Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kisah Seorang Anak Jalanan

anakpatirsa's picture

Siang itu pemandangan di pertigaan Gellael tidak berbeda dengan hari-hari biasa. Pemandangan ketika lampu lalu lintas menyala merah. Pemandangan ketika anak-anak jalanan berhamburan menghampiri orang-orang yang terpaksa berhenti. Pemandangan ketika anak-anak menjulurkan tangan -- sebagian sambil mengelus-elus perut, sebuah ungkapan yang menggantikan kalimat "aku lapar". Pemandangan ketika seorang ibu ikut menjulurkan tangan kanannya, sementara tangan kiri menahan kain yang menutupi tubuh bayinya -- sebuah ungkapan kasih naluriah seorang ibu yang sedang melindungi bayinya dari panas terik matahari.

Beberapa orang tidak mempedulikan anak-anak ini, tetapi ada juga pengendara motor yang merogoh kantong atau pengendara mobil yang merogoh tempat uang receh di pintu mobilnya. Uang yang memang sudah dipersiapkan untuk keperluan seperti ini, ataupun keperluan lain juga.

Begitu lampu hijau menyala, anak-anak ini menyingkir; ibu dengan bayinya juga ikut menyingkir. Sebagian naik ke jalur hijau, sebagian lagi kembali ke pinggir jalan, menunggu lampu merah menyala kembali. Para pengendara yang sudah memberi uang receh maupun yang tidak punya kepedulian juga melanjutkan perjalanannya.

Inilah pemandangan sehari-hari di persimpangan Gellael.

***

Uyan, seorang anak berumur delapan tahun juga ikut menghambur kejalan begitu lampu menyala merah. Anak ini juga ikut mencari makan. Ayahnya, seorang bapak jalanan; ibunya, seorang ibu jalanan terpaksa membiarkan anaknya hidup dengan cara seperti ini.

Ibunya pernah bercerita, sejak bayi anaknya ini sudah ikut mencari makan, dengan cara menangis dalam gendongan. Sekarang mereka sudah berpisah. Masih-masing mencari makan di tempat terpisah. Ayah mengemis di pasar, ibu mencari uang di perempatan sekitar beberapa kilometer dari persimpangan Gellael.

Dulu, keluarga ini selalu berkumpul begitu malam tiba, tetapi akhir-akhir ini Uyan sudah malas pulang ke pondok orang tuanya. Ia lebih suka berkumpul dengan teman-temannya di emperen stasion. Lebih ramai, dan kadang-kadang bisa ikut menonton televisi, melihat orang-orang kaya dengan rumah bagusnya.

Kadang ia main ke tempat orang tuanya, mereka juga kadang-kadang menengoknya di stasion. Melihat apakah anak mereka satu-satunya ini bisa makan di dunia yang katanya begitu kejam ini.

Uyan tidak pernah ingat mulai kapan mencari makan sendiri, yang pasti bukan orang tuanya yang menyuruh. Ia melihat teman-temannya meminta uang di dekat lampu merah, ia menganggapnya sebagai sebuah bentuk permainan. Lama kelamaan melakukannya karena merasa itu harus dilakukan kalau tidak ingin kelaparan. Sama sekali tidak seorangpun menyuruh atau memaksanya.

***

Tidak ada yang istimewa siang itu, suasananya di persimpangan Gellael biasa-bisa saja. Tetapi entah datang darimana, tiba-tiba beberapa orang berlarian ke arah anak-anak yang sedang mencari makan, lalu melakukan penangkapan, Uyan dan kawan-kawannya tidak sempat melarikan diri. Ibu dengan anak dalam gendongannya juga tidak sempat melarikan diri. Semua dimasukkan ke dalam sebuah truk tertutup.

Truk ini melaju ke tempat yang tidak diketahui oleh Uyan. Seandainyapun bisa melihat keluar, ia tetap tidak akan bisa tahu ke arah mana truk membawanya. Anak ini sangat ketakutan, apalagi ketika teringat cerita menakutkan tentang orang-orang yang menangkap anak jalanan. Katanya kalau sudah tertangkap, tidak ada yang bisa kembali, tidak tahu entah dibawa ke mana. Seseorang pernah berkata, anak jalanan yang tertangkap akan dibuang ketempat yang sangat jauh.

