Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

journey to Baduy part 1

agatha kharissanti's picture

Journey to Baduy

                Menjadi penjelajah hutan rimba tidak pernah sekalipun muncul dalam pikiranku,bahkan timbul didalam hati ketika melihat jejak petualang ditelevisipun tidak pernah terbayang.. menjadi orang yang berkutat dengan ilmu sosial di sekolah menengah atas, sudah selayaknya dan semestinya ikut mempelajari kearifan lokal yang terdapat dalam mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi.. Bosan dengan teori yang kurang bisa menggambarkan kenyataan dilapangan, bahwa masih ada daerah diIndonesia yang tidak mengenal teknologi komunikasi, sosial media yang begitu cepat mengkoneksi satu orang dengan orang yang lainnya hanya dengan satu kali klik, membuat kami satu angkatan diharuskan tugas belajar lapangan ke Baduy Dalam dan Baduy luar di propinsi Banten untuk mempelajari masyarakat sosial orang-orang disana.

                Yah karena termakan gosip dari kakak kelas yang saat itu sudah mencicipi bangku kuliah,mengatakan kalau medan disana berat, jalannya jalan tanah berbatu,becek bila sedang musim hujan, jauh sekali dari pintu masuk ke baduy luar 3 jam perjalanan, lalu lanjut lagi ke baduy dalam juga 3 jam perjalanan, banyak yang pingan karena gak p jalan, sesak nafas,dll. 

                Akhirnya,, termakan gosip juga.. batallah kepergianku, dibayar dengan tugas kelompok yang cukup berat bersama teman-teman yang ikut termakan gosip.. aku hanya bisa melihat video  dokumentasi pihak sekolah, dan benar saja itu adalah daerah yang tidak akan pernah ak datangi. Hutan rimba, bukan benar-benar hutan yang masih murni tidak pernah tersentuh tangan manusia. Untung aku tidak datang, batinku..

                ...

 

                Empat tahun setelah lulus sma,aku menjadi mahasiswa semester empat di sekolah theologia.. panjang perjalanan yang akhirnya membuatku “terdampar” disini.. Kuliah empat semester di Manajemen menjadi “sia-sia” karena pengenalan akan Tuhan lebih utama. Karena Tuhan butuh kita manusia untuk menjadi alatNya,menyampaikan tujuan Allah bahwa Ia sangat mengasihi manusia dari latar belakang budaya apapun dan bagaimana keadaan manusia itu berteknologi atau tidak, berpendidikan atau tidak.

                6 Januari 2008, hari itu adalah hari yang bersejarah, papa mama sudah 23 tahun mengikat janji dihadapan Tuhan untuk saling setia dan menghormati sebagai suami isteri.. hari itu untuk pertama kalinya merasakan pelayanan ibadah natal sebuah kantor besar untuk para direksi dan  karyawannya. Dosenku yang berkhotbah dan aku yang melayani pujian penyembahannya bersama lima teman satu team dan satu kampus juga yang melayani singer dan musik..

                Setelah pulang dari pelayanan itu dan mendapat berkat Tuhan yang lumayan besar untuk ukuranku saat itu, kak Andi seniorku dan juga keyboardis natal tadi mengajak aku lusa untuk missiontrip ke Badual tadi karena dia dan yebby,gitaris natal tadi telah merencanakan misi itu.. sontak kaget dan mulai terbayang ganasnya hutan baduy,membuatku berpikir keras, bila aku alasan “gak ada duit karena acara dadakan” tidak mungkin, karena baru dapat berkat.. “takut dan gak mau ikut” nanti  dibilang missionaris gadungan.. akhirnya ku jawab “nanti aku hubungi kakak lagi,aku nanya orang tua dulu..”

                Sepanjang jalan pulang di biskota cawang-bekasi, aku memikirkan rencana itu.. aku mulai berpikir ulang buat apa aku kuliah ditempat itu kalau ternyata aku Cuma mau melayani ditempat yang ber-ac, yang mengharuskan aku dandan, dan mendapat berkat yang banyak,itu saja, selesai. Tanpa aku berbuat sesuatu yang menyentuh hati orang lain dengan KasihNya. Entah kekuatan dari mana atau memang sudah menjadi kehendakNya aku mengirim pesan pada kak andi dan mengiyakan ajakannya. Ternyata kami pergi berenam tiga pria dan tiga wanita,berpasangan tapi tidak pacaran.  aku bertugas sebagai seksi konsumsi yang membawa 2 karton mie instan, minyak goreng, saos botol dan satu kilo ikan asin, sedangkan 10 kg beras dibawa kak andi. Itu cukup untuk memenuhi kebutuhan makan kami selama 3 hari 2 malam.

