Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Jesus Loves Them Now I Know (1)

Purnomo's picture

Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa blog "Tuhan pasti tertawa" akan mendatangkan uang yang jauh lebih banyak daripada uang yang datang karena menulis sebuah buku. Tetapi saya yakin itu bukan karena kehebatan blog ini, tetapi semata-mata karena Jesus loves them - mereka yang merasakan berkat melalui uang itu.

          Artikel “Tuhan pasti tertawa” pertama kali saya publikasikan pada tanggal 3-September-2011 di situs sabdaspace karena di sinilah riwayat proyek SDKG saya tulis sejak perencanaan. Bukan untuk mencari dana. Memercayakan uang kepada orang yang dikenal lewat dumay (dunia maya) bukanlah tindakan cerdas. Tujuannya, saya ingin mendapat masukan yang ternyata muncul dalam format kritik, pertanyaan bahkan cemooh – tetapi bisa saya manfaatkan.

         Jika kemudian ada 2 blogger dari 2 benua yang mengirim dana, itu adalah berkat-tak-terduga dari Tuhan untuk anak-anak SD Tabita. Jika kemudian ada 1 blogger yang men-share artikel SDKG ke mana-mana sehingga menambah jumlah donatur-tanpa-wajah, saya patut berterimakasih kepada promotor-tanpa-honor ini. Jika kemudian ada pesbuker yang menulis di statusnya, “Setiap orang harus ingat nama ibunya dan nomor rekeningnya,” bwahahaha – lewat artikel ini saya minta maaf.

Setiap orang harus ingat nama ibunya dan nomor rekeningnya.
         Status di akun seorang pesbuker ini pasti tidak dimengerti arahnya oleh para pembacanya, kecuali saya. Saya tidak menyangka sehari setelah posting “Tuhan pasti tertawa” di sabdaspace, saya menerima beberapa message, di antaranya ada yang menanyakan nomor rekening saya. Ada yang bertanya, “Ini cerita sungguhan?” Ini yang paling saya suka. Jangan mudah percaya cerita di dumay.

           Saya tidak suka memanfaatkan emosi orang yang sedang membuncah di ubun-ubun.            Jangankan di dumay, di dunyat (dunia nyata) saja saya juga menanggapi tawaran donasi baru dengan berkata, “Uangnya jangan sekarang. Bulan ini dananya cukup. Bulan depan saja uangnya kamu berikan kepadaku.” Saya tidak suka orang melakukan impulsive emotional action – tindakan bergegas akibat dorongan hati semata – seperti halnya dalam KKR orang menyerahkan mobilnya kepada gereja dan sehari kemudian bingung sendiri, “Kemarin itu apa betul roh kudus yang mendorong aku menyerahkan mobilku?”

          Ada yang kemudian lupa punya janji jadi donatur SDKG dan saya tidak mau mengingatkannya. Ada yang masih ingat akan janjinya dan kemudian memberikan donasi dengan rutin. Tetapi pernah ada seorang yang ingat dan ketika mengangsurkan sepucuk amplop berkata, “Ini sumbanganku. Sekali ini saja ya. Jangan minta lagi ya.”  Bisa saja saya menghibur diri, “Gapapa, kamu mengemis untuk Tuhan.” Tetapi untuk mengalaminya lagi? Enggaklah.

        Karena itu saya tidak bergegas membagikan nomor rekening agar ada waktu sela untuk berpikir kembali saat emosi tak lagi meletup-letup. Karena di dumay banyak serigala, saya kutip   Matius 10:16,"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” Ketika rasa belas kasihan membuncah, janganlah akal sehat menghilang. Sebaliknya ketika akal sehat membuat kita memegang kalkulator, ketulusan jangan disingkirkan sama sekali. Walau tidak semua teman setuju, saya tetap berprinsip “berdermalah dengan akal budi”. Beberapa hari yang lalu kepada para pds (pendeta-dekat-sawah) yang melalui saya menerima dana bantuan pelayanan, saya minta salinan catatan pembukuan keuangan gerejanya agar “saya mempunyai bukti tertulis bahwa bantuan ini tidak salah sasaran”.

