Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menanggapi Pujian

Puput Manis's picture

Menanggapi Pujian

Pujian adalah semacam bentuk dorongan. Pujian mendorong kita untuk berupaya lebih lagi. Dr. Stanley menjelaskan, bahwa ketika kita dipuji, hendaknya kita menerimanya dengan besar hati tanpa melupakan jasa orang-orang yang telah membantu kita. Pujian yang berlebihan bisa mencobai kita sehingga kita menjadi sombong dan mengandalkan diri sendiri. Kita tidak akan menjadi sombong selama kita secara tulus membelokkan pujian itu kepada yang patut menerimanya.

Semua orang senang dipuji dan diakui atas prestasinya. Itu normal. Akan tetapi bagi umat kristiani pujian justru bisa menjebak dimana jebakan paling berbahaya adalah kesombongan. Beberapa perkataan baik dari seseorang yang kita kagumi bisa membuat ego kita melambung. Ketika hal itu terjadi, kita bisa terjatuh. Dalam Amsal 8:13 dikatakan “Takut akan TUHAN (YHWH) ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat. “ Ya, Allah menentang orang yang sombong.

Jadi, apakah kita harus menolak pengakuan dari orang-orang di sekeliling kita? Tentu saja tidak. Nah, kita akan belajar bagaimana cara menerima pujian tanpa menjadi sombong.

Kita semua senang dipuji oleh seseorang yang memuji kita dengan tulus. Tapi kalau soal kritik kita tidak terlalu senang mendengarnya. Padahal seumur hidup kita akan mendengar kedua-duanya. Terkadang kita mendapatkan yang satu lebih banyak daripada yang lain. Namun kita harus belajar untuk hidup dengan kritik maupun pujian. Bayangkan, betapa hebat emosi yang ditimbulkannya. Kalau kita menanggapi kritik dengan benar, hal itu akan mengembangkan kepribadian kita. Kalau kita keliru menanggapinya, hal itu bisa menghancurkan kita. Demikian pula halnya dengan pujian. Kalau kita menanggapinya dengan benar, hal itu bisa menginspirasi dan memotivasi kita. Kalau kita keliru menanggapinya, hal itupun bisa menghancurkan kita.

Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak.
Amsal 15:22

Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.
Amsal 27:2

Kita mengakui bahwa kita tidak senang mendengar kritik, tapi pujian, kita senang mendengarkannya. Padahal justru kritik yang lebih bermanfaat bagi kita sendiri, apabila kita menanggapinya dengan benar. Sedangkan pujian yang lebih senang kita dengar, justru seringkali lebih menghancurkan. Sebab pujian bisa menjadikan kita terpusat kepada diri sendiri, sombong, congkak, merasa diri sudah memadai, sehingga kita pasti akan jatuh, seperti yang dikatakan dalam Amsal 16:18 ”Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”

Nah, bagaimana cara kita menanggapi kritik maupun pujian? Amsal 27:2 mengatakan ”Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri.” Banyak orang yang tidak sanggup menanggapi kritik dengan benar, namun banyak juga orang tidak sanggup menanggapi pujian dengan benar. Ketika seseorang mengatakan ”Bagus sekali hasil kerjamu!” dia mungkin akan mengatakan :”Bukan saya yang melakukannya, melainkan Tuhan. Saya sama sekali tidak berjasa,” seakan-akan mereka malu menerima pujian. Ada orang-orang yang citra dirinya begitu buruk (minder) sehingga merasa diri tidak layak, tidak berharga. Jadi ketika orang memuji mereka, hal itu terasa seperti menyindir. Salah satu alasan yang utama mereka bersikap demikian ialah : karena rasa bersalah. Mereka mengingat-ingat masa lalu mereka dan merasa diri tidak layak karena hal-hal yang pernah mereka lakukan, atau karena hal-hal yang pernah terjadi atas mereka, sehingga mereka tidak sanggup menerima ketika orang memuji mereka, meskipun pujian orang itu tulus. Ada sesuatu yang menghalangi mereka untuk menikmati pujian yang tulus.

Ada juga orang yang tidak bisa menerima bila dikritik, tetapi diapun tidak bisa menerima pujian. Akar penyebabnya bukanlah apa yang orang lain ucapkan atau tidak ucapkan, melainkan sesuatu yang terjadi di masa lalu mereka, yang entah mereka sangkal atau yang tidak mau mereka bereskan karena terlalu meyakitkan bagi mereka. Mereka menutupinya, menekannya, menganggapnya seolah-olah tak ada. Mereka tidak mau menghadapinya dan membereskannya.

Jadi kalau kita sendiri tidak bisa menerima kritik maupun pujian, kita perlu menanyakan kepada diri sendiri mengapa demikian. Ada apa sebenarnya dalam kehidupan kita?