                Perjalanan kami dimulai, doa singkat dan meluncur ke stasiun tanah abang.. kami naik kereta ekonomi ke Rangkas bitung dengan harga 2000 rupiah per orang, dengan tujuan bertemu dengan rekan kak andi yang telah punya koneksi ke baduy. Perjalanan yang menyenangkan, karena baru kali  ini naik kereta ekonomi dimana penumpang manusia dan ayam disatukan. Awalnya indah tapi empat jam perjalanan yang memusingkan, karena begitu banyak penjual yang menjual barang dagangan, dari mulai rokok, minuman, kaoskaki, gorengan, tahu sumedang, asesoris rambut, gantungan handphone dll semua berjualan bolak balik dari gerbong ke gerbong, aku sudah tidak menghitung, berapa kali kuangkat lima jariku dan berkata “tidak, terimakasih..” tapi luluh juga hatiku, akhirnya ku beli kaos kaki bersama 2 temanku cely dan lia, karena dingin baduy saat malam.

                Memang ini kehendak Tuhan kami kesana, Tuhan memberi konfirmasiNya, kami bertemu dengan seorang pemuda tanggung, hitam kelam karena terbakar matahari, memakai baju hitam dan celana hitam, dengan slayer biru dongker, tidak beralas kaki, kulihat kakinya keras karena terbiasa nyeker. Akhirnya kak andi berkenalan dengannya. Ia tersenyum bahkan tertawa kulihat giginya yang kekuningan dan sedikit ompong. Akhirnya kami putuskan untuk tidak menggunakan jasa rekan kak andi,tapi kami datang bersama Kang Sapri, orang baduy asli.

                Sampai di Rangkas bitung, kami bertujuh melepas lelah setelah empat jam duduk di kereta ekonomi. Kami makan dan minum sampai puas karena masih ada perjalanan darat yang memakan waktu 3 jam yang pasti akan sangat melelahkan. Kamipun beranjak untuk berjalan kaki kira-kira 500 m dari stasiun menuju terminal terdekat untuk naik minibus untuk sampai ke desa Ciboleger. Kami membayar 100500 rupiah untuk 7 penumpang, dengan tempat duduk yang sempit, aku benar-benar tersiksa selama 3 jam perjalanan. Tapi begitu sampai dilokasi desa Ciboleger penderitaanku tidak terasa seolah terbayar karena aku teringat masa sma ku dimana tugu selamat datang yaitu sebuah patung keluarga terekam di video dokumentasi yang aku lihat kala itu,, yap aku berada ditempat yang sama saat empat tahun lalu ketika teman-temanku seangkatan datang kemari.

                Tempat itu seperti pasar dan terminal yang digabung jadi satu. Tapi cukup sepi, bahkan sepi sekali, yang banyak adalah tukang ojeg,yang menatap aneh melihat kedatangan kami. Bis yang tadinya mengantar kami juga langsung pergi tanpa membawa penumpang kembali ke kota. Banyak toko-toko disana yang menjual barang keranjinan khas baduy, aku langsung menuju kesana dan melihat-lihat keunikan khas baduy. Sebelum masuk daerah baduy, tempat menuju kesana banyak rumah-rumah penduduk setempat yaitu orang-orang sunda.

                Perjalanan kami dimulai dengan jalan yang ditaruh batubata sebgai pengeras jalan, jalannya agak naik,dan makin naik.. aku mulai merasa ngos-ngosan, tapi katanya jalan kedalam tidiak seperti ini.. begitu masuk pintu menuju baduy luar, kami melihat bangunan terbakar, aku langsung menyadari kalo itu adalah rumah ibadah kepercayaan mayoritas Indonesia. Ak heran dan bertanya-tanya, akhirnya kang sapri menjelaskan kalo masyarakat baduy menolak kepercayaan atau agama apapun. Masyarakat baduy penganut animisme yang dipercaya turun temurun dan berakar kuat di dalam masyarakatnya. Lalu terlihat plang tanda dari pemerintah, kalau daerah ini adalah cagar budaya yang dilindungi pemerintah.

