peluru yang ditembakkan akan menembus baja.

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

rere's picture

Membaca Tuhan dalam Kisah Pi

maaf ... tapi saya rasa anda kurang tepat jika membaca kisah Pi dan frasa "kisah ini akan membuat orang percaya pada Tuhan" lalu menghubungkannya pada kisah perjalanan Pi dalam sekoci di tengah pasifik an-sich. Saya justru menemukan kehebatan Yan Martel dalam meramu kisah ini sehingga di titik akhirnya orang akan merenungkan bagaimana caranya percaya pada Tuhan. Kisah Pi yang bombastis dengan berbagai macam binatang dan sebagainya, kemudian berusaha dikonfrontir oleh Mr Tomohiro Okamoto dan Mr Chiba dengan menunjukkan bukti-bukti fisik yang diyakini mampu menyanggah kisah Pi, lalu ketika Pi didesak bercerita sejujurnya, dia mengganti ceritanya dengan kisah kering (meski tak kalah dramatisnya) tentang perjalanannya. di akhir kalimatnya dia bertanya: " Saya memaparkan dua cerita mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi selama 227 hari diantaranya" "kedua-duanya tidak bisa menjelaskan mengapa (kapal) Tsimtsum tenggelam" "kedua-duanya tidak ada bedanya bagi anda secara faktual" ""Nah, jadi berhubung kedua cerita itu tidak ada bedanya secara faktual bagi anda, dan anda juga tidak bisa membuktikan kedua-duanya, cerita mana yang lebih anda sukai? cerita mana yang lebih bagus, cerita yang ada binatang-binatangnya atau yang tanpa binatang-binatang?" Ketika dua orang Jepang itu menjawab cerita yang ada binatangnya lebih bagus, Pi menjawab "Terima kasih, Demikian pula Tuhan, yang oleh-Nya kisah ini telah digenapi" Kisah Pi dengan cerdik ditulis Yann Martel dengan pendekatan yang menarik (karena itu dia menang The Man Booker Prize). Yann tidak berusaha membuktikan Keberadaan Tuhan dengan keberhasilan Pi bertahan hidup, tapi dia membawa imajinasi menjadi berwarna dan tidak kering, bagaimana logika kita dipermainkan dengan kenyataan apakah pisang berkarung-karung akan mengambang, benarkah faktor hierarki alfa beta binatang mempu menahan naluri membunuh harimau dalam 227 hari, adakah pulau mengambang yang bersifat karnivor, apakah meerkat punya habitat lain diluar afrika. Kesemua pembalikan itu dengan manis dibawa kepada kita dan kita menelannya begitu saja. Baru kemudian di titik akhirnya kita belajar mengerti. Kisah tentang Tuhan juga sering ditulis dalam bahasa yang tidak bisa diyakini logika manusia. Beberapa menolak mujizat dan menganggapnya cerita bohong belaka. Tapi sama seperti Okamoto dan Chiba, kita juga tidak bisa membuktikan sebaliknya. Orang akan bilang tidak ada bukti Tuhan itu ada, tapi kisah Pi membalik menjadi adakah bukti Tuhan tidak ada? bahasa bombastis dan mencengangkan kitab suci dituduh tidak logis dan bersifat khayali, tetapi itu indah bukan? menyenangkan mendengarkan cerita yang penuh binatang-binatang itu ditengah lautan (lepas dari banyaknya ilmu mengenai binatang yang bertebaran)dibandingkan dengan cerita kering tentang sisa orang yang saling bunuh untuk selamat di sekoci. Dan di titik akhirnya kita akan mendapat pertanyaan yang sama, apakah semua cerita dan logika itu bisa membuktikan secara faktual keberadaan Tuhan?? Seperti Pi, hanya mereka yang mengalami sendirilah yang bisa mengerti keberadaan atau malah ketidak beradaan Tuhan. Bukan dari cerita bukan dari pembenaran logika. Selamat mencari Tuhan ..... dan ya ... saya percaya Tuhan (dengan pengalaman saya sendiri)