Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

A Monument of a Moment

Purnomo's picture
"Menyeberanglah di depan tabut TUHAN, Allahmu, ke tengah-tengah sungai Yordan, dan angkatlah masing-masing sebuah batu ke atas bahumu, menurut bilangan suku orang Israel, supaya ini menjadi tanda di tengah-tengah kamu. Jika anak-anakmu bertanya di kemudian hari: Apakah artinya batu-batu ini bagi kamu? maka haruslah kamu katakan kepada mereka: Bahwa air sungai Yordan terputus di depan tabut perjanjian TUHAN; ketika tabut itu menyeberangi sungai Yordan, air sungai Yordan itu terputus. Sebab itu batu-batu ini akan menjadi tanda peringatan bagi orang Israel untuk selama-lamanya." (Yosua 4:5-7)
- o –
Dulu di tivi pernah diputar sebuah filem Richie Rich yang begini ceritanya. Suatu ketika rumah orangtua Richie Rich di gunung cadas dimasuki perampok. Mereka memaksa orang tua itu membuka pintu gua yang mereka tahu tidak seorangpun yang pernah memasukinya kecuali kedua orang tua itu. Pasti di situ mereka menyimpan harta yang tak ternilai harganya. Dalam gua para perampok tercengang. Bukan intan permata atau peta harta karun yang mereka dapati. Gua itu berisi barang-barang rongsok yang tak ada nilainya sama sekali. Karena kecewa mereka berniat menghancurkan seluruh isi gua itu. Kedua orang tua Richie Rich panik. Bagi mereka setiap benda yang mereka simpan di situ punya nilai tinggi. Di situ mereka menyimpan baby box yang pernah dipakai Richie waktu masih bayi. Beberapa benda lain adalah hadiah di antara mereka ketika berpacaran. Every single thing is a memorial of a precious moment.
 
Waktu mulai bertugas di Jakarta saya dipusingkan dengan banyaknya supermarket dengan nama sama yang dalam database kami disebut chained supermarket. Agar bisa mengerti karakternya saya mendatangi setiap gerainya. Saya heran ketika mengunjungi Hero Mini Market yang berlokasi di utara terminal bus Blok M. Tokonya kecil dan selama 30 menit berada di sana saya tidak melihat seorang pembeli. Apa tidak merugi? “Tentu,” jawab rekan kerja yang mendampingi saya, “tetapi Pak Kurnia pendiri Hero tidak pernah punya rencana menjualnya.” Inilah gerai Hero yang pertama dibuka pada tahun 1971 (gerai ini akhirnya ditutup pada tahun 1996). Orang sukses ada yang tetap memelihara tempat di mana ia memulai usahanya. It is a monument of a moment sehingga perlu dilestarikan agar bisa mengingatkan peluh darahnya ketika merintis usaha yang sekarang mencapai sukses besar.
 
Di Medan saya berkantor di gedung milik sebuah perusahaan distribusi yang menjadi distributor perusahaan tempat saya bekerja. Di belakang gedung perkantoran berlantai tiga itu ada gudang yang sangat luas. Suatu hari ketika berada di gudang saya mencium bau kemenyan. Melacak bau itu saya menemukan sebuah tungku kecil dengan arang membara di mana bau itu berasal. Hari itu hari Jumaat. Di dekatnya ada mobil pickup kuno lagi jelek. Bila dijual pasti pembelinya menentukan harga belinya setelah menimbang berat mobil itu. Setelah menanyai beberapa orang baru saya tahu itulah mobil kanvas pertama perusahaan ini. Pemiliknya tetap merawatnya walau saat itu telah memiliki ratusan mobil penjualan di seluruh Indonesia dan telah membuka kantor cabang di luar negeri. Mengapa mobil itu tidak dijual sebagai besi tua saja? “Mungkin biar kacang tak lupa akan kulitnya,” kata seorang karyawannya dalam bahasa Jawa halus.
 
Nyatanya memang begitulah satu dari berbagai kegunaan monumen itu. Pernah saya ke kantor pusat Hero untuk menemui manajer pembeliannya. Karena kesibukannya saya menunggu hampir 1 jam. Pak Kurnia yang berulang kali melintasi front office dan melihat saya lama di sana akhirnya menanyakan keperluan saya. Setelah itu ia kembali masuk ke kantornya. Tak lama kemudian saya dipanggil masuk oleh manajer pembelian. Peristiwa ini tak pernah saya lupakan karena meninggalkan kesan yang mendalam tentang kepribadian beliau. Seorang konglomerat mau-maunya menghampiri seorang tamu yang hanya karyawan rendahan, yang datang dalam seragam putih-biru tanpa dasi, dan bertanya dengan ramah.
 
