Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Nenekku, Surat Cinta dan Buku-Buku Wasiatnya

Pak Tee's picture

     Nenekku bukan penyihir, tapi dia punya buku wasiat. Wajahnya juga tidak menyeramkan. Nenekku cantik. Namanya -- bagi yang belum tahu -- tentu akan membayangkan seorang gadis impian ketika mendengarnya. Namanya : Eriani Kusumadewi. Beliau adalah salah satu orang yang kukagumi karena keteladanan dan kecintaannya pada keluarga.

       Buku-buku wasiatnya adalah bukti cintanya pada keluarga besarnya, anak cucunya. Kukira aku tidak berlebihan, karena buku-buku itu "diciptakannya" selama bertahun-tahun. Dari masa mudanya hingga masa tuanya, beberapa tahun sebelum ajal menjemputnya.

      Nenekku bukan orang yang berpendidikan tinggi, beliau drop out di kelas satu pendidikan dasar (kalau sekarang kelas 1 SD). Tapi beliau bisa menulis dan membaca dengan baik.

        Dulu aku sering menginap di rumah nenek.Dan setiap pagi ketika aku bangun tidur, sekitar jam lima pagi, aku selalu menemukan nenek tengah duduk menulis. Buku yang ditulisnya besar dan tebal. Apa yang ditulisnya? Sekalipun aku masih kecil ketika itu, aku juga sudah bisa membaca dan menulis. Ketika nenek tidak di tempat, aku buka-buka buku itu. Pada sampul buku bagian depan nenek menuliskan judul bukunya : Buku Wasiat.

      Aku saksi hidup pembuatan buku wasiat itu. Cerita ayahku tentang masa muda nenek membuat aku sangat terharu. Anak nenek tidak hanya satu dua orang, tetapi ada tiga belas orang (jumlah anak yang hidup hingga dewasa). Kemiskinan menyebabkan nenek pernah melahirkan tanpa pertolongan dukun beranak ataupun bidan. Tapi kemiskinan tidak menyebabkan nenek menyerah pada keadaan. Perjuangannya tentu sangat luar biasa. Dari berjualan bakmi dengan baskom di pinggir jalan... (ayahku ketika itu berkeliling berjualan rokok)... nenek tidak pernah berhenti belajar dan berusaha. Resep kue dan masakan yang bisa didapatkannya dicobanya, dan hasilnya dijual. Dari usahanya yang luar biasa itu nenek akhirnya bisa mendirikan pabrik roti, penggilingan tepung, dan menjadi guru kursus pembuatan roti dan kue.

        Jika ada kemauan, disitu pasti ada jalan. Hal itu sudah dibuktikan nenek.

        Lalu bagaimana keteladanannya dalam hal beriman kepada Tuhan?

      Nenek rajin membaca firman Tuhan, nenek juga rajin berdoa. Ketika menginap di rumah nenek, nenek sering mengajakku ke gereja, memberiku uang untuk kolekte. Nenek memberiku hadiah dengan surat cinta di dalamnya. Surat cinta yang berisi nasehat dan ayat-ayat alkitab.

       Coba bayangkan! Ada tiga belas orang anaknya, ada berapa puluh orang cucunya? Berapa cicitnya? Dan beliau memperhatikan satu per satu anak cucunya secara khusus, secara pribadi. Kapan itu? Ini penjelasanku tentang surat cinta itu. Hal ini memang baru beberapa kali dilakukan sebelum beliau sakit dan akhirnya meninggal dunia. Hal itu dilakukannya setahun sekali, yaitu setiap tanggal 17 Desember, hari ulang tahunnya. Beliau akan mengumpulkan anak cucunya dan memberi mereka masing-masing hadiah (bukan beliau yang menerima hadiah / kado). Anehkah? Dan di setiap kado / hadiah yang diberikannya, beliau akan menyertakan selembar surat cinta. Surat cinta yang ditujukan secara khusus dengan menyebut nama, berisi nasehat dan ayat-ayat alkitab yang sesuai.

       Pesta ulang tahun itu berupa kebaktian ucapan syukur. Setiap anak dan cucu akan memberi hormat kepada ibu / neneknya, dan memperoleh sebuah bingkisan dari ibu / neneknya. Ada pembacaan firman, ada renungan, ada puji-pujian. Dan... ada satu yang istimewa... kami semua mendengarkan rekaman suara nenek melagukan syair-syair nasehat ciptaannya. Wow! Ternyata nenekku punya jiwa seni juga!

      Oya, tentang buku-buku wasiat nenek.... apa sebenarnya isinya? Tentu Anda semua sudah bisa menebaknya. Ya! Isinya kumpulan resep kue dan roti, kepandaian wanita, berbagai cara pengobatan tradisional, berbagai resep masakan Indonesia, Cina dan Eropa dll. Lalu dimana buku-buku itu sekarang? Nenek telah memperbanyaknya. Dan setiap anak cucunya yang telah berkeluarga diberinya. Masing-masing menerima dua buah buku besar : Buku Wasiat 1 dan Buku Wasiat 2.

      Semua yang ditulis nenek pernah dipraktekkannya. Berikut ini saya kutipkan kata pengantar dari buku wasiat tersebut.

 

Anak-anakku yang kucintai!

      

       Mamah sengaja membuat Buku "Wasiat" ini untuk anak-anakku semua, baik laki-laki maupun wanita. Terutama buat mereka yang suka memperhatikan pelajaran-pelajaran mamah ini.

     Mamah punya pengharapan, jadilah anak-anakku semua menjadi seorang yang pandai dalam segala pekerjaan, agar hidupmu tidak sia-sia.

    Semua resep yang ada di dalam buku ini, selain buat belajar kepandaian wanita, dapat juga untuk mencari penghidupan yang sederhana.

     Oleh sebab itu simpanlah buku ini baik-baik sebagai peninggalan mamah, buku ini dengan susah payah mamah mengerjakan, siang malam, agar dapat dicontoh dan ditiru oleh anak-anakku dan cucuku semua.

     Anakku tentu tahu, banyak pikiran dan tenaga serta uang yang telah mamah keluarkan untuk mempraktekkan resep-resep ini, sehingga mendapatkan hasil sebaik-baiknya.

      Sebagai akhir kata mamah ingin berpesan, janganlah anakku sia-siakan buku ini, jadikanlah buku ini sebagai buku "wasiat" peninggalan mamah apabila mamah sudah dipanggil kembali kepada Tuhan.

 

Ada tanda tangan nenek di bawah kata Penyusun / Pengarang, kemudian di bawah tanda tangan tersebut tertulis nama nenek.

       Nenekku telah jauh-jauh hari mempersiapkan warisan untuk generasi sesudahnya berupa Buku Wasiat. Buku yang menyebabkan aku merasa bahwa nenek tetap hidup hingga hari ini, buku yang membuat aku merasa kecil melihat karyanya, semangatnya dan daya juangnya yang luar biasa. Dan mungkin tanpa beliau sadari, nenek sebenarnya juga telah mewariskan teladan hidup yang baik. Apakah kita juga punya sesuatu yang berharga yang bisa kita wariskan untuk masa depan anak cucu kita?

      Semoga tulisan ini menginspirasi dan bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Yesus memberkati.

__________________

Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!