         Ketika saya mengabari pesbuker-promotor-tanpa-honor bahwa artikel “Tuhan pasti tertawa” telah mendatangkan donatur-donatur baru dari dumay dengan jumlah donasi yang mencengangkan – sesuatu yang sulit diterima akal sehat – dia berkata: “Tuhan itu baik. Tuhan baik kepada para siswa SDKG.”       

Dewi Bulan dari timur
           Sabtu siang 17-September saya ke apotik. Ternyata uang di dompet kurang. Saya ke ATM untuk mengambil uang 500 ribu. Saldo yang terpampang di layar monitor membuat saya kaget. Bukan karena saldonya anjlok kena hack tetapi saldonya naik menjadi 8 digit. Saya cabut kartu saya. Betul, itu kartu saya bukan kartu orang lain. Rekening inilah yang nomornya saya berikan kepada calon donatur di dumay sehingga saya menjaga saldonya tidak pernah lebih dari 2 juta rupiah agar bila kena hack tidak parah kerugiannya.

          Saya pencet-pencet tut sekenanya. Tidak ada kartu lain yang keluar. Saya masukkan lagi kartu ATM dan pencet menu saldo. Saldo tidak berubah, tetap 8 digit. Karena hape saya produk jadul sehingga hanya bisa untuk telepon dan sms saja, setelah memberesi urusan di apotik saya langsung pulang untuk membuka i-bank lewat komputer rumah.

         Ternyata uang itu datang dari Dewi Bulan yang berdomisili di luar Pulau Jawa. Dia donatur baru. Donasi pertamanya datang tanggal 7-September setelah menerima nomor rekening saya. Esok harinya lewat imel saya mengirim file catatan SD Tabita yang terdiri dari pembukuan keuangan, santunan yang diterima setiap siswa bulan Agustus yang disertai nama dan alamatnya dan daftar nama, alamat serta nomor hape kepsek dan para gurunya. Daftar itu saya sertakan sebagai alat kontrol donatur terhadap saya.

         Tanggal 9-September dia mengirim uang lagi yang jumlahnya bisa melunasi SPP seluruh siswa selama 7 bulan. Saya membutuhkan dana, tetapi melihat dana sebesar ini saya bingung. Tetap membatasi penyantunan hanya pada SPP saja akan mengakibatkan saldo makin membesar karena donatur lain akan tetap mengirimi donasinya. Saya membuka file perencanaan yang berisi skenario proyek ini apabila keadaan makin membaik dan juga apabila keadaan makin memburuk. Ada 3 tahapan tertulis di sana. Pertama, pembebasan SPP. Kedua, pembebasan biaya non-SPP seperti uang ujian/test, uang buku (LKS), uang seragam. Ketiga, perbaikan sarana dan prasarana belajar misalnya toilet siswa, perpustakaan, play ground, ruang pelatihan ketrampilan wiraswasta yang tidak saya tulis target waktunya karena kuatir saya sudah keburu meninggal.

        Tahap pertama saya targetkan selesai dalam waktu 6 tahun. Ternyata 2 tahun sudah selesai karena ikutnya para diaken dumay. Sekarang Tuhan memaksa saya masuk ke tahap berikutnya. Memaksa, karena inginnya sih saya mau ganti suasana sebentar dengan tidak merintis kegiatan baru bagi SDKG agar punya waktu untuk mengembangkan proyek-proyek diakonia lain yang sedang “jalan di tempat” akibat kesibukan saya di SDKG.