Begitu juga konglomerat Medan itu. Pada akhir tahun 2000 saya mengirim surat mohon diri kepada senior manajernya karena akan pindah ke Jawa. Belum seminggu ia mengabari beliau mengundang saya untuk makan siang bersama di sebuah resto. Padahal beliau baru saja tiba dari luar negeri. Padahal agenda kerjanya di Medan sangat padat. Saya merasa jadi orang penting ketika begitu duduk ia segera mematikan hapenya. Saya merasa jadi orang terhormat ketika dalam acara makan siang itu ia berbicara kepada saya seolah-olah saya ini temannya yang sederajat sehingga saya tidak merasa canggung untuk bercanda. Ia bercerita bagaimana ia memulai usahanya dari bawah di Medan. Dan saya menambahinya, “Pada tahun 1971 saya dikirim ke Medan untuk mempelajari usaha Bapak. Di gudang yang sempit dan pengap, Bapak – maaf – dengan berkaos singlet ikut membantu mengangkat dan membongkar barang. Pemandangan itu tidak bisa saya lupakan karena telah mengajar saya bagaimana memimpin orang lain.” Ia tertawa berkepanjangan. “Jangan minta maaf. Saya senang kamu ingat bagaimana keadaan saya dulu. Saya malah bangga karena kamu tahu perusahaan ini besar bukan dari warisan atau merampok perusahaan lain.”
 
Walau bukan konglomerat, saya juga memiliki barang-barang monumental seperti itu. Saya masih menyimpan selembar kertas yang berisi artikel pertama saya yang dipublikasi oleh majalah gereja. Bila artikel ini saya posting di sini, pasti dalam 1 hari akan mengumpulkan 50 komentar hanya untuk mengejeknya. Jelek sekali, tetapi tidak saya musnahkan. Mengapa? Untuk mengingatkan agar saya tidak mengejek para penulis pemula karena saya pernah seperti mereka. Hanya itu? Maaf, tidak! Kertas itu selalu mengingatkan saya akan sebuah mukjizat dari Tuhan. Itulah karunia pertama yang saya minta dari Tuhan dengan nazar, “Jika Tuhan beri karunia ini, saya akan mempersembahkan kembali kepada Tuhan.” Padahal saat itu saya masih sekolah dan orangtua masih berkekurangan. Kertas itu saya keluarkan dari tempat penyimpanannya dan saya pandangi ketika saya tergoda untuk mengatakan “yes” terhadap bujukan teman-teman agar saya membukukan seluruh artikel saya dan menjualnya. Apakah saya tergoda akan royaliti yang akan saya terima? Tidak. Saya lebih tergoda untuk mendapatkan ketenaran, kepopuleran dan kemuliaan diri.
 
Saya juga masih menyimpan slip gaji pertama saya. Angka nominalnya tidak sampai Rp.13.000,- yang dengan nilai sekarang kira-kira sekitar Rp.1.250.000,- Tetapi setiap saya melihatnya, terbayang kembali betapa rasa syukur kepada Tuhan memenuhi jiwa ketika menerima uang itu. Itulah saat pertama saya memberi persembahan persepuluhan. Karena kesehatan Ayah membuatnya tidak bisa bekerja lagi, seluruh sisanya saya berikan kepada Ibu untuk biaya hidup keluarga yang berisi 11 orang ini. Untuk membeli baju, jajan dan pergi ke bioskop saya menghemat uang makan lapangan. Slip gaji ini saya lihat kembali pada saat-saat saya merasa berkat materi dari Tuhan tidak memuaskan karena melihat orang lain mendapat lebih banyak sehingga semangat kerja saya anjlok. Melalui selembar kertas yang telah berwarna kuning itu saya terbang ke masa lalu untuk menimba kekuatan. Walau gaji itu tidak seberapa, tetapi telah menyelamatkan hidup orangtua saya berserta seluruh anak-anaknya.
 
