Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mati Ketawa ala Penyintas Gempa (3)

Purnawan Kristanto's picture

  7. Lebih Baik Punya Mereka

Pada masa tanggap darurat setelah gempa di Jogja dan Klaten, kami menembus daerah-daerah terpencil yang belum mendapat bantuan dari pihak lain. Salah satu wilayah yang susah dijangkau adalah kecamatan Gedangsari, Gunungkidul.  Medannya sangat sulit karena harus mendaki perbukitan kapur yang terjal. Alat transportasi yang paling tepat umtuk wilayah ini adalah dengan sepeda motor. Mobil tidak dapat menjangkau ke sana karena satu-satunya jembata yang menuju ke desa itu rusak parah karena gempa.

Saya sebenarnya agak trauma berkendara ke wilayah itu, karena dulu saya pernah terjatuh hingga tak sadarkan diri di sana.

Namun dengan meminta pertolongan Tuhan, kami akhirnya dapat menembus daerah itu.  Saat bertemu dengan warga di sana, kami meminta bantuan mereka untuk mengangkut bantuan logistik dari posko kami. Mereka menyambut dengan antusias dan segera mengeluarkan beberapa sepeda motor dari dalam rumah.

Melihat sepeda motor mereka, kami sempat terpana sejenak. “Busyet! Sepeda motor mereka lebih bagus daripada milik kami” demikian batin saya.  Usia sepeda motor itu pun juga lebih muda.

Tetua di kampung itu sepertinya bisa menebak isi pikiran kami. “Alat transportasi paling tepat untuk desa kami adalah sepeda motor. Karena medan di sini sangat terjal, maka kami membutuhkan sepeda motor yang masih muda dan bertenaga. Kalau pakai sepeda motor tua, napasnya pasti habis untuk mendaki lereng bukit ini,” demikian katanya.

Saya hanya manggut-manggut saja. Ternyata memang benar. Selama beberapa hari kemudian, alat trasnprortasi mereka terbukti handal dalam menyelesaikan tugas kemanusiaan ini. 

 

8. Trauma Healing

Untuk memberi penguatan kerohanian pada penyintas gempa, pendeta Hosea (bukan nama sebenarnya) punya ide untuk mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani. Kebetulan dia menjadi aktivis sebuah Forum Kerjasama Gereja-gereja. Maka dia mengajukan gagasannya ke organisasi ini. Sedangkan untuk anggaran biayanya akan dipenuhi oleh Forum ini.Pada kenyataannya, rencana ini tidak berjalan mulus. 

Karena kurangnya koordinasi, panitia tidak dapat bekerja sama dengan baik. Padahal publikasi sudah disebar dan artis sudah diundang, yaitu Edo Kodolonggit. Waktu semakin mepet, tapi persiapan belum matang. Melihat hal tersebut, pemuda-pemuda di sebuah gereja (bukan gereja yang dilayani oleh pdt. Hosea) mengambil inisiatif untuk menyiapkan acara ini. Mereka bahkan mengeluarkan uang sendiri untuk menalangi biaya yang diperlukan.

Berkat kasih karunia Tuhan, acara tersebut berlangsung dengan lancar. Ada ratusan orang yang menghadiri acara ini.Rupanya Pdt. Hosea terkesan dengan kinerja pada pemuda gereja yang bekerja secara sigap dan efesien ini. Maka dia menghubungi salah satu majelis di gereja itu untuk menawarkan kerjasama lagi. Dia ingin mengadakan program pemulihan trauma (trauma healing) terhadap penyintas gempa.

Majelis gereja itu kemudian menyampaikan tawaran pdt. Hosea ini kepada para pemuda di gerejanya. 

Reaksi pertama yang ditunjukkan oleh para pemuda adalah tertawa ngakak. “Sebenarnya yang lebih membutuhkan pemulihan trauma adalah kami,” kata salah seorang pemuda.

“Maksudnya bagaimana?” tanya Majelis dengan heran.

“Kami, --para pemuda gereja--, sampai sekarang masih merasa trauma bekerja sama dengan pendeta Hosea itu,” lanjut sang pemuda.

 

© Purnawan Kristanto (relawan tim Gerakan Kemanusiaan Indonesia di Klaten)Penyintas=orang yang selamat dari musibah  

__________________

------------

Communicating good news in good ways