Perjalanan truk ini pasti sangat jauh, ia bisa merasakannya. Akhirnya truk ini terasa melambat setelah memasuki sebuah belokan, bahkan akhirnya berhenti. Mereka telah sampai ke suatu tempat, tempat yang tidak dikenalnya. Begitu bagian belakang truk terbuka, seseorang dengan lembut menyuruh mereka semua keluar.

Begitu turun, setiap anak mendapat minuman. Lalu anak laki-laki dipisahkan dari anak perempuan. Yang perempuan disuruh mengikuti dua orang wanita ke sebuah bangunan, sedangkan Uyan dan kawan-kawannya disuruh mengikuti tiga orang pria ke sebuah bangunan juga, ternyata tempat untuk mandi. Setiap anak menerima sepasang pakaian baru yang bersih begitu selesai mandi.

"Semua berkumpul ke bangunan itu," kata seorang bapak sambil menunjuk bangunan besar di dekat tempat mereka mandi. Bangunan ini isinya meja-meja panjang penuh dengan piring dan makanan. Anak ini makin heran dan entah mengapa malah makin ketakutan.

Sesudah makan mereka disuruh keluar lagi, anak laki-laki dan wanita kembali dipisahkan, kali ini anak laki-laki digiring ke sebuah bangunan. Anak perempuan juga digiring menuju bangunan di depannya. Kedua bangunan dipisahkan oleh sebuah tanah lapang. Setiap empat anak disuruh memasuki sebuah kamar. Uyan dan tiga anak lain disuruh masuk ke sebuah kamar dengan tempat tidur susun, kamar yang tampak bersih.

"Kalian tidur disini," kata bapak yang menyuruh mereka masuk. Lalu berkata kepada Uyan, "kamu tidur di atas sini," mungkin karena Uyanlah yang paling kecil di antara ketiga temannya.

Hari belum begitu malam, tetapi Uyan dan teman-temannya tidak punya pilihan, mereka harus tidur. Uyan tidak mengantuk, tetapi entah mengapa langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal yang empuk. Untuk pertama kalinya ia tidur di atas tempat tidur empuk dan bersih.

Ia terbangun begitu mendengar bunyi keras didalam kamar, seperti sirine mobil polisi. Lalu terdengar suara dari kotak hitam di salah satu ujung langit-langit kamar. Suara yang menyuruh mereka keluar dan berkumpul di lapangan yang memisahkan tempat anak laki-laki dengan anak perempuan.

Setelah mandi dan makan, sarapan yang membuat perut Uyan sakit, karena tidak terbiasa sarapan pagi, beberapa pria mengantar mereka ke sebuah bangunan lain lagi. Bangunan dengan sebuah ruangan yang sangat besar. Sudah banyak anak berkumpul di dalamnya, anak-anak yang tidak dikenal oleh Uyan. Menurutnya jumlahnya sekitar jumlah anak di limapuluh perempatan yang ada lampu merahnya. Semuanya memakai pakaian sama, kaos dengan tulisan yang tidak bisa dibacanya.

"Jangan takut, kami mengumpulkan kalian di sini bukan untuk menghukum kalian. Kami mengumpulkan kalian demi masa depan kalian sendiri," kata seorang pria yang duduk di meja menghadap ke arah mereka. Pria ini tampak baik dan penuh belas kasihan, jenis orang yang sangat disukai oleh Uyan.

"Kami akan mendidik kalian menjadi orang-orang yang berguna bagi masyarakat," lanjutnya dengan penuh semangat, "kami akan mendidik kalian supaya tidak menjadi sampah masyarakat lagi."

Uyan tidak mampu mengerti perkataan orang ini, pikirannya melayang ke persimpangan dimana ia seharusnya mencari uang. Juga teringat orang tuanya. Saat ini mereka mungkin masih belum tahu penangkapan itu. Mereka baru mulai mencarinya kalau ia tidak muncul di pondok selama beberapa minggu. Seandainya mereka sudah mendengarnya, ia berharap mereka tidak terlalu cemas.

Menurutnya, bapak ini sudah berbicara sekitar duapuluh kali lampu merah berganti ketika pantatnya mulai terasa sakit. Ia tidak tahan duduk diam seperti ini, benar-benar membosankan. Apalagi tidak bisa berbuat apa-apa, beberapa orang mengawasi mereka. Bapak ini terus berbicara tentang sesuatu yang tidak dimengertinya, tanpa peduli dengan anak-anak yang sedang ketakutan, takut karena belum mengerti.