A monument of a moment mempunyai daya penggugah semangat. Atau dalam jargon orang Kristen mampu “mengembalikan kasih atau semangat yang mula-mula”. Bila yang kita dapatkan hanya “mengingat kasih atau semangat yang mula-mula” maka benda itu sudah merosot nilainya karena telah berubah menjadi sebuah benda kenang-kenangan belaka. Monumen di tengah sungai Yordan tentu dimaksud Allah untuk tidak sekedar mengingatkan bangsa Israel momen masuknya mereka ke tanah perjanjian. Saya mengira Allah ingin monumen itu menggugah kembali semangat mereka setiap mereka melihatnya kembali; semangat untuk menaklukkan tanah perjanjian atas keyakinan akan tangan kuasa Tuhan yang menyertai mereka.
 
Dalam hidup keseharian kita “monumen” yang paling umum adalah foto pengantin yang biasa tertempel di tembok rumah. Dalam tahun-tahun pertama foto itu selalu saja menggugah kembali cinta yang mula-mula. Pertengkaran yang nadanya mulai meninggi langsung menjadi bisik-bisik begitu mata kita melihat foto itu. Setelah 15 tahun pernikahan apakah foto pengantin itu masih memiliki daya gugah? Memandangi foto itu bisa saja yang terpikir, “Menikahi dia adalah kekhilafan yang terbesar dalam hidupku.” Ah, mudah-mudahan tidak separah ini.
 
Bila Anda sudah menikah, masihkah cincin kawin melingkar di jari manis Anda? Do not forget, it is a memorial of your precious moment. Tetapi, saya sudah lama tidak mengenakannya. Bukan karena lebar lingkarnya sudah terlalu sempit bagi jari. Suatu siang ketika bekerja di Pasar Legi Solo saya melihat seorang ibu dijambret kalung emasnya. Tidak ada orang yang menanggapi teriak minta tolongnya, juga saya. Malah tak lama kemudian penjambret itu datang kembali menghampirinya. Penjambret ini memaki-maki ibu ini karena kalung itu ternyata imitasi. Preman itu mengalungkan clurit di lehernya dan memaksanya menelan kalung itu tanpa memedulikan ratapannya minta ampun. Peristiwa ini terjadi sebelum pasukan petrus dikerahkan untuk menyapu bersih para kriminal jalanan.
 
Berbekal peristiwa ini saya mengajukan proposal kepada istri untuk menanggalkan cincin kawin saya. Dari teman, saya pernah mendengar para penjambret cincin tidak jarang memotong jari pemiliknya bila sulit melepaskannya. Istri saya mengabulkan permintaan itu. Saya telah kehilangan a love memorial? Tidak! Saya menggantinya dengan menyimpan pasfoto istri yang saya dapat ketika kami masih berpacaran di dalam dompet. Dia sebetulnya berkeberatan karena menurutnya itu foto dirinya yang paling jelek. Dia menyodorkan beberapa helai penggantinya yang lebih baru. Saya menolak. Saya lebih menyukai yang hitam putih ini karena lebih bisa mengingatkan masa-masa kami pacaran. Dan ini sangat perlu karena saya sering lama berada di luar kota. Setiap saya membuka dompet, saya melihat dia meringis dan seolah berkata, “Jangan jajan, ingat aku dan anak-anakmu di rumah.” Jajan apa? Hehehe, mo tau aja.
 
Kehadiran puteri kedua dalam keluarga saya – seperti yang saya kisahkan dalam Berjingkat Menggapai Mukjizat – telah menambah jumlah memorial of precious moment milik saya. Setiap terbelit masalah dan merasa Tuhan tidak menyedengkan telinga-Nya kepada doa-doa saya, pada malam hari diam-diam saya masuk ke kamarnya dan memandanginya dalam lelap tidurnya. Dia menjadi pengingat bahwa Tuhan tak pernah meninggalkan saya sehingga semangat untuk berjuang membuncah kembali.
 
Pasti Anda juga memiliki beberapa memorial of precious moment. Tidakkah Anda ingin berbagi kisah di sini agar boleh menjadi berkat bagi yang lain? Please.