Coba renungkan, apakah orang-orang yang mengritik atau memuji kita itu keliru? Apakah pujian mereka menekan kita? Apakah mereka salah kalau memberi kita nasehat atau mengekspresikan sesuatu? Apakah sebenarnya kehidupan ini? Kehidupan adalah tentang hubungan. Tentang berkomunikasi dengan sesama. Tentang kemampuan mendengarkan apa yang sesungguhnya disampaikan oleh seseorang. Bukan tentang apa yang ingin kita dengar. Bukan apa yang kita duga apa yang mereka maksudkan. Melainkan tentang apakah yang sesungguhnya dimaksudkan orang. Seringkali kita bahkan tidak mau menggunakan kesempatan dengan bergabung dalam suatu kumpulan orang banyak. Kita tidak tahu bagaimana seharusnya menanggapi kritik maupun pujian.

Seandainya seseorang mengatakan ”Penampilan kamu oke banget!” atau ”Good job, Bro!” atau ”Kelihatannya Allah sangat memberkati Anda dalam hal keuangan”, mereka bingung menanggapinya.

Banyak orang yang tidak sanggup menikmati hal-hal yang Allah ingin lakukan dalam kehidupan mereka. Kalau kita mau mencoba merenungkan, jelas Yesus sendiri memuji kita ketika kita berbuat benar, ketika kita tidak takluk terhadap godaan, ketika kita berhasil mengatasi tantangan. Bukan karena prestasi kita sendiri, melainkan karena Ia mengetahui bahwa dalam hati kita menyadari bahwa semuanya itu adalah karena Dia juga. Bahwa dalam hati kita menyadari bahwa Dialah yang hidup di dalam dan melalui kita. Allah itu Maha Tahu dan tidak akan dapat ditipu oleh siapapun. Allah mengetahui seandainya ada kesombongan di dalam hati kita. Ketika kita mengakui Dia dan menghormati Dia atas apa yang terjadi di dalam kehidupan kita. Kalau kita melaksanakan apapun panggilan kita dengan semampu kita, Allah sungguh berkenan kepada kita.

Sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api. (1 Korintus 3:13-15)

Sesungguhnya seseorang diuji oleh pujian yang ditujukan kepadanya.

Perhatikanlah bagaimana seseorang menanggapi pujian. Dr. Charles Stanley sendiri pernah memuji seseorang karena memang bangga akan hasil karyanya. Di samping itu beliau juga sering menemukan bahwa sebagian orang sering tidak sanggup menerima pujian. Bukannya pujian masuk ke dalam hati, tetapi malah masuk ke kepala mereka, sehingga segeralah kelihatan tingkah laku mereka yang menunjukkan bahwa mereka menginginkan pujian lebih banyak lagi. Mereka mulai hidup tergantung kepada pujian, dan ketika mereka tidak mendapatkannya, mereka berubah dan menjadi sinis.

Jadi kita perlu membedakan, bukan apa saja yang sebaiknya kita puji, melainkan juga seberapa jauh seseorang sanggup menangani pujian, sebab terkadang pujian justru menghancurkan seseorang karena tidak sanggup menanganinya. Bukannya masuk ke dalam hati mereka, tetapi pujian itu masuk ke dalam kepalanya (membuatnya jadi besar kepala), sehingga menghambat maksud dan renacana Alllah bagi kehidupannya.

Kolose 3:23-25 mengatakan :

Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang.

Bagaimana kita menanggapi kritik akan sama seperti kita akan menanggapi pujian. Demikian pula sebaliknya. Banyak orang senang akan pujian namun tidak suka dikritik. Ada juga orang yang waktu dipuji akan mengatakan ”Mereka hanya menyanjung saya. Mereka tidak tulus.” Kritik dan pujian ini akan terus kita hadapi seumur hidup kita, karena keduanya begitu erat hubungannya dengan segala aspek kehidupan kita. Di dalam keluarga, dalam bisnis, di antara teman, di tempat kerja, penting sekali kita menanggapi kritik maupun pujian dengan bijaksana. Darimana pun sumbernya, ketika kita dikritik dan kita tersinggung, kita jangan langsung menolaknya, melainkan tanyakan kepada diri sendiri ”Apa memang saya perlu mendengar hal ini?” Ingat, seringkali hal yang paling meyakitkan itulah yang paling bermanfaat.

Kalau kita dipuji, darimana pun sumbernya, hendaklah kita menanggapinya dengan ”Makasih ya buat pujianmu,” sambil tersenyum. Itu saja. Kita tidak perlu berusaha menjelaskan lebih jauh. Ketika seseorang mengatakan ”Penampilan kamu oke banget!”, jawab saja ”Makasiih.. Aku senang mendengar pujian kamu”. Itu saja. Terima saja dan nikmati dengan senyum manis tanpa perlu menjelaskan apa-apa. Tidak perlu mengatakan ”Tentu saja! Kamu tahu ga, aku udah upayakan ini mati-matian”, sebab sesungguhnya tidak orangpun menunggu penjelasan kita.

Ketika seseorang mengatakan ”Bagus sekali hasil kerja Anda. Saya bangga sekali”, kita tinggal menjawab ”Terima kasih.” Orang tidak akan mengharapkan penjelasan kita, sebab ia sudah tahu sendiri. Ia memuji kita karena dia sudah menyadari dan memang menyukai hasil kerja kita. Itu saja.