Uyan tahu banyak orang yang baik dan mengasihi dia. Ia juga tahu orang-orang di tempat ini juga baik, tetapi ia merasa takut. Ia sudah sudah terbiasa dengan orang-orang yang menolong tanpa ikatan. Ia sudah terbiasa dengan orang-orang yang pergi begitu saja setelah menolongnya. Ia sekarang ketakutan karena orang-orang baik ini berbicara tentang hal-hal yang tidak dipahaminya.

Akhirnya bapak ini selesai berbicara, lalu anak-anak dibawa ke sebuah bangunan yang penuh dengan mesin dan potongan kayu. Anak-anak dipisahkan ke dalam beberapa kelompok. Kelompok Uyan disuruh berkumpul didekat seorang bapak yang sedang merekatkan potongan kayu. Setelah beberapa saat, potongan-potongan itu menjadi sebuah mobil mainan.

Seorang bapak berkata, "Kalian akan diajarkan supaya bisa melakukan hal seperti ini, juga ketrampilan lainnya."

Selama beberapa hari berikutnya, anak-anak ini bekerja di bangunan yang ternyata bernama bengkel. Kadang-kadang mereka juga disuruh masuk ke sebuah bangunan yang ada papan putih di depannya. Seorang bapak mencoret-coret papan itu, lalu menyuruh mereka menulis garis-garis-garis aneh seperti itu. "lihat ke papan tulis", "tulis ke buku kalian", membuat Uyan tahu papan putih itu namanya papan tulis, benda di tangannya bernama buku tulis.

Setelah beberapa minggu ia mulai bosan. Sudah tahu nama hari, jam, cara membuat mainan dari kayu, tidak membuatnya merasa nyaman. Ia sudah belajar banyak hal, tetapi malah merasa bosan. Bosan duduk berjam-jam membuat mainan, bosan mencoret-coret buku tulis, bosan mengingat bentuk corat-coret itu. Bosan mendengar orang lain berbicara panjang lebar. Ia merindukan suasana ketika berlarian setiap kali lampu merah menyala lalu menyingkir begitu lampu hijau menyala.

Makan teratur, disiplin kerja, tidur teratur, sudah menjadi kata yang akrab di telinganya. Tetapi rasanya lebih enak makan kalau sudah dapat uang. Lebih enak tidur di emperan stasion, bisa tidur kalau sudah mengantuk. Lebih enak menonton polisi mengejar orang yang tidak pakai helm daripada menulis huruf-huruf aneh. Kebosanan membuatnya merindukan pandangan orang-orang yang mengasihi mereka, orang-orang yang nemberi uang lalu pergi.

Suatu hari, ia menemukan banyak tutup botol di sebuah bak sampah. Diam-diam ia mengambil dan menyembunyikannya di kamar -- dibawah lemari. Tidak akan ada yang menemukannya di situ. Juga mengambil beberapa paku kecil serta sepotong kayu sebesar baterei dari bengkel. Diam-diam, ketika tidak ada orang di kamar, ia memaku tutup botolnya di sepanjang kayu ini. Bagian pertama rencananya selesai, ketika alat buatannya bisa mengeluarkan bunyi setiap kali dipukul.

Beberapa hari kemudian ia mendapat kesempatan melarikan diri. Ketika teman-temanya sudah tidur, diam-diam ia keluar kamar, lalu memanjat tembok, tidak sampai seperempat jam ia sudah menjadi orang bebas. Dalam hati ia berkata, "aku punya cerita yang bagus untuk diceritakan kepada teman-teman."

Ia tidak tahu berada dimana sekarang -- tidak masalah. Sudah sering orang tuanya membawanya berpindah-pindah. Yang harus dilakukannya hanyalah mencari tempat perhentian bis, lalu naik sambil memukul-mulul tutup botolnya.

Sekarang ia hanya perlu berjalan mengikuti arah bis yang lewat, pasti ada tempat perhentian bis beberapa kilometer lagi. Lalu tidur begitu sampai, besok pagi baru naik -- tidak perduli naik kemana. Masih banyak orang yang penuh belas kasihan.

Ia tidak tahu berada di kota apa sekarang, tidak tahu orang tuanya di mana. Mereka telah mengajarkannya mencari makan dan hidup, semoga mereka tidak terlalu mengkhawatirkannya. Ia akan mencari mereka nanti, tidak sekarang. Saat ini ia harus pergi sejauh-jauhnya dulu.