(selesai)

 

jesusfreaks's picture

@purnomo : mother's ring

Ditangan saya ada 2 cincin yang melingkar, 1 dijari manis tangan kanan, 1 lagi dijari manis tangan kiri. Yang dikanan, jelas cincin kawin dengan berat kurang lebih 5 gr. Saya tidak akan bicara banyak mengenai cincin kawin tersebut, namun jelas itupun merupakan monumental of a moment. Nah saya hendak share mengenai cincin yang sekarang masih melingkar dijari manis kiri saya. Cincin tersebut adalah pemberian mama saya dengan berat 10gr. Cincin tersebut sempat "menghambat" jodoh saya, karena bentuknya yang polos mirip cincin kawin. Sehingga beberapa wanita berpikir saya sudah beristri. Hehehe Cincin dari mama saya tersebut sangat berarti dan berkesan buat saya. Cincin itu bukanlah pemberian yang mudah, karena saat itu kami dalam kondisi pas pas pas pas pas pas pas an. Cincin itupun merupakan barang termahal yang pernah saya pakai atau miliki. TAPI intinya cincin itu bukanlah untuk aksesoris. Itulah tanda dan bukti cinta kasih dan sayang seorang mama terhadap anaknya. Cincin tersebut diberikan mama saya, pada saat untuk pertama kalinya saya merantau, jauh dari mama. Cincin itu adalah pegangan untuk hidup saya. Mama bilang, jikalau suatu saat saya berkekurangan, juallah cincin tersebut agar saya bisa bertahan hidup. Ya, cincin itu adalah alat bantu saya untuk survive dirantau. Tapi puji TUHAN, hingga saat ini, cincin itu MASIH melingkar dijari saya. Cincin itu juga menjadi monumental of a moment yang penting buat saya, sebagai pengingat akan mama dan cinta kasih sayangnya terhadap saya. Thank's purnomo, again you remind me, about WHO AM I ? Gob bless you...

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

Purnomo's picture

JF, thx

untuk sharingnya. Pasti para ibu setuju bahwa bagaimana pun “gila” anaknya, itu tidak bisa mencegah dia menyatakan “He is still my beloved child”, sama seperti yang dilakukan oleh Bapa Sorgawi kita.

Salam.

 

jesusfreaks's picture

@purnomo : dimata mama

Kamu benar, dimata mama saya, saya juga masuk kategori "gila". Tapi ya begitu, cintanya tulus, tidak berharap kembali. Bahkan saya pernah becanda masukin dia ke panti jompo, dia gak marah, malah pasrah. Hehehe

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

joli's picture

sayang sekali..

Purnomo: Pasti Anda juga memiliki beberapa memorial of precious moment. Tidakkah Anda ingin berbagi kisah di sini agar boleh menjadi berkat bagi yang lain? Please.

Sayang sekali Joli nggak punya memori, Semua jejak di pantai sudah tersapu ombak kebakaran 98, baru mulai belajar mengukir tapak jejak melalui belajar nulis di SS, so bila SS ngilang kayak kejadian desember tahun lalu, ya out of memory lagi :(

Purnomo's picture

Joli, Claire is one of yours

Claire adalah batu peringatan yang Tuhan berikan sebagai bukti kasih sayang-Nya kepada Joli.

Salam.

 

Purnawan Kristanto's picture

Memori Kelabu

Bolehkah aku mengenang memori kelabu di sini?

Lima tahun yang lalu, aku menjadi domba yang disembelih dan dikorbankan demi keselamatan orang lain.  


 www.purnawan.web.id

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Purnomo's picture

Pak Wawan, sayangnya

kita tak boleh tahu di mana dan bagaimana domba itu disembelih.

Yaaa, paling menduga saja kejadian itulah yang membuat Pak Wawan sekarang menjadi free lancer.

Salam.

 

Purnawan Kristanto's picture

Tepat

Dugaan pak Purnomo tepat. Waktu itu sang dewa sedang murka. Maka supaya umat tidak 'dibinasakan', dipilihlah dua ekor domba yang memang suka menanduk dan sudah tidak betah dikurung kandang untuk dikorbankan. Bau bakaran korban itu akhirnya dapat meluluhkan amarah sang dewa sehingga banyak orang diselamatkan.

 


 www.purnawan.web.id

__________________

------------

Communicating good news in good ways

iik j's picture

@Purnomo, saya tidak menyukai ...

Ha ha ha..

Bapak Purnomo betul-betul menyukai memorial of precious moment ya?

Pengennya saya juga begitu... tapi orang banyak bilang saya ini suka 'angot-angotan' nggak jelas. Jadi TIDAK SELALU yang saya anggap berharga hari ini.. akan SELALU saya anggap berharga juga esok hari.