Selain itu, ketika kita dipuji, tanyakan juga apa yang memotivasi orang itu untuk memuji saya seperti ini. Kadang-kadang seseorang yang memuji, mengekspresikan sesuatu yang terjadi dalam kehidupan mereka sendiri. Entah kegagalan atau sesuatu yang mereka pelajari dengan memperhatikan kita. Jadi tanyakan saja dalam hati apa yang membuat orang itu melihat hal ini dalam kehidupan saya. Maka kita akan mulai dapat membedakan cara berpikir orang dan mengapa mereka berpikir demikian.

Respons lain yang juga penting adalah begini : Ketika seseorang mengatakan kepada kita : ”Saya sungguh diberkati membaca tulisan Anda”, kita sebaiknya menjawab ”Terima kasih. Saya bersyukur bila tulisan saya memberkati Anda.” Sesungguhnya kalau direnungkan, kehidupan kristiani adalah tentang memberi dan menerima. Dengan memberikan diri, mengekspresikan pemikiran kita, mengekpresikan perasaan kita, mengekspresikan kasih kita, mengekspresikan rasa terima kasih kita, mengekspresikan kepedulian kita, maka kehidupan kita menjadi berarti. Orang yang hanya menuntut tidak akan pernah memahami apa kasih itu. Orang yang tidak berkomunikasi, tidak mengasihi. Orang yang tidak sanggup menerima kritik, atau memberikan kritik dengan cara yang benar, tidak akan mengalami kasih sejati dalam kehidupannya.

Terakhir, respons yang paling benar terhadap pujian orang adalah mengarahkannya ke tempat yang layak menerimanya. Maksudnya begini, ketika seseorang memuji kita, salah satu respons paling bijaksana adalah langsung berkata dalam hati ”Oh Tuhan, terimakasih!”. Itulah yang dimaksud dengan membelokkannya ke tempat yang patut menerimanya. Cukup dalam hati, mengakui apapun yang baru kita dengar dan nikmati itu sebagai berkat dari Allah. Maka kita tidak akan pernah menjadi sombong selama kita dengan tulus membelokkan pujian itu kepada yang pantas menerimanya. Siapapun kita, apapun pekerjaan kita, kita tidak akan terlalu berhasil dengan kekuatan sendiri. Kita selalu memerlukan orang lain.

Entah di dalam keluarga, bisnis, di tempat kerja, respons yang bijaksana terhadap pujian adalah menerimanya, mengucapkan terimakasih, merenungkan apa yang membuat orang tersebut memujinya, membelokkan pujian tersebut kepada yang patut menerimanya, dan merayakannya bersama semua orang yang turut berjasa. Ketika kita sanggup menerima pujian, menikmatinya, dan memberikannya juga kepada yang pantas menerimanya, termasuk orang-orang yang turut berjasa, entah suami kita, istri kita, anak-anak kita, orangtua kita, orang-orang dengan siapa kita bekerja, kita menerima pujian dengan cara yang benar.

Kesimpulannya, saat kita menerima pujian, ucapkanlah :

”Terimakasih. Saya senang sekali mendengar pujian Anda. Anda sungguh membesarkan hati saya, dan saya sungguh bersyukur kepada Tuhan atas jasa semua orang yang telah memberdayakan saya, serta membantu saya dalam hal ini.”

Dan jangan lupa kita juga berdoa dalam hati :

”Tuhan, kami mengasihi-Mu dan kami memuji-Mu, dan bersyukur kepada-Mu serta mengakui bahwa tanpa-Mu kami tidak akan mendapatkan satu hembusan nafas pun, tidak akan mempunyai satu tetes darahpun. Tanpa kasih karunia-Mu, kami tidak akan mempunyai enerji sedikitpun. Sesungguhnya kami tidak mempunyai apa-apa tanpa-Mu. Segalanya adalah berkat-Mu semata. Sebab itu kami bersyukur kepada-Mu, dan biarlah nama-Mu juga yang dimuliakan. Kami berdoa agar Engkau menunjukkan kepada kami bagaimana caranya berhubungan dengan sesama, bagaimana cara mengasihi mereka, menerima kasih dari mereka, bagaimana cara memberikan motivasi dan dorongan kepada mereka untuk lebih maju dalam bidang apapun yang membutuhkan perbaikan. Kami juga berdoa agar kami sanggup menerima pujian dan merayakannya bersama semua orang yang turut berjasa, dan terutama agar kami tidak lupa mengucapkan dalam hati ’Terimakasih, Bapa.’ Dalam nama Yesus. Amin.”

Semua itu akan menghindarkan kita dari perangkap kesombongan saat orang lain memuji kita.

Sumber :
Pengajaran Dr. Charles Stanley yang dibacakan di radio Sasando Jogjakarta, tanggal 30 Januari 2008 pukul 05.00.

__________________

Salam Hangat Dalam Kasih-Nya,

DAN-DAN's picture

RADIO SASANDO...

Anda penggemar RADIO SASANDO ya?

 

DAN-DAN

 

saya suka bebek panggang...

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...