Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Camp Pria Sejati: Catatan seorang peserta

pwijayanto's picture

Tulisan ini dapat di download dari: http://gkmin.net/gk/camp_pria_sejati.pdf

Bagaimana saya mengenal Camp Pria Sejati?

Saya, pertama kali mengikuti Camp Pria Sejati pada bulan Agustus tahun 2007 , atas undangan Purnomo Agus seorang sahabat saya yang tinggal di Solo. Saat saya diberitahu bahwa ada Camp Pria Sejati di Tawangmangu, dan diminta mengikutinya dengan membayar sejumlah uang kontribusi, tanpa pikir panjang saya meng-ya-kan, dengan sama sekali tidak tahu apa dan bagaimana Camp Pria Sejati itu.  Pikiran saya waktu itu, saya ingin belajar/melihat/mendengar apa yang akan disampaikan di camp itu, dan berpikir bahwa dari camp itu saya akan mendapat teman-teman baru. 

Saya tidak ambil pusing, apakah camp itu akan bergaya kharismatik, atau gaya pantekosta, atau gaya protestan, atau gaya bebas.  Saya sudah biasa mengikuti acara dengan gaya yang bermacam-macam, dari yang sangat santai tanpa aturan, hingga yang beraturan ketat, bahkan cara berjalan dan berbicara-pun diatur. Hingga saat ini pelatihan terberat --secara fisik-- yang pernah saya ikuti adalah pelatihan yang memakan waktu 40 jam nonstop, jika ditambah waktu perjalanan saya mengemudikan mobil hampir 5 jam pergi-pulang, menjadi 45 jam (selama pelatihan hanya diberi waktu tidur/istirahat sekitar 3 jam).

Saya merasa “cukup mengenal” Camp Pria Sejati, karena beberapa teman kuliah saya dulu (di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga), sekarang menjadi aktivis di Pria Sejati, baik yang ada di daerah (Solo), maupun yang ada di pusat (Jakarta). Mereka menjadi pengurus organisasi/komunitas Pria Sejati, dan ada yang menjadi pembicara di Camp Pria Sejati.

 

Mengapa saya menulis ini?

Walau hal-hal yang ditulis disini sudah agak lama ada di benak saya, sebenarnya yang menjadi pemicu untuk membuat tulisan ini adalah seminar dan tulisan Pdt. Budi Asali, M.Div yang mengritik kegiatan Camp Pria Maksimal yang pernah diikutinya.  Dulu, saya tidak berminat menuliskannya, karena saya berpikir, bahwa Camp Pria perlu dan akan dimengerti oleh orang yang mengikutinya, bukan orang yang tidak pernah mengikutinya.  Saya tahu bahwa ada pelatihan-pelatihan tertentu yang tidak perlu dipublikasikan, dan hanya dimengerti oleh para peserta pelatihan.  (saya pernah mengikuti sebuah pelatihan dengan menandatangani pernyataan berjanji tidak menyebarluaskan isi pelatihan kepada orang lain).  Walau tidak ada “peraturan resmi” di dalam Camp Pria Sejati, namun saya (dulu) berpikir bahwa tidak perlu mempublikasikan isi Camp Pria Sejati.  Saya memiliki beberapa dokumentasi foto dan video yang saya ambil dari beberapa acara camp-pun hanya menjadi koleksi pribadi, tidak saya upload ke website.

Namun tulisan Pdt. Budi Asali, M.Div yang dipublikasi melalui internet (ada di beberapa website, termasuk ada beberapa diskusi di beberapa forum/milis, mengenai seminar dan tulisan tanggapan Pdt. Budi Asali, M.Div itu.  Tulisan tanggapan Pdt. Budi Asali, M.Div, ada di http://gkmin.net/titip/tanggapan_terhadap_Camp_Pria.pdf) dapat membuat orang yang belum/tidak pernah mengikuti Camp Pria Sejati menjadi MERASA “mengerti” apa isi Camp Pria.  Oleh karena itu, tulisan ini juga saya harap membuat orang yang BELUM PERNAH mengikuti Camp Pria Sejati, dapat MERASA “semakin mengerti”, jika tidak malah semakin bingung, karena tidak dapat menyimpulkan apa yang sebenarnya.

Tulisan ini adalah tulisan yang  subyektif menurut ‘kaca mata’ saya, dengan harapan tulisan ini menjadi tulisan yang berbeda dibandingkan tulisan subyektif Pdt. Budi Asali M.Div, dalam memandang Camp Pria.   Mungkin, semakin banyak tulisan yang subyektif-subyektif, obyektivitas bisa muncul, jika memang diperlukan.  Namun bisa saja tidak diperlukan obyektivitas, karena setiap orang pasti menggunakan subyektivitasnya sendiri dalam memandang dan menyikapi sesuatu. Saya membaca beberapa komentar (di internet) tentang Camp Pria Sejati, yang beberapa diantaranya, menurut saya kurang tepat, sangat mungkin karena memang komentator-nya tidak mengenal Camp Pria Sejati secara baik.

Kata-kata yang saya sukai dari Itivuttaka Sutta: “Hidup penuh bakti ini bukan dijalani untuk menipu orang atau untuk mengajak orang mengikuti ajaran kita. Hidup penuh bakti ini dijalani agar bisa memandang ke dalam semua hal, dan memahaminya.”

Dengan tulisan ini, saya tidak hendak menipu para pembaca, juga tidak hendak mengajak para pembaca mengikuti jalan pikiran saya, namun saya berharap (semoga) pembaca dapat memahami dengan lebih baik apa itu Camp Pria Sejati.  Jika mau lebih baik lagi pemahamannya, yaitu dengan TAHU SENDIRI dan MENGALAMI SENDIRI, silakan ikuti saja acara Camp Pria Sejati yang diselenggarakan secara periodik di berbagai kota.

 

Saya tidak hendak menilai materi-materi dan buku-buku referensi di Camp Pria Sejati, seperti yang dilakukan Pdt. Budi Asali, M.Div., yang bahkan mengkritisi kata-demi-kata. Bagi saya, tulisan apapun, buku apapun, bisa kita cari kelemahan dan kesalahannya yaitu ketika tulisan atau isi buku itu tidak sesuai dengan pikiran kita.  Bahkan dalam Kitab Suci-pun terdapat beberapa kesalahan tulis dan