Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Miryang: Ketika Iman Bertemu Realita

Indonesia-saram's picture

Spoiler: Highlight to view

Kalau Anda penggemar film Korea, sesekali Anda mungkin akan menemukan penggunaan simbol-simbol maupun dialog-dialog Kristen pada sejumlah film. Dalam ”Beautiful Sunday”, misalnya, Detektif Kang digambarkan berdoa sambil mabuk di tengah hujan di hadapan figur Bunda Maria. Dalam film ”Jail Breakers”, karakter yang diperankan oleh Cha Seung-won menuturkan bagaimana ia menerima Kristus sebagai Juru Selamat pribadinya.

Namun, kita agak sulit menyebutkan film-film itu sebagai film yang bertema religius Kristen. Sebab daripada mengisahkan perihal kekristenan, film-film tersebut lebih banyak berbicara soal kondisi psikologis (”Beautiful Sunday”) dan upaya mendapatkan kebebasan (”Jail Breakers”). Tentu terlepas dari simbol-simbol yang digunakan dalam film-film tersebut.

Maka muncul pertanyaan, adakah film Korea yang menggambarkan pergumulan iman Kristen masyarakatnya? Pertanyaan ini rasanya sah-sah saja muncul. Pertama, sebagai salah satu negara dengan jumlah orang Kristen terbesar di Asia (bahkan dunia; konon di Seoul saja ada sekitar 7.000 gereja!), wajar kalau kita berharap menyaksikan film Kristen yang digarap oleh sineas Korea. Kedua, menurut saya, film yang mengisahkan kekristenan Korea, tidak hanya akan membantu kita memahami bagaimana keadaan kekristenan di Korea, tetapi juga memperkaya khazanah-film bertema religius lain, misalnya ”Spring, Summer, Fall, Winter, ... and Spring” garapan Kim Ki-duk.

”Miryang” mungkin menjadi salah satu film yang mengangkat tema kekristenan secara eksplisit. Film ini menggambarkan bagaimana seseorang yang bertobat, terlibat dalam pelayanan, kemudian berbalik menyangkali pertobatannya karena tragedi hidup yang ia hadapi. Pola seperti ini rasanya tidak terlalu asing bagi kita. Terutama ketika kekristenan dianggap sekadar pemenuhan kebutuhan dengan Tuhan sekadar penyedia keinginan manusia inginkan.

Dikisahkan seorang wanita, Lee Shin-ae bersama putranya, pindah ke kota kecil bernama Miryang, sebuah kota kecil di di wilayah Gyeongsangbuk-do, sebelah barat daya kota Busan. Kota ini merupakan kota kelahiran suaminya. Di sini pula ia berkenalan dengan Kim Jong-chan, seorang ”bujang lapuk” yang membuka usaha bengkel mobil. Belakangan, Jong-chan menyukai Shin-ae dan melakukan banyak hal untuk membantu Shin-ae, meskipun keberadaannya sering kali dianggap mengganggu oleh Shin-ae.

Kepindahan Shin-ae dan putra semata wayangnya ini tampaknya merupakan semacam pelarian. Dalam percakapan malam hari dengan adiknya yang datang dari Seoul, perihal pelarian diri ini tampak dengan jelas ketika ia mengatakan betapa ia membenci Seoul dan lebih senang dengan kota kecil yang menjadi tempat tinggalnya saat ini karena dengan demikian, tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Di sini tidak disebutkan secara jelas apa yang menyebabkan pelariannya kecuali kemungkinan perselingkuhan sang suami yang menyebabkan banyak orang menggunjingkannya sampai membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Namun, ia berkeras pada sang adik bahwa dirinya sama sekali tidak percaya gosip itu. Jika menerima anggapan Shin-ae terhadap suaminya, tampaknya sang suami memang meninggal daripada pergi meninggalkan Lee dan anaknya dengan wanita lain. Kemungkinan lain, sebelum meninggal, suaminya digosipkan selingkuh dengan wanita lain.

Ada beberapa hal yang menarik dari film ini. Pertama, pertobatan Shin-ae muncul tidak lama setelah anaknya dibunuh oleh supir yang sehari-harinya menjemput dan mengantar putra Shin-ae ke sekolah. Semula modus kejahatan berupa penculikan dengan penebusan sejumlah uang. Namun, malah berbuntut pada pembunuhan. Kemungkinan karena jumlah yang diminta (kita tidak pernah tahu berapa jumlah yang diminta, namun dari salah satu adegan kita melihat Shin-ae mengurangi jumlah uang tebusannya). Terguncang dengan kematian putra satu-satunya, kakinya membawa Shin-ae ke sebuah kebaktian. Shin-ae pun mendapat penghiburan dari pasangan penginjil yang sebelumnya memberikan Alkitab pada awal kepindahan Shin-ae ke Miryang. Ia mengalami pertobatan lalu mulai mengikuti berbagai persekutuan doa, rajin ikut kebaktian.

Kedua, pertobatan bisa berubah menjadi pengkhianatan. Di sini, kita diperhadapkan pada realita pengampunan. Shin-ae mengalami sulitnya mengampuni pembunuh putranya itu. Lalu ketika ia merasa sudah mengampuni, ia ingin menyatakan pengampunannya ini pada pembunuh putranya. Tidak disangka, pelayanan di penjara sudah mempertobatkan si pembunuh itu juga. Karena merasa Tuhan sudah mengambil alih hal yang harusnya ia kerjakan, Shin-ae berbalik dari iman Kristennya. Ia bahkan memusuhi Tuhan, melakukan sabotase pada acara KKR, bahkan menantang Tuhan dengan upaya membunuh dirinya sendiri. Ia juga berusaha menggoda suami dari tetangga yang sebelumnya memberikan Alkitab padanya.