Uyan sama sekali tidak mengantuk, ia telah belajar tentang jam, sehingga tahu telah berjalan selama berjam-jam ketika akhirnya menemukan tempat perhentian bis. Seseorang sedang tidur di situ, pasti orang gila karena membawa buntalan pakaian -- tidak apa-apa. Ia membaringkan diri agak jauh dari orang gila itu, lalu tertidur.

***

Besok ia akan pergi ke suatu tempat yang tidak diketahuinya -- tidak apa-apa, masih banyak orang yang mengasihi anak jalanan. Ia cuma tinggal memukul-mukul tutup botolnya di sebuah persimpangan, persimpangan yang ada lampu merahnya.

Ia baru akan berhenti menjadi anak jalanan kalau sudah tidak ada lagi orang yang punya belas kasihan. Ya, ia baru akan berhenti menjadi anak jalanan kalau orang-orang yang memberi uang lalu pergi itu sudah tidak ada lagi.

Kalau mereka masih ada, ia akan tetap menjadi anak jalanan, lalu menjadi bapak jalanan, lalu kemudian menjadi kakek jalanan.

clif's picture

Ada orang yang tidak peduli

Ada orang yang tidak peduli kepada anak-anak bernasib buruk, tidak mau memberi seratus rupiah yang tidak ada arti baginya, tetapi karena malu dianggap pelit lalu membuat alasan: memberi kepada anak jalanan itu tidak mendidik. Lalu kalau tidak diberi, mereka makan apa? Membiarkan mereka menjadi pencuri?
garamdunia's picture

Sahabat Anak

Bagi yang serius untuk menolong anak jalanan (yaitu, setiap pengikut Tuhan, Ulangan 10:18) tetapi tidak tahu caranya, karena kita tahu memberi 'cepek'an saja tidakĀ efektif, ada komunitas kristen yang telah bekerja keras dalam hal ini. Kita hanya tinggal menikmati hasil kerja keras buah mereka dengan membantunya dengan:

  1. Doa. Bantuan yang sangat perlu, karena ini pekerjaan Tuhan
  2. Daya. Punya waktu luang, mungkin ingin membantu mereka dengan tangan dan kaki anda sendiri?
  3. Dana. Diberkati oleh Tuhan secara finansial? Kita diberkati untuk menjadi berkat.

Lihat situs mereka di:

http://www.sahabatanak.com

Lengkap dengan rekening bank, dan berbagai cara efektif lainnya untuk menolong anak jalanan ini (tidak sekedar memberi cepek). Sayangnya, hanya untuk kawasan Jakarta saat ini

erick's picture

Bersama Anak Jalanan.

Anak adalah anak. Seluruh aktifitas mereka terpusat dalam kata yang kita kenal dengan main. Mereka bisa melakukan segala sesuatu dengan bermain. Keberadaan anak jalanan di Jakarta begitu memprihatinkan. Jika anak berusia dibawah 12 tahun dapat hidup mandiri dijalanan, ini hal biasa. Bahkan mereka dapat bantu emak untuk beli minyak tanah. Kebebasan hidup di jalanan sesungguhnya memiliki peraturan keras dimana hanya mereka yang tahu. Jadwal hidup mereka tertata sebegitu alamiah. Mereka tahu sekolah. Mereka mau sekolah. Tetapi mereka mati kebosanan duduk tanpa aktifitas (main). Kemarin malam saya melakukan aktifitas (main) dengan mereka. Hasilnya: Mereka memberikan saya banyak maaf (krn terlambat), mereka memberikan saya banyak senyum, mereka memberikan saya banyak pose, dan ternyata mereka sangat suka difoto!! Saya bahagia sekali kemarin malam beraktifitas (main) dengan mereka. Ps. Beri mereka aktifitas, bukan uang receh. Setuju???
__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Bin Nun's picture

