Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kok mirip ? (dengan pelaku penembakan di Norwegia)

Ricardo Juangga's picture

Kok mirip ?

Itu yang pertama kali muncul dalam benakku ketika membaca berita tentang profil pelaku pengeboman dan penembakan di kota Oslo dan pulau Utoya di Norwegia.

Beberapa tahun terakhir ini saya makin menyadari adanya pikiran akan ketidaksukaan dengan begitu banyaknya denominasi gereja-gereja khususnya di Indonesia. Padahal seingat saya ketika dulu masih kuliah di Bandung saya terbiasa beribadah berpindah-pindah dari satu gereja ke geraja lainnya pada tiap hari Minggu namun mengapa saya sekarang saya menjadi ketakutan dengan kebiasaan masa lalu saya itu seolah-olah itu semua telah menjadi batu sandungan bagi perjalanan kehidupan dan karir saya yang mandek, berjalan di tempat. Tapi walau sudah berjanji untuk setia dan menetap di suatu gereja, makin sukar saya untuk melakukannya. Selalu ada saja alasan yang bisa saya temukan untuk berpindah ke gereja lain ketika beribadah di minggu berikutnya. Entah lokasinya kejauhan, cewek-ceweknya ngga ada yang cantik kalaupun ada masih remaja, khotbah gembalanya yang sukar untuk dipahami, alergi terhadap liturgi gerejanya, dll. Hingga akhirnya di dalam ke frsutasian saya untuk dapat bergereja, saya memilih untuk beribadah di gereja Oikumene. Sudah 2 minggu berturut-turut saya beribadah di sana namun jujur saya akui saat saya sedang menulis inipun sudah terbersit keinginan untuk beribadah di gereja lain pada minggu berikutnya dengan alasan yang sepele, harapan untuk kenal cewek kecil disana !

Kembali kepada tokoh penembakan di Norwegia tadi. Dikatakan bahwa pelaku ini pernah menjadi anggota dari perkumpulan anti multikultur. Dikatakan juga bahwa walaupun dia aktif dalam berbagai perkumpulan politik namun dia jarang sekali melibatkan diri dalam diskusi-diskusi politik. Lalu kenapa orang yang menurut kolega-koleganya ini berkelakuan baik memiliki amarah yang meluap-luap kepada orang lain ?

Saya menyelidiki pikiran saya sendiri dan kebiasaan saya.

Saya berusaha sedapat mungkin menghindari konflik tapi justru konflik dan pertentangan mendalam yang mendekam di dalam hati saya.

Saya menghindari pembicaraan yang mendalam dan panjang tentang kekristenan karena menurut saya itu adalah sifat kedagingan tapi alih-alih menemukan damai sejahtera justru rasa tidak puas dengan dunia pelayanan di Indonesia itulah yang begitu menghantui saya.

Saya menolak untuk bersaksi bagi kemuliaan Yesus karena beranggapan tidak ada kesaksian indah akan penyertaan Tuhan di dalam hidup saya namun justru pengalaman-pengalaman rohani yang melampaui akalku sering terjadi dalam keseharianku yang bukannya menjadi kesaksian akan kebangkitan Kristus namun makin memenjarakanku dalam ketakutan dan keragu-raguan karena tidak tahu lagi apa yang baik dan tidak baik untuk kulakukan dengan semua informasi tersebut.

Pada akhirnya saya berubah dari pribadi yang riang, suka bergaul dan mudah percaya orang menjadi seseorang yang apatis, dipenuhi keragu-raguan dan kecurigaan, ketakutan terutamanya jika malam menjelang karena apakah saya bisa melalui malam dengan selamat hingga pagi hari atau tidak dan dendam terhadap orang-orang yang saya naggap pernah menyakiti saya baik dengan tingkah laku maupun dengan kata-kata, entah sadar ataupun tidak.

Akhirnya, ketika saya membaca profil pelaku pembunuhan di Norwegia itu, saya seperti bercermin dengan kondisi hati dan pikiran yang sama dengan apa yang ada di dalam diriku. Tapi dengan sadar saya menolak untuk mengambil tindakan main hakim seperti pelaku tersebut. Saya hanya terkejut karena ternyata kondisi hati dan pikiran yang demikian dapat menuntun kepada tindakan brutal seperti itu.

Saya menolak untuk disamakan dengan pria tersebut karena saya percaya ada Firman yang menjaga hati dan pikiran saya namun saya ingin bertobat dan dipulihkan karena saya merasakan makin lama saya berada dalam keadaan marah seperti ini, makin lemah pegangan saya terhadap Dia yang telah menebus saya dengan darah-Nya.

Geadley Lian's picture

rasional

Setiap orang punya kelemahan & kelebihan diri maka dengan itu tidak usah mengeluh soal itu karna kita harus bertindak scr rasional

__________________

geadley