                Sebelum kami bisa masuk lebih jauh, kami harus bertemu dengan jero , orang yang menjadi penguasa dari daerah itu. Kami disana harus menulis buku tamu dan maksud tujuan apa kami datang. Maksud tujuan kami datang disana akhirnya kami tulis penelitian, tidak mungkin juga saat itu menulis penginjilan.. karena pemberitaan Injil itu terbagi dalam tiga metode : Presensi atau kehadiran, kami menjadi orang Kristen ditengah orang tidak percaya, Proklamasi atau menyuarakan kalo jalan kebenaran dan kehidupan hanya didalam Yesus dan Persuasif atau ajakan, kita mengajak orang yang tidak percaya kepada Kristus. Kami saat itu memberitakan Injil secara presensi dulu, kami membuka jalan untuk kedatangan kami yang berikutnya nanti.

                Ketakutan tergenai sudah, momok yang menghantui tentang medan jalan menuju baduy lua memang benar adanya.. jalanan becek, lumpur, terjal, hutan belantara,dll benar-benar aku lewati.. kang sapri dengan lincahnya menuntun jalan kami didepan, sementara aku tertinggal dibelakang sekali. Aku bener-bener ngos-ngosan, nafasku satu-satu karena aku memang bukan anggota pecinta alam, juga bukan orang yang suka berolahraga, seprti cely dan lia dengan lincahnya berada didepan rombongan kecil kami. Sedangkan kampung baduy luar itu aada dibalik gunung yang ada didepan kami, jadi kami harus melewati hutan agar sampai dibalik gunung. Keringatku sudah seperti air mandi yang tercurah. Aku terduduk, ku pikir aku bisa mati disini tapi ku pikir lagi aku akan mati sebelum melakukan apa-apa disini, kuangkat tangan tanda menyerah kalau aku tidak sanggup lagi bejalan padahal baru 30 menit berjalan dari rumah jero. Waktu yang dibutuhkan adalah 2 jam untuk sampai ke kampung baduy luar.

                Kak andi akhirnya menggendongku, tapi baru lima menit ia pun menyerah, karena aku lumayan berat untuk digendong. Kuhabiskan air mineral dalam kemasan 600ml, mukakupun memanas, keringan bercucuran sebiji jagung, sepertinya kekuaatanku pulih. Ku beranikan berjalan setapak demi setapak dengan digandeng kak andi. Tebing curam, pendakian yang tinggi, turunan tanah yang licin, sedikit demi sedikit aku lewati. Akhirnya aku bisa beradaptasi dengan medan yang ada, aku bisa menikmati pemandangan yang indah sekali, pemandangan yang murni goresan tangan yang Pencipta, tapi sayang kami tidak ada satupun yang pegang kamera digital, juga kamera handphone. Jadi keindahannya tidak bisa kami rekam.

                Akhirnya dari kejauhan aku melihat gubug beratapkan ijuk hitam, aku tau disanalah tempat kami bermalam. Tapi ternyata jalan menuju kesana panjang sekali, harus melewati hutaan lagi. Yah tapi aku bisa melewatinya.. ternyata memang benar kata – kata bijak yang pernah ditulis, lebih sulit waktu memulai langkah ketimbang berjalan setelahnya. Kami minum air langsung dari mata airnya, sepertinya orang baduy sendiri yang membuatnya, agar mereka dapat minum untuk melepas dahaganya ketika tengah berjalan.

                Sampailah kami di desa Cikeusik, kampung baduy luar. Paling-paling desa itu hanya berpenduduk 15 KK, kurang lebih 60 orang. Akhirnya kami tinggal dirumah kang sapri. Kang sapri lalu sibuk memasak untuk makan kami dibantu dengan ibunya. Disaat yang sama Penduduk kampung itu langsung berdatangan kerumah kang sapri dengan menawarkan barang-barang khas baduy, setelah tawarmenawar dengan penduduk disana akhinya tas kecil, cincin, gelang dari anyaman akar-akaran dan madu asli khas baduy telah sah menjadi milikku, semuanya 50000 rupiah.