  • sejumlah banyak Diary saya dari SD, SMP, SMA... meski berisi catatan-catatan manis tetapi berakhir di tempat pembakaran
  • Sejumlah banyak pakaian yang dulu saya anggap berharga karena menyimpan memori yang luar biasa tentang kedekatan saya dengan seseorang pria, akhirnya saya lempar begitu saja ke desa antah berantah untuk saya sumbangkan ke orang-orang yangtidak saya kenal.
  • Beberapa foto saya dengan sahabat sahabat masa lalu entah sebelum bertobat lahir baru ataupun  setelahnya yang dulu saya anggap 'berharga' berakhir pula pada korek api di tangan saya
  • Kaset-kaset, CD, bahkan buku... termusnahkan juga dengan sengaja karena saya tak menganggapnya berharga lagi
  • dan entah apalagi yang telah terbuang dan saya musnahkan

Ha ha ha.. akhirnya saya menyukai memorial of precious moment hanya ada tersimpang di otak saya saja..

Baru 1 tahun terakhir ini saja saya menyimpan memori saya dalam bentuk tulisan di blog SS dan blog pribadi saya itu, itupun berulang kali 'godaan' untuk menutup dan menghapusnya selalu menghampiri saya.

Ha ha ha.... entahlah______________

passion for Christ, compassion for the lost

Purnomo's picture

Iik, batu peringatan atas musibah

atau kekecewaan memang lebih baik tidak disimpan atau dilestarikan daripada malah melemahkan semangat yang “tersisa”.

 Kita beda dengan pemerintah Indonesia yang malah melestarikan batu peringatan musibah untuk sebuah warning. Misalnya saja Lubang Buaya di Jakarta, Tugu Muda di Semarang, Museum Tsunami di Banda Aceh. Memorial semacam ini lebih sering diabadikan dalam bentuk nama jalan atau daerah.

 

Tetapi saya tidak mengerti bagaimana di Juana ada dusun bernama Kudukeras (harus keras) dan dalam kawasan dusun itu ada Jalan Harimau. If I see how tough you are in Jesus’ fields, jangan-jangan Iik berasal dari sini. Jika benar, tidak pantas lho seorang harimau gampang tergoda menutup apa yang telah dibukanya. Kalau mau buka-tutup-buka seperti yang sedang dilakukan oleh seorang teman di sini, tak apalah. Malah tampak genit dan sensual sehingga menarik lebih banyak peminat.

 

Salam.

Jangan lupa cerita tentang harimau itu.

 

iik j's picture

@Purnomo, saya keturunan pemberontak

Tetapi saya tidak mengerti bagaimana di Juana ada dusun bernama Kudukeras (harus keras) dan dalam kawasan dusun itu ada Jalan Harimau. If I see how tough you are in Jesus’ fields, jangan-jangan Iik berasal dari sini. Jika benar, tidak pantas lho seorang harimau gampang tergoda menutup apa yang telah dibukanya. Kalau mau buka-tutup-buka seperti yang sedang dilakukan oleh seorang teman di sini, tak apalah. Malah tampak genit dan sensual sehingga menarik lebih banyak peminat

Anda luar biasa hebat Pak Purnomo...

Bisa mengenal daerah saya dengan begitu detil.

Sayangnya saya bukan berasal dari dusun tersebut, tetapi berasal dari dusun yang lebih sadis dari Kudukeras, yakni Bakaran (tempat orang-orang yang mudah terbakar dan membakar). Konon nenek buyut saya adalah entah pemberontak, entah prajurit Kerajaan Majapahit yang melarikan diri dan terdampar sampai di Pelabuhan Juana.

Baru-baru ini, setelah membaca silsilah keluarga yang seperti itu, membuat saya mengerti keberadaan 'karakter' saya yang seperti sekarang ini.

ha ha ha... bisa saya maklumi deh... kalau saya jadinya seperti ini.

Desa Bakaran, gampang dicari. Jika Bapak sampai di Juana lagi. bapak cukup menuju ke arah Barat dari Tugu Selamat Datang Juana itu, Carilah PUNDEN Desa Bakaran. Setelah itu carilah rumah joglo kuno besar dengan patung dan  gapura seperti rumah-rumah di Bali. Disitulah saya  dibesarkan selama 17 tahun dan selalu 'pulang' sampai sekarang.

Oya pak, thanks buat kalimat Bapak, tidak pantas lho seorang harimau gampang tergoda menutup apa yang telah dibukanya.

Bapak membuat saya mengurungkan niat untuk mundur. Terima kasih karena mengingatkan saya untuk "PANTANG MENYERAH"

Terima kasih banyak!!

passion for Christ, compassion for the lost