Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Breaking News: Aksi Massa

Purnawan Kristanto's picture

Breaking News

Breaking News pukul 11 malam

"Pemirsa, baru saja terjadi aksi penyerbuan massa terhadap sekelompok orang yang sedang berdoa," ucap penyiar berita seksi berbedak menor. "Untuk lebih jelasnya, kami akan menghubungi reporter kami Bambang yang melaporkan langsung dari tempat kejadian. Bambang, bagaimana kejadiannya." Layar televisi menampilkan wajah reporter dalam kotak kecil. Istilah penyiarannya picture in picture.

"Ya, Talita. Pukul sembilan tadi terjadi gerakan massa yang mendatangi beberapa orang yang sedang ada di taman," seru Bambang dengan bersemangat. Ada raut gugup di wajahnya karena ini pengalaman pertamanya membuat liputan langsung. "Berikut gambar eksklusif yang didapatkan oleh kameramen kita."

 

Layar televisi menampilkan rekaman sekelompok massa membawa pentungan, obor dan senjata tajam. Dengan wajah beringas mereka merangsek masuk melewati sela-sela tanaman. Di belakangnya menyusul para pemimpin agama dengan kain menutup kepalanya. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Terdengar suara penyerbu, "Tangkap penghujat Tuhan! Tangkap penghina agama!"

Malam yang hitam itu mendadak berubah menjadi merah menyala oleh nyala ratusan api obor.

"Bambang, apakah ada aparat keamanan di tempat kejadian?" tanya Talita dari studio.

"Ada, Talita. Mereka bersenjata lengkap."

"Apakah aparat keamanan mencegat gerakan massa tersebut?"

"Oh tidak, aparat keamanan justru menjadi bagian di dalam massa penyerbu itu, Talita."

"Apa yang terjadi selanjutnya?"

 

"Untuk sejenak massa tersebut kebingungan. Mereka hanya berdiri mengepung 12 orang di taman. Sebagian orang yang dikepung itu kelihatan kebingungan dan ada yang baru saja bangun tidur," jelas Bambang.

"Apakah maksudnya massa itu tidak tahu sasaran mereka?" tanya Talita.

"Benar. Tampaknya mereka tidak tahu siapa yang harus mereka tangkap."

"Apa yang terjadi kemudian?" tanya Talita.

"Lalu ada seorang laki-laki yang menerobos kerumunan itu. Dia menghampiri salah seorang di antara 12 itu, kemudian memeluknya sambil berkata, 'salam Guru.' Rupanya ini semacam kode bagi massa penyerbu. Dengan dibantu aparat keamanan, massa itu kemudian menangkap pria yang disebut Guru itu."

"Apakah terjadi perlawanan?"

"Guru ini tidak melawan sama sekali saat ditangkap. Akan tetapi ada salah seorang murid yang membawa senjata tajam. Sang murid ini mengayunkan pedangnya dan menebas telinga salah seorang penyerang hingga daun telinganya putus."

"Apakah kemudian terjadi bentrokan?"

"Tidak. Pria yang dipanggil Guru itu menyuruh muridnya itu menyarungkan pedangnya. Setelah itu para murid kabur melarikan diri meninggalkan Guru mereka."

"Sekarang Guru itu ada di mana?"

"Dia digelandang ke rumah Imam Besar."

"Bambang, tahan dulu laporanmu," sahut Talita. Penyiar cantik itu kemudian menghadap ke layar kaca. "Pemirsa, jangan kemana-mana. Kami akan melanjutkan liputan eksklusif ini setelah jeda iklan."

Layar kaca berganti tayangan iklan rokok yang menampilkan pria perkasa, iklan sampo yang menjanjikan rambut hitam berkilau, iklan partai politik yang mengaku pro rakyat, iklan layanan masyarakat dari sebuah kementerian. Lalu kembali ke berita.

Layar kaca kembali menampilkan si cantik Talita. "Pemirsa, di studio sudah hadir seorang pemuka agama yang pernah bercakap-cakap dengan sang Guru yang baru saja ditangkap oleh aparat keamanan. Namun karena alasan keamanan, kami sengaja menyamarkan identitasnya. Inisial namanya N."

"Selamat malam, pak N," sapa Talita. Layar kaca terbagi menjadi dua. Di sebelah kiri Talita, di sebelah kanan menampilkan siluet N, dengan suara yang disamarkan.

"Apakah bapak mengenal Guru ini?"

"Saya tidak mengenal dekat, tapi kami pernah mengadakan pertemuan rahasia dan bercakap-cakap cukup lama."

"Mengapa harus dengan pertemuan rahasia?"

"Sebab perkumpulan pemimpin agama menolak keberadaan Guru ini. Saya salah satu anggota perkumpulan ini. Meski begitu, saya diam-diam mengagumi ajaran-ajarannya."