                Mata Pencarian rata-rata orang baduy adalah dengan berladang dan menjual hasil kerajinan setempat. Mereka tau nilai uang, dan tdak mudah dirayu saat tawar menawar terjadi. Mereka pantang makan hewan berkaki 4 apapun jenisnya. Yang boleh keluar kampung hanya laki-laki, perempuan dilarang keluar. Pernikahan mereka bukan atas dasar cinta tapi dijodohkan kebanyakan. Kang sapri  sudah menikah dan punya 2 anak laki-laki tapi tinggal diladang saat itu, umurnya baru kisaran 22 tahun atau lebih muda. Yang aku suka dari adat baduy adalah mereka sangat setia dengan pasangan mereka, tidak ada istilah selingkuh. Kalau pun ada pasti sudah diusir dari kampung.

                Inilah waktu yang menyebalkan, karena aku sedang dapat “tamu bulanan”, jadi paling repot sendiri.. karena harus bolak- balik kamar mandi eh sungai.. saya sempat ditertawakan karena bilang “kang sapri boleh numpang ke kamar mandi?” “tak aya kamarmandi teh, adanya kali..” ya.. ya.. aku lupa.. setelah makanan siap kamipun melakukan penginjilan Presensi kami, kalo kami ini orang Kristen dengan berdoa dalam nama Yesus sebelum makan.

                Karena disana tidak ada listrik, maka handphone aku matikan selain hemat batere disana juga gak ada sinyal apapun.. baru jam 6 sore tapi lilin sudah nyala, lampu minyak mulai menerangi rumah papan beralaskan tikar yang berlantaikan potongan bambu yang mulai renggang, jadi angin dingin masuk lewat situ, berdinding lapisan bambu, tidak cukup menghangatkan badan ini.. akhirnya kami bertiga tidur berangkulan.

                Kukuruyuk.. suara ayam jago bersahutsahutan.. terasa malas sekali mata ini terbuka, karena kamar ini masih gelapgulita tidak ada cahaya yang masuk. Akupun memejamkan mata sekali lagi. Saat aku membuka mata untuk kedua kalinya, daerah sekitarku sudah terang, cahaya menerobos masuk lewat sela-sela dinding bambu dan yang membuat aku benar-benar terbangun adalah dingin udara pagi baduy, masih alami dan natural.. seperti sebuah lagu, bangun tidur ku terus mandi, yah aku langsung menuju kali tempat mandi wanita..

                Tempatnya persis belakang rumah kang sapri, tapi anehnya ada aturan yang tidak -membolehkan laki-laki untuk masuk wilayah tempat khusus wanita itu.  Dan atuan itu di patuhi setiap penduduk disana. Kami mandi bersama seorang perempuan muda baduy dalam, sungguh ini pandangan dari semua teman-temanku baik laki-laki maupun perempuan, kalau wanita baduy cantik banget, natural, alami, cantik banget, terus terang aku envy banget..

                Saat mandi di kali baduy luar kami masih boleh pakai sabun dan alat mandi yang kami bawa, dan aku perhatikan kalo nona baduy itu juga pakai sabun sama seperti kami.. awalnya memang risih karena harus mandi dialam terbuka, aku agak repot harus menutup badan dengan sarung yang aku pakai bergantian. Aku lihat dari kejauhan ada orang berpakaian selain biru dan hitam, seperti mengintip dari balik dedaunan, karena mungkin merasa bahwa pengamatannya yg “ilegal” itu ketahuan olehku, akhirnya ia beranjak pergi.  Aku tidak tau siapa oknum itu, tapi setelah kepergianku berikutnya aku baru tau kalo itu orang penduduk sekitar perkampungan baduy, yang sering kesitu untuk mengintip nona dan ibu baduy mandi..

                Perkampungan baduy dalam hanya terdapat 3 desa, dan perkampungan baduy luar ada 77 desa, setiap desa ada kepala desanya, tapi mereka tidak akan mudah bertemu orang baru. Ciri khas orang baduy luar adalah mereka hanya memakai baju hitam dan biru, lalu orang baduy dalam mereka hanya memakai baju putih yang agak lusuh lalu memakai celana yang bentuknya mirip rok juga berwarna putih.

                Setelah mandi, makan pagi dan bersiap-siap, kami melanjutkan perjalanan untuk ke perkampungan baduy dalam bersama kang sapri.. bersambung

__________________

Soli deo Gloria,, xoxo

antonic's picture

ditunggu cerita selanjutnya

ditunggu cerita selanjutnya.

 

__________________

sukses adalah sebuah pencapaian, premium dan citra exclusive.

antonic's picture

ditunggu cerita selanjutnya

ditunggu cerita selanjutnya.

 

__________________

sukses adalah sebuah pencapaian, premium dan citra exclusive.