Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Setitik kasih dalam pulpen perak

agatha kharissanti's picture

                Menjadi anak remaja yang memakai baju putih abu-abu aadalah mungkin sebagian impian seorang anak yang seperti saya saat itu, memakai baju seragam kebesaran itu seperti sudah masuk dalam strata masyarakat yang saya anggap dewasa dan bila saya punya pendapat akan lebih didengarkan. Jadi saya termasuk bangga dengan memakai baju itu.

                Terbiasa dengan lingkungan bersekolah dengan teman-teman sekepercayaan dan seiman sempat membuat shock tersendiri masuk sekolah menengah atas negeri, karena daari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah pertama masuk dalam pendidikan swasta Kristen. Sekolah menengah atas negeri tempat saya bersekolah adalah tempat dimana saya menjadi orang Indonesia dengan ragam agama, budaya dan etnis, sungguh saya merasa berbhineka tunggal ika di sekolah itu, bahkan disekolah itu juga saya untuk pertama kalinya menitikkan airmata terharu saat menyanyikan lagu kebangsaan kita, Indonesia raya.

                Cerita ini dimulai ketika saya baru merasakan enam bulan memakai baju kebesaran putih abu-abu. Masuk dan aktiv dalam kegiatan ekstra kurikuler adalah pengalaman yang baru bagi saya pribadi, karena saat –saat yang lalu lebih mengetengahkan anak muridnya untuk aktiv dalam kegiatan intrakurikuler, jadi kegiatan tambahannya bukan diselenggarakan oleh sekolah tapi mandiri dari murid-muridnya mengejar kegiatan diluar sekolah.

                Sibuk  dan menyenangkan saat saya bersama dengan teman-teman satu ekskul mau menyelenggarakan kegiatan Paskah dengan dana terbatas tapi ingin memberikan sesuatu yang tak terlupakan dan berkesan dihari dimana Yesus menyatakan kasihNya dengan mati dikayu salib menebus kita semua dari maut. Hal itulah yang ingin kita bagikan bagi seluruh anggota ekskul Kerohanian Kristen saat itu.

                Dana lah yang mmenjadi penghalang kita saat itu, keuangan anak sma yang terbatas membuat saya merasakan betapa susahnya menyelenggarakan acara paskah, kalau saya ingat dulu betapa gampangnya saya, tinggal membayar iuran dan saya menikmati acara paskah tanpa kerja keras, tapi saat itu saya belajar  hal yang indah. Saat saya mau membeli pulpen perak untuk saya tulis dikartu sebagai pembatas Alkitab kenang-kenangan acara paskah itu, saya sadar bahwa pulpen saya mulai macet-macet dan menjadi gangguan tersendiri buat saya yang diberi tugas untuk menulis itu.

                Dengan berbekal uang seadanya saya pergi ke toko buku besar di dekat sekolah saya, berharap mendapat pulpen perak yang sesuai dengan kantong saya sebagai anak sekolah saat itu, saya mulai mmencari dan mencoba ribuan pulpen yang dijual di toko itu dengan mencorat-coret kertas yang disediakan diatas rak pulpen itu. Akhirnya saya menemukan sebuah pulpen perak mungil dengan harga yang pas dengan saya, bergegas saya ke kasir untuk mendapatkan pulpen itu agar menjadi sah punya saya. Sambil menunggu antrian untuk membeli pulpen itu ternyata ada pulpen bertinta perak yang jauh lebih murah dibanding pulpen yang hendak saya punyai, kontan saja saya berteriak “asyik ada yang lebih murah”. Teriakan saya ternyata membuat ibu-ibu didepan antrian saya menengok dan tersenyum seolah merasakan kebahagiaan kecil saya itu.

                Saat petugas kasir sedang menghitung belanjaan ibu-ibu paruh baya itu,tiba-tiba ibu yang baik hati itu mengambil pulpen yang ada digenggaman saya dan menaruhnya dihitungan kasir itu. “sudah biar saya yang bayar saja, itu pulpen kamu tidak jadi beli ambil saja, biar sekalian.. “ saya masih takjub dan tidak bisa berbicara apa-apa, 15 tahun saya hidup tidak pernah ada orang yang tidak saya kenal membayarkan belanjaan saya walaupan itu hanya satu buah permen. Hal yang dilakukan ibu itu membuat saya terdiam sambil tersenyum beberapa detik.

                Akhirnya saya mendapatkan pulpen perak bertinta kasih, karena didapatnya dari kemurahan hati seorang ibu yang sampai sekarang saya kenang bahkan saya tidak tahu namanya, dan saya belum sempat memberi tahu nama saya. Perbuatan kasih memang selalu lebih dahsyat dari sekedar perkataan. Dan kemurahan hati ibu itu membuat tulisan saya dikartu untuk paskah itu lebih terasa Indah, Yesaya 53:5 “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”

                Perbuatan Kasih Yesus yang besar dituliskan dengan pulpen perak bertinta kasih.

               

__________________

Soli deo Gloria,, xoxo

Tante Paku's picture

Inspiratif

Cerita nostalgia waktu SMU yang masih melekat untuk diceritakan ya Tha?

Kemana saja nih, kok lama nggak nulis?

Salam.

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

Purnomo's picture

Numpang tes link

hai hai's picture

kissah yang indah

wow ..... non ..... kisah yang indah. Kenangan yang bermakna.