"Mengapa perkumpulan agama menolak Guru ini. Apakah ajarannya dianggap sesat?"

"Ceritanya begini, tiga tahun lalu, Guru ini mulai menyebarkan ajarannya. Dia banyak mengkritik praktik keagamaan yang penuh kepura-puraan. Tidak hanya itu, Guru ini juga menyindir para pemuka agama. Dia membuat kiasan bahwa para pemuka dan ahli agama itu seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Siapa sih yang nggak sakit hati dikatain begitu."

Talita terkejut. "Berani benar Guru ini!" ujarnya.

"Tidak hanya itu, Dik. Guru ini juga menjuluki para pemuka agama ini sebagai pemimpin yang buta, munafik dan keturunan ular beludak. Gila nggak sih"

"Tapi tentu ada alasannya 'kan?"

"Iya, Dik. Guru ini prihatin melihat kelakuan para pemimpin agama. Mereka mengajarkan hal-hal yang baik pada umat-Nya, tapi mereka sendiri enggan melakukannya. Mereka membuat aturan-aturan agama yang memberatkan umatnya, tapi mereka justru mengambil keuntungan dari aturan-aturan itu."

"Contohnya apa pak?"

"Para pemimpin agama itu membisniskan hewan korban dan penukaran uang. Setiap umat yang akan menyembelih hewan kurban harus membeli dari pemimpin agama itu."

"Jadi para pemimpin agama itu punya bisnis sampingan?"

"Betul, Dik. Itu sebabnya, Guru ini menjadi prihatin karena rumah ibadah sudah dikomersalisasikan. Karena sudah nggak tahan lagi, maka Guru ini pernah ngamuk di halaman rumah ibadah. Dia mengambil cambuk dan mengobrak-abrik meja penukaran uang untuk persembahan. Hewan-hewan yang dijual untuk korban juga dilepaskan."

"Perbincangan ini semakin menarik. Tapi kita harus jeda sejenak untuk memberi kesempatan pada iklan," kata Talita dengan suara merdu. "Pemirsa, jangan kemana-mana. Kami akan melanjutkan perbincangan ini dan meneruskan laporan langsung dari reporter kami."

Jeda iklan. Ada iklan minuman berenergi yang mengatakan kalau nggak perkasa itu bukan laki-laki. Ada iklan pemutih wajah yang menggambarkan perempuan yang cantik adalah yang berkulit putih. Ada iklan jamu yang mengatakan bahwa orang pintar itu tidak boleh masuk angin. Lalu iklan operator seluler yang mengklaim tarifnya paling murah. Kembali lagi ke Breaking News

"Kembali lagi dalam perbincangan dengan pak N. Bagaimana reaksi para pemimpin agama?" tanya Talita.

Masih dalam tampilan siluet, N membenahi posisi duduknya. "Sebenarnya ada kegelisahan di antara kami. Secara pribadi saya menilai semua tuduhan Guru ini benar dan menjadi koreksi bagi kami. Tapi secara institusional rupanya ada kemarahan. Beberapa kolega saya akan menangkap Guru itu untuk diadili, tapi mencemaskan reaksi para pengikutnya."

"Ya tampaknya akhir-akhir ini Guru itu semakin populer. Mengapa bisa begitu?" tanya Talita.

"Sebenarnya Guru ini tidak melakukan tebar pesona. Dia tidak peduli soal pencitraan. Hidupnya sederhana. Dia tidak peduli soal pencitraan, tapi dia peduli pada wong cilik. Kalau ada orang yang sakit dan tidak punya uang untuk berobat, maka Guru ini akan menolong. Kalau ada orang yang kelaparan, maka tak segan-segan Guru ini memberi makan meski dia sendiri juga bukan orang kaya. Kalau ada orang yang diasingkan, Guru ini mau menjadi sahabat. Lama-kelamaan banyak orang yang menyukainya. Orang banyak mendambakan Guru ini sebagai pemimpin mereka untuk menggantikan pemerintah sekarang yang dinilai korup, tidak adil dan hanya mementingkan kelompok. Histeria massa ini mencapai puncaknya hari kemarin. Guru ini bersama dengan murid-muridnya masuk ke ibu kota. Kedatangannya dielu-elukan oleh warga kota. Di sepanjang jalan yang dilewati oleh rombongan Guru, orang banyak berseru 'Selamatkanlah kami. Selamatkanlah kami!' Begitu ceritanya, Dik."

"Tampaknya, gerakan Guru dan murid-muridnya itu sudah masuk wilayah politis," simpul Talita.

"Itu keinginan murni orang banyak. Tidak ada rekayasa dari siapa pun. Hal ini yang membuat penguasa mulai gerah, sehingga menggandeng pemimpin agama yang juga sedang gelisah untuk menangkap Guru dan gerombolannya."