              Sebelum saya membuat strategi penyantunan LKS, saya harus mewawancari beberapa orang tua siswa untuk mengetahui bagaimana mereka selama ini menyiasati (mengakali) pelunasan pungutan itu. Bukanlah pekerjaan yang menyenangkan berbincang dengan mereka yang hidup berkekurangan dan ingin mendapat lebih banyak daripada jumlah sumbangan yang telah ada. Apalagi bila harus berbincang sambil jongkok menemani orang yang sedang memanggang 2 ekor anjing dengan alat penyemprot api yang biasa dipergunakan untuk mengelupas cat di tembok rumah. Baru tahu saya kata “wirausaha” yang ditulis di “lembar permohonan santunan SPP” itu boleh termasuk berdagang anjing panggang.

             Akhir September kepada Kepsek saya menyerahkan uang sebanyak Rp.5.250.000,- untuk uang ujian 15 siswa kelas 6. Inilah pertama kalinya uang ujian kami lunasi. Setelah itu saya menemui seorang teman yang bekerja di bidang bangunan dan memberinya sejumlah uang, “Tolong buatkan toilet untuk siswa SD Tabita. Kalau kurang kamu tomboki dulu ya.” Hehehehe maunya. Bulan Nopember-2011 santunan untuk LKS dimulai. Tahap kedua dan ketiga dikerjakan bersamaan. "Repot tenan," saya menggerutu dalam hati.

           Akhir Nopember pagi-pagi saya ke SD Tabita untuk menjelaskan kepada Kepsek prosedur penyantunan LKS. Malam sebelumnya hujan deras sehingga anak-anak sibuk membersihkan air dari kelas masing-masing. Beberapa anak menyalami saya. Selalu saja bila melihat mereka hati saya trenyuh. Saya tahu beberapa anak tidak lagi tinggal bersama ayah dan ibunya yang sudah bercerai. Mereka tinggal dengan neneknya. Ada yang selalu bertanya kepada neneknya mengapa ibunya lama tidak kembali ke Semarang menjenguknya. Neneknya tidak tega memberitahu ibunya yang mencari nafkah di Kalimantan telah meninggal di sana. Ada yang masih tinggal serumah dengan ayah-ibu kandungnya tetapi mereka tidak sempat peduli anaknya pergi ke sekolah atau tidak. Sedih saya melihat beberapa gadis kecil ketika jam istirahat hanya duduk-duduk tercenung, tidak seperti di SD lain yang jam istirahatnya ramai dengan suara teriak gembira. Di rumah tidak ada permainan, di sekolah juga tidak ada permainan.

          “Jesus loves me this I know,” itulah sepenggal syair lagu yang mereka nyanyikan di kelas. It’s true. Bahkan ‘Jesus loves you so much’ sehingga Ia menggerakkan para diaken dumay yang jauh di sana untuk mengirimkan uangnya tanpa bertanya purnomo itu preman atau pendeta agar kalian bisa belajar dengan tenang tanpa memikirkan biayanya.

            Nopember adalah bulan yang melelahkan bagi saya. Tetapi Jesus loves me too kok. Dengan bertambahnya jumlah diaken dumay, maka saham saya di SDKG bisa dikurangi untuk bekal setiap bulan berdermawisata ke gereja-gereja mewah (mepet sawah) dan gereja mesum (mepet sumur).

                                                                        (22.12.2011)

PS: semua nama orang dan tempat disamarkan.

Rusdy's picture

Kesan Negatif

Saya ngakak ketika membaca:

"...akan menyebabkan menumpuknya saldo donasi ... Dan ini tidak saya sukai karena bisa menimbulkan kesan negatip dari pembaca laporan keuangan..." (dikutip dari 'Tuhan Pasti Tertawa')

Karena setahu saya, ada donatur yang memang punya kebiasaan jelek 'baru-nyumbang-kalo-udah-kepepet'.

Setelah membaca cerita diatas, sepertinya mbaah* Purnomo yang satu ini tidak akan memiliki masalah kesan negatip. Mungkin karena dorongan Roh Kudusnya asli-sli-sli, nggak seperti kasus jemaat KKR yang kebingungan setelah ngasih mobil.

Kalaupun mengalami negatip, pasti gara2 dipaksa Tuhan "masuk ke tahap berikutnya".

*mbaah -> anagram dari hamba