Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Puasa Transformatif

Stephen's picture

Puasa dimengerti sebagai praktek rohani dengan berpantang makan dan minum. Umat Tuhan berpuasa dengan berbagai alasan (1) saat mendengar berita buruk, Nehemia 1:4, 2 Samuel 1:12, (2)  saat keluarga, sahabat, atau umat sedang sakit, 2 Samuel 12:16, Mazmur 35:13; (3) saat kematian, 1 Samuel 31:13, 2 Samuel 3:35; (4) saat datang bahaya , Ester 4:16, Daniel 6:18, Kis.27:33-34; (5) saat terancam bencana nasional, Hakim 20:26; 2 Taw.20:3; Yoel 1:14; 2:12-15; (6) saat terancam penghakiman, Yeremia 36:9, Yunus 3:5-10; (6) Sebelum mengadakan perjalanan, Esra 8:21-23; (7) saat pengakuan dosa di muka umum, Nehemia 9:1-2, 1 Samuel 7:6; (8) dalam pertobatan pribadi, 1 Raja 21:27-29, Esra 10:6 (9) saat bersyafaat, Daniel 9:3; (10) saat merespon penyataan dari Allah, Daniel 10:1-3, Kisah 9:9 dan (11) ketika mentahbiskan atau mengutus pelayan, Kisah 13:3, 14:23.

Puasa menjadi cara umat berserah sepenuhnya kepada kehendak Allah di waktu tidak berdaya; memohon pertolonganNya saat menghadapi musibah; meminta penyertaanNya menghadapi situasi yang tidak menentu; berharap topangan agar dikuatkan menghadapi tugas dan tanggungjawab serta pengakuan bersalah atas pelanggaran yang memalukan dan menyakitkan hati Allah.

Yesaya sebagai nabi Tuhan disuruh untuk berbicara tentang prilaku keagamaan umat Israel yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Mereka  mengira dirinya sudah benar dan merasa benar karena sudah berpuasa dan mencari hadirat Tuhan sehingga mulai menyudutkan dan menyalahkan Tuhan karena harapan dan doa mereka tidak diperhatikan dan dipedulikan Tuhan Allah. Tuhan Allah menilai segala tingkah laku dan praktek keagamaan mereka. Hidup keagamaan mereka tidak menyenangkan hati Tuhan Allah. 

Umat hanya benar dalam melakukan praktek keagamaan secara lahiriah. Benar mereka berpuasa; benar mereka berdoa; benar mereka sudah membaca kitab suci; benar mereka sudah melakukan ketentuan puasa dengan sempurna; namun semua itu belum cukup. Mereka hanya pandai dalam aturan lahiriah agama tetapi mereka berperilaku jahat terhadap sesama. Mereka begitu sibuk dengan pekerjaannya sehinggga tenaga orang diperas habis-habisan. Mereka saling berdebat; tidak ada yang mengalah; merasa diri benar; berkelahi dan saling menyakiti dengan pukulan masing-masing. Mereka sama sekali tidak menunjukkkan kerendahan hati  dan penyesalan yang mendalam dalam berpuasa. Mereka berpuasa bukan untuk menyenangkan hati Tuhan; melainkan untuk menyombongkan diri sendiri dan menuntut Tuhan berlaku baik buat mereka.

Tuhan Allah menilai puasa demikian bukan puasa yang dikehendakiNya; bukan puasa yang sesuai dengan perintahNya; bukan puasa yang menyenangkan hatiNya. Puasa yang dikehendaki Tuhan adalah bagaimana umat hidup saling mengasihi; tidak menyusahkan hidup orang lain; memberi makanan bagi yang lapar; memberi pakaian bagi yang telanjang; memberi tumpangan bagi yang tidak punya rumah; tidak menghakimi orang lain dengan kata-kata buruk; memberi kelepasan bagi yang tertindas dan melawan segala bentuk kejahatan yang ada. (58:6-9)

Puasa bukan ditujukan buat kepentingan pribadi dan kelompok sendiri. Puasa memiliki pengertian persekutuan dan kesejahteraan bersama. Puasa berarti melepaskan manusia dari sekedar mencari keselamatan diri sendiri dan kelompoknya. Puasa mengajak umat untuk peduli dan memberi bantuan nyata buat mereka yang nyata-nyata hidup dalam penderitaan; kesusahan; kemelaratan dan tidak berdaya. Tuhan Allah menghendaki puasa yang memiliki nilai transformatif: puasa yang mendatangkan kesejahteraan hidup bagi orang lain.

Sebagai jemaat Tuhan, hal berpuasa jika memang bisa kita lakukan kiranya tidak membuat kita menjadi pribadi yang merasa benar dan paling benar sehingga mulai menghakimi orang lain dan menilai yang lain belum mengerti kehendak Tuhan yang sebenarnya. Saudara harus hati-hati saat berpuasa agar saudara jangan jatuh pada dosa kesombongan rohani. 

Cobalah periksa puasa kita: sudahkah kita berpuasa dengan kerendahan hati; dengan penyesalan; dengan mengurangi kesibukan kerja untuk kemudian bersekutu dengan Firman Allah. Sudahkah kita berpuasa dengan pikiran yang bersih sehingga tidak soal apakah kita buka dengan sayur bening, nasi dan air putih? Sudahkah kita berpuasa dengan perilaku jujur sehingga kita menolak pendapatan yang tidak pantas atau memeras orang lain? Maukah kita berpuasa dengan juga melayani mereka yang lapar dan sakit? Bisakah kita berpuasa dengan membantu sesama kita dengan memberikan makanan atau bantuan pendidikan? 

Sebagai gereja Tuhan, kita diingatkan untuk tidak memikirkan diri sendiri dan keselamatan pribadi. Jika kita berpuasa dengan tidak gembar-gembor; pamer diri dan kesombongan rohani, maka kita dapat merasakan manfaat puasa yang luar biasa: hidup yang menjadi terang; sakit yang disembuhkan; doa yang dijawab; dosa yang diampuni; berkat yang melimpah; hidup yang diperbaharui dan semangat untuk membangun masa depan yang cerah (58:8-12).

Jika kita menyadari betapa besar manfaat puasa demikian, kiranya kita diingatkan untuk berlaku rendah hati dihadapan Tuhan dan sesama. Betapa kita tidak dapat membanggakan hidup keagamaan kita jika motivasi dan tujuannya salah. Dengan belajar dari firman Allah kita diingatkan untuk memperbaiki hidup ibadah kita sehingga kita boleh saling mengasihi, melayani dan menguatkan satu dengan lainnya. Tuhan memberkati setiap umat yang beribadah dengan tulus dan jujur dihadapan Allah Yang Maha Tahu dan Maha Adil. Tuhan Yesus memberkati kita.