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Purnomo's picture

Ketulusan dalam segelas teh manis hangat

Waktu aku masih SMA, koran Kompas datang di Semarang melalui bandara udara sekitar pk.3 sore dan diterima oleh para agen penyalur sekitar pk.5 sore. Ini aku tahu betul karena aku seorang loper koran yang membagikan sekitar 35 exemplar dengan bersepeda.
Puluhan tahun telah berlalu, tetapi aku masih bisa mengingat 3 wajah manusia pada kurun waktu kerja itu selain boss-ku yang galak.

1) Suatu ketika aku mendapat tambahan pelanggan baru yang rumahnya menyimpang dari 'my main route', masuk kampung yang jalannya menanjak. Aku tak bisa menolak karena butuh uang (honor dihitung dari jumlah koran yang dibagikan).

             Sebetulnya tanjakan itu menguras tenagaku. Tetapi keramahan pelanggan baru ini membuat aku tidak tega untuk melepaskannya. Lelaki tua yang guru SMP Negeri ini selalu setia menanti kedatanganku di ruang tamu. Bahkan bila aku terlambat dan baru sampai pk.7 malam, ia masih menunggu. Selalu saja ia menawari aku minum teh, tetapi aku menolak karena sempitnya waktu. Waktu hari hujan dan aku mengulurkan koran, ia memegang tanganku sambil mengangsurkan segelas teh dan memaksa aku minum dulu sebelum melanjutkan pekerjaan. "Kamu boleh menolak kalau bajumu kering. Tetapi kamu tidak boleh menolak kalau bajumu basah. Kamu harus minum dulu sebelum pergi."

            Segelas teh manis hangat aku teguk cepat. Segelas teh harganya tidak mahal. Tetapi ketulusan di dalamnya membuat aku masih bisa mengenang wajahnya sampai sekarang. Setiap hujan turun, pak guru itu menanti kedatanganku dengan segelas teh hangat manis.

2) Musim hujan bukan saja bajuku basah karena jas hujan yang aku pakai sudah banyak ventilasinya, tetapi risiko terperosok masuk got yang tertutup air banjir juga harus terpaksa diterima. Sudah jatuh masuk got, koran basah dan kena marah penerimanya.
Tetapi ada seorang pemuda yang tidak pernah marah. Aku menyodorkan koran yang basah kuyup, ia hanya berkata "tidak apa-apa, masih bisa aku panggang di kompor". Koran aku antar esok harinya karena baru diterima penyalur pk.8 malam, dia juga tidak marah.
         Setahun kemudian ketika aku bekerja sebagai salesman, di sebuah hotel di Wonosobo, aku melihat dia.

"Masih ingat saya?" tanyaku.
Dia tersenyum dengan senyum yang sama.
"Kalau dulu kamu keliling mengantar koran, sekarang kamu keliling mengantar apa? Aku sendiri loper obat, kok."
Hahahahaha.

3) Demam tinggi yang bertahan selama 4 hari membuat aku nekad. Selesai mengantar seluruh koran, aku mengayuh sepedaku masuk ke halaman rumah seorang dokter. Aku diperiksa, lalu disuntik. Lalu dokter membuat resep.

"Resepnya tidak usah, Dok," kata saya sambil meletakkan beberapa lembar uang di mejanya. "Uang saya hanya segini. Kurangnya saya hutang dulu, Dok. Akhir bulan saya bayar."
Dia memandangi saya tanpa ekspresi.
"Kamu kerja apa?"
"Loper koran."
"Masih sekolah?"
Aku mengangguk.
"Rumahmu di mana?"
Aku menjelaskan alamat rumahku.

Dia membuka laci mejanya, mengeluarkan beberapa butir obat, membungkusnya dan menyorongkan ke depanku. Juga uangku.

"Sembuh tidak sembuh 3 hari lagi kamu kembali ke mari. Jika kamu tidak kemari, aku suruh pegawaiku dan polisi datang ke rumahmu."
Hahahaha, ini memberi dengan memaksa.

Kelak dia menjadi dokter keluargaku karena ortu dan adik-adikku kalau sakit berani datang kemari. Gratis!

Kelak ketika aku sudah jadi Kristen baru aku tahu dia juga seorang Kristen dan banyak jasanya untuk gerejanya.

agatha kharissanti's picture

semua,, apa kabar??

iya neh baru aktiv ngeblog lagi,, soalnya sekarang lg pelayanan di bontang kaltim kemaren2,, sekarang lagi main dijakarta aja.. makasih ya..

 

tiba2 lagi ingat cerita masa sma yg indah..

 

met natal semuanya..

__________________

Soli deo Gloria,, xoxo

agatha kharissanti's picture

semua,, apa kabar??

iya neh baru aktiv ngeblog lagi,, soalnya sekarang lg pelayanan di bontang kaltim kemaren2,, sekarang lagi main dijakarta aja.. makasih ya..

 

tiba2 lagi ingat cerita masa sma yg indah..

 

met natal semuanya..

__________________

Soli deo Gloria,, xoxo

agatha kharissanti's picture

pak purnomo

kebaikan hati orang lain memang indah bila diceritakan berulangkali..

met natal

__________________

Soli deo Gloria,, xoxo