Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menetapkan (Gali Kata Alkitab dalam Tinjauan Tulisan Ibrani Kuno)

Hery Setyo Adi's picture

Padanan kata “menetapkan” dalam bahasa Ibrani adalah kun (disusun dari huruf-huruf konsonan dan tanda bunyi hidup: Kaf Dagesh Lene-Sureq-Nun). Kata kun tersebut diturunkan dari akar-kata induk KN (kaf-Nun). Dalam tulisan-gambar (piktograf) Ibrani kuno, huruf Kaf adalah gambar telapak tangan terbuka, sedangkan huruf Nun adalah sebuah gambar benih. Gabungan dua gambar tersebut berarti “pembukaan benih.”

Benih yang disemaikan akan membuka (membelah) diri. Dari benih ini muncullah akar dan calon batang. Nantinya, akar ini akan menerobos ke dalam tanah. Akar akan mengikat tanaman itu dengan tanah yang menjadi tempat bertumbuh. Benih tersebut juga memunculkan calon bantang yang keluar ke atas permukaan tanah. Jika akarnya tumbuh dengan baik dengan cukup makanan, maka tanaman itu akan tumbuh dengan baik pula. Pada waktunya benih yang kecil itu akan menjadi sebuah pohon yang besar dan tinggi. Pohon yang tinggi hanya dapat berdiri tegak dan kuat karena ditopang oleh akar yang kuat.

Di sekitar rumah tinggal saya ada beberapa pohon pinus yang berumur lebih dari lima belas tahun. Tinggi pohon tersebut mencapai lebih dari 15 meter dan besarnya kurang lebih sebesar batang pohon kelapa. Pada waktu terjadi gempa atau pun angin besar, pohon itu tidak roboh. Padahal, sebagai pembanding,  ada pagar tembok yang tingginya tiga meter saja sebagian roboh.

Mengapa tembok itu roboh sedangkan pohon pinus tersebut tidak roboh? Saya kira, pagar  tembok tersebut tidak memiliki konstruksi yang mengikat dengan kuat sesuai kebutuhan untuk menopangnya. Lain halnya dengan pohon pinus tersebut. Ia memiliki akar yang kuat. Akar itu hidup dan terus menembus jauh ke dalam tanah. Akar itulah yang mengikat dengan kuat pohon itu, sehingga ia dapat menopang beban berat terhadap batang yang besar dan tinggi itu.

Kata “menetapkan” berarti menempatkan sesuatu dengan kuat di tempatnya. Sesuatu yang sudah ditetapkan tidak dengan mudah tergeser, apalagi tercerabut dari akarnya. Seperti benih yang terbuka, akar tumbuh darinya untuk menembus tanah dan tanaman tumbuh membentuk batang ke atas. Sekalipun batang menjadi besar dan tinggi, tapi ditopang akar yang kuat, tanaman yang berbatang besar dan tinggi itu pun tidak roboh.

Tuhan “Menetapkan” Langkah Orang Benar

Mazmur 37:23 menyatakan bahwa Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepadaNya. Kemudian, pemazmur, yaitu Daud, mempertegas lagi dalam ayat 24, bahwa apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.

Kata “langkah” di atas berati pula pijakan. Jadi Tuhan “menetapkan” langkah-langkah orang benar berarti bahwa Tuhan menempatkan pijakan-pijakan yang kuat yang telah disediakan bagi orang benar. Kakinya melangkah atau memijak di pijakan yang kuat yang telah disediakan oleh Tuhan, sehingga ia tidak goyah. Apakah pijakan yang kuat yang telah disediakan Tuhan itu? Pijakan yang kuat itu tidak lain adalah Taurat Tuhan. Ayat 31 menyatakan bahwa Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah. 

Jika kaki orang benar melangkah di pijakan yang kuat, yaitu firman Tuhan, ditambah tangannya ditopang oleh Tuhan, maka masuk akal, kalau ia jatuh tidak sampai tergeletak.

Implikasi

Saya banyak  memiliki kesempatan berbicara dengan orang-orang yang bermasalah dalam hidupnya. Suatu kali saya bertelepon dengan seorang nona dari Jawa Tengah. Selama beberapa tahun terakhir ini ia tidak memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan. Ia tidak mau ke gereja lagi. Ia pun tidak membaca Alkitab dan berdoa. Pelayanan-pelayanan yang pernah menjadi aktifitasnya juga sudah ditinggalkannya. Hal apakah yang membuatnya mengundurkan diri dan lari dari Tuhan? Ia katakan, bahwa segala sesuatu yang ia lakukan, baik di dalam Tuhan maupun di luar Tuhan, tidak ada dampaknya dalam hidupnya. Kesempatan itu adalah kesempatan pertama saya bercakap-cakap dengan dia. Dia tidak membicarakan masalahnya.

Saya mengajaknya berdoa. Saya minta ia menyampaikan segala sesuatu yang dialaminya itu dan juga kekecewaannya kepada Tuhan. Lalu, saya memintanya juga untuk menanyakan kepada Tuhan dalam doa itu: “Apakah kebutuhan dan masalah saya yang sebenarnya, Tuhan?” Saya mendoakannya agar ia dapat menangkap hati dan pikiran Tuhan. Saya juga memintanya agar ia mendoakan hal yang sama.

Setelah berdoa ia bercerita, bahwa ia harus bersandar pada Firman Tuhan di dalam hidupnya. Ia diteguhkan bahwa segala masalah yang terjadi di dalam hidupnya harus diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Hal buruk atau pun hal baik membawa sesuatu yang baik dalam dirinya, sebab Tuhan punya agenda dalam hidupnya. Rupanya, ia salah memahami Tuhan dan firmanNya.

Hari berikutnya ia bertelepon dengan saya. Ia menyampaikan komitmennya untuk setia kepada Tuhan. Alkitab yang sudah lama dibiarkan tanpa disentuhnya, ia mulai membuka dan merenungkannya. “Apa pun yang terjadi dalam hidup saya, saya harus bersandar kepada Tuhan,” tegasnya.

Mari, kita memijakkan kaki-kaki kita di pijakan-pijakan yang kuat, yaitu firman Tuhan. Sekalipun hidup kita mengalami badai, kita tidak goyah. Seperti halnya sebuah pohon yang tinggi dan besar  tidak akan roboh karena ditunjang akar yang kuat, demikian juga langkah-langkah kita tidak akan goyah karena berpijak dan berakar di dalam Dia. 

Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur (Kolose 2:7).

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan rujukan dari berbagai sumber)