Saya dulu anak jalanan

Tulisan anak Patirsa... hampir semuanya itu adalah betul adanya... kecuali di saat mereka disuruh turun dari mobil dan ada suara lembut... kejadiannya tidak demikian... mereka kerap kali dikasari dan untuk keluar dari panti itu "orangtua" mereka harus menebus anaknya sebesar 20-50 rb satu anaknya... itulah mengapa saya tidak begitu suka dengan satpol-pp, hingga kasus terakhir dimana ada anak jalanan dipukuli sampai mati pun sampai sekarang belum jelas bagaimana tindak lanjutannya... tahun 99 saya kuliah sambil mengamen... saya sedikit bisa main gitar, hanya tiga kunci... A D E jadilah saya membawa lagu-lagu rohani anak-anak di atas bus kota... mungkin nanti saya akan cerita lebih banyak tentang kehidupan di jalanan ini...saran saya kalau anda ingin membantu... jangan kasih cepek... susah ngitungnya hahaha... kasih saja 500 atau seribu... mereka pasti lebih senang... Oh..iya... mereka juga sering makan lho di mcD Plaza Sentral di samping Atma Jaya... sambil nonton tv di situ... jika anda berkata jangan diberi uang... anda keliru... tapi walaupun anda tidak memberi... masih ada ALLAH BAPA yang memelihara mereka... HIDUP PROLETAR! BIG GBU!
anakpatirsa's picture

Hanya Laporan Satu Pihak

Ada teman yang bertanya, apakah saya pernah terlibat dalam pelayanan anak jalanan? Tidak pernah! Saya tidak tahu kehidupan mereka, tetapi saya mendengar cerita kehidupan mereka. Saya hanya menulis sebuah cerita, dalam bagian kehidupan anak jalanan saya punya data yang lumayan akurat. Tetapi tidak punya data yang seratus persen bisa dipercaya tentang apa yang terjadi pada waktu penangkapan, karena hanya berupa laporan satu pihak. Yaitu dari pihak yang melakukan penangkapan. Terima kasih atas koreksinya. Saya mendapat tambahan pelajaran, jangan mempercayai data hanya dari satu pihak. Saya berharap Anda menceritakan kehidupan anak jalanan, Anda pernah mengalaminya. Cerita yang dialami sendiri biasanya lebih hidup daripada cerita yang dikhayalkan sendiri. Ada detil-detil yang tidak bisa dilihat oleh orang yang tidak mengalaminya sendiri.
pyokonna's picture

anting2 emas

pengalaman menarik saya alami dengan anak jalanan yang berada lg minta2 di perempatan lampu merah. Pada saat itu saya sedang memboncengkan teman saya, kemudian ada seorang pengamen wanita mendekat dan mulai menyanyikan sebuah lagu, teman saya menolak memberi uang, pdhal klo dilihat penampilannya nampak sangat lusuh. Saya bilang pada teman saya, "ko ga dikasih duit Wik?" dengan enteng teman saya bilang "Dia (pengamen) pake anting2 emas"
__________________

We can do no great things; only small things with great love -- Mother Theresa

hai hai's picture

Teman-teman Bilang Saya Sadis

Teman-teman bilang saya sadis karena saya tidak pernah memberi uang kepada para pengamen di lampu merah, bahkan tidak pernah merasa kasihan kepada mereka. Istriku sering menyatakan rasa kasihannya ketika melihat ada pengamen atau pengemis yang tertidur di siang bolong. Menurut saya, para pengamen tersebut hidup lebih bahagia di banding saya. Menurut saya, memberi mereka uang adalah menyelesaikan masalah dengan masalah. Saya memahami kehidupan para pengamen dan pengemis tersebut, karena saya sudah melihat kehidupan mereka, hidup bersama mereka. Menurutku, satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah pengamen dan pengemis di lampu merah adalah dengan sepakat tidak memberi mereka uang sama sekali.
__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Raissa Eka Fedora's picture

Setuju

Benar sekali, saya setuju dengan hai hai. Memang benar, jalan yang terbaik hanyalah tidak memberikan uang sama sekali. Mereka harus belajar untuk mengkaryakan dan memanfaatkan bahan-bahan di sekitarnya untuk dijadikan uang (dijual). Dengan demikian, mereka belajar kreatif dan aktif, bukan sekedar menyodorkan tangan minta belas kasihan. Makin lama, mereka tidak akan kreatif dan cenderung malas. Solusinya? Di sekolah saya sekarang ini memiliki banyak rumah singgah untuk anak-anak jalanan. Mereka diajarkan berkreasi, dibantu sembako, dan yang terpenting, mereka diajarkan tentang Tuhan dan pelayanan. Buka situsnya aja di http://www.love-mahanaim.or.id, di sana dijelaskan rinci mengenai anak-anak seperti itu. Ini cuma salah satu solusi untuk anak jalanan. Tapi kendalanya, Rumah Singgah ini ada di Bekasi.

Salam kasih,

Raissa

__________________

Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-