Hal ketiga, keberadaan orang lain di sekitar kita sering dipakai Tuhan untuk menopang kita dalam keadaan terburuk sekalipun. Peran ini menurut saya dilakukan oleh Jong-chan. Meski dianggap menyebalkan karena terkesan selalu ikut campur, Jong-chan hampir selalu ada di samping Shin-ae. Karena menyukai Shin-ae, ia juga mulai ke gereja, tidak merokok, bahkan mengikuti kegiatan gereja. Namun, ia jugalah yang tetap mendampingi Shin-ae sampai akhir cerita.

Hal keempat, motivasi pertobatan yang tidak baik, takkan menyembunyikan sikap dasar seseorang. Sekali lagi, figur Jong-chan di sini mencerminkan hal tersebut. Ia menjadi seorang Kristen hanya di depan Shin-ae. Di belakang, ia sering mengumpat, juga diam-diam merokok. Dengan kata lain, untuk memenangkan hati Shin-ae ia pun ikut ke gereja.

”Miryang” digarap oleh salah seorang sutradara kenamaan Korea, Lee Chang-dong. Film ini merupakan film keempatnya. Tiga filmnya yang lain ialah”Green Fish” (1997), ”Peppermint Candy” (1999), dan ”Oasis” (2002). ”Miryang” juga menjadi film pertamanya setelah tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kebudayaan. Bagi Lee Chang-dong, menggambarkan sesuatu yang tidak mudah dilihat merupakan salah satu hal penting yang ingin ia kerjakan, dan iman merupakan salah satunya. Tidak heran, untuk tujuan penting ini, bintang film kenamaan pun turut dipanggil. Yang memerankan janda Shin-ae ialah Jeon Do-yeon, terkenal melalui film ”Happy End” (1999) dan ”You Are My Sunshine” (2005). Sementara sosok Kim Jong-chan diperankan oleh Song Kang-ho, yang juga bermain dalam ”The Host” (2006) dan ”The Show Must Go On” (2007).

Kalau kita cermati, film ini sendiri memang menyimpan makna yang dalam. Bisa saja kita mempertanyakan, pertobatan macam apa yang dialami Shin-ae? Atau, pembinaan macam apa yang diberikan gereja kepada Shin-ae sampai ia akhirnya membenci Tuhan? Lee Chang-dong sendiri mengakui bahwa ia menggambarkan kehidupan Kristen apa adanya sehingga pada beberapa bagian, film ini menggunakan pendekatan dokumenter.

Bagi Lee Chang-dong sendiri, film ini menekankan bahwa makna kehidupan itu tidak jauh dari tempat di mana kita berada, bukan di atas, melainkan di dalam kehidupan nyata kita. Hal ini digambarkan begitu kontras dalam film ini pada awal dan akhir cerita. Perhatikan bagian awal yang menyoroti langit yang luas, dengan bagian akhir yang menyorot ke tanah.

Film ini meraih sejumlah penghargaan. Dalam tahun 2007 saja, film ini meraih penghargaan Best Picture dan Best Director pada Korean Film Awards, dan Special Award pada Grand Bell Awards. Lalu pada tahun 2008, film ini meraih penghargaan Best Film dan Best Director pada Asian Film Awards. Penghargaan ini mungkin bisa menjadi pertanda bahwa film yang bertema kekristenan pun pantas mendapat penghargaan. Satu hal yang mungkin patut disayangkan, film ini belum dihadirkan secara resmi di Indonesia.

 

__________________

_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.

Yenti's picture

Iman, realita, masalah, pertobatan dan motivasi

- Iman harus diterapkan dalam realita hidup yang nyata dalam perbuatan, dan itu tentu adalah suatu proses yang berlangsung seumur hidup manusia.

-Motivasi tidak pernah terlepas dari setiap tindakan manusia dan diharapkan  manusia melakukan segala perbuatan "iman" dengan motivasi yang benar:)

-Pertobatan hanya awal pengenalan terhadap Tuhan, karena semakin mengenal Tuhan, kita akan semakin ditempa menjadi seorang yang lebih "kokoh" dalam menjalani hidup dengan masalah yang ada:)

Kelihatan film ini menarik sekali untuk ditonton. Sang Sutradara  menggambarkan adanya hubungan antara iman, realita, masalah, motivasi dan pertobatan seseorang.

 

Indonesia-saram's picture

"Open ending"

Yang menarik (bagi saya), film ini masuk kategori open ending, meskipun plotnya terbilang sederhana. Selain itu, para bintang memainkan peran mereka dengan menarik. Jeon Do-yeon, sebenarnya bukan bintang favorit saya, sukses memerankan sosok yang akhirnya membenci Tuhannya. Tidak heran kalau ia kemudian meraih Prix d'interprétation féminine du Festival de Cannes untuk kategori Aktris Terbaik pada tahun 2007.

____________________________________________
Bahas masalah film? Silakan klik Yeonghwaaein!


__________________

_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.

dennis santoso a.k.a nis's picture

sayang

sayang artisnya ga cakep.... *siul2*

Indonesia-saram's picture

Soal Lain

Wah, kalau itu sih soal lain, Bung. Kalau memang mau, saya rekomendasikan "Lovers Concerto", "Sad Movie", "Bow" juga lumayan.

_____________________________________________________________
Bahas masalah film? Silakan klik Yeonghwaaein!

__________________

_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.