"Kira-kira tuduhan apa yang dikenakan pada Guru itu?"

"Rencana makar dan penodaan agama," jawab N tegas.

"Terimakasih pak N untuk bincang-bincangnya," kata Talita mengakhiri wawancara. "Pemirsa, saat ini reporter kami Bambang sudah siap dengan laporan perkembangan terkini. Bambang, silakan laporannya!"

"Terimakasih Talita. Dapat saya laporkan, saat ini Guru itu sedang diinterogasi di rumah Imam Besar. Para wartawan tidak diizinkan masuk ke dalam, sehingga kami tidak tahu apa saja yang terjadi di sana. Saat ini saya bersama dengan pak Benyamin. Malam ini, rumahnya baru saja dipakai oleh Guru dan murid-muridnya. Pak Benyamin, apa yang dilakukan oleh Guru dan murid-muridnya di rumah Anda?"

"Ceritanya begini mas. Sore tadi ada orang yang mau meminjam ruang atas di rumah saya. Karena memang kosong dan tidak dipakai, ya saya izinkan."

"Apa yang mereka lakukan di rumah Anda? Apakah mengadakan semacam rapat rahasia?"

"Saya tidak ikut dalam pertemuan itu. Saya hanya melihat dari jauh. Mereka merayakan Paskah. Sebelum makan, Guru itu mencuci kaki murid-muridnya. Menurut saya ini agak aneh. Biasanya yang mencuci kaki itu budak atau bawahan. Tapi kali ini, Guru mereka yang mencuci kaki pengikutnya. Setelah itu, Guru mengambil roti, mengucapkan sesuatu lalu memecah-mecah dan membagi-bagikan kepada mereka. Dia lalu mengambil anggur, mengucapkan sesuatu, lalu mengedarkan anggur minuman ke seluruh hadirin. Usai makan, salah seorang diam-diam menyelinap pergi."

"Apakah yang pergi itu berpakaian sutra ungu?"

"Benar pak"

"Hmmm...orang ini pula yang mencium sang Guru sebelum ditangkap di taman tadi. Setelah itu, apa yang mereka lakukan?"

"Saya tidak tahu secara persis. Kata orang, Guru ini mengajak murid-muridnya berdoa di sebuah taman. Wajahnya kelihatan galau. Saya tidak tahu kejadian selanjutnya."

"Terimakasih pak Benyamin untuk keterangannya," kata Bambang. Dia memegang earphone di telinganya dan menyimak suara.

"Talita, saya mendapat informasi bahwa proses interogasi itu selesai. Sekarang Guru itu akan dibawa ke istana negara untuk diserahkan pada pemerintah. Saya melihat, pasukan tentara mulai bersiap......."

Tiba Talita memotong laporan Bambang.

"Bambang, maaf saya harus memotong laporan Anda," kata Talita, "Pemirsa demikian Breaking News kali ini. Kita lanjutkan acara berikutnya."

Acara berganti Sinetron Realigi "Azab Penggila Situs Porno."

***

Di studio pemberitaan.

"Mengapa breaking news tiba-tiba dipotong," seru Talita dengan wajah sengit.

Produser tidak menjawab apa-apa. Dia hanya meletakkan tangan tergenggam di pipinya seolah-olah sedang menerima telepon.

__________________

------------

Communicating good news in good ways

HASLAN's picture

Produser PENIPU...!!!!

Kok Azab Penggila Situs Porno...

 

Seharusnya kan LIGA BOLA JLS (JaLan - JaLan Saja .....)

 

Gimana sih siaran ini...!!!!

 

Ya wes lah ganti chanel...

 

nonton...

 

 Resiko Penggunaan Minyak Lintah   dan SUPARMAN  ...!!!

 

Toh setengah jam lagi SPONGE BOB main... 

 

Selamat menjelang Peringatan Minggu (paskah) KEBANGKITAN...!!!

 

 

                                                      (Ngacir)  

                                                              .… 

                                                            !!!!!!!!

                                                            ????

 

__________________

Masih belajar............

Bila salah tolong diperbaiki.......

Bila melenceng tolong ditegur...

God Bless Us...

joli's picture

Purnawan, kreatif

karena sudah seringnya nonton serbuan massa, jadi terlewat ada breaknews ini..

menarik sekali Wan.. kreatif, bisa tuk breakingnews beneran di layar LCD gereja next year :)

 

ebed_adonai's picture

@PK: sudah...

Sudah terwakili ci joli...... Smile

__________________

(...shema'an qoli, adonai...)

Daniel's picture

+1

Cool

Geadley Lian's picture

bisa

sungguh kreatif,udah bisa bikin brita d tv

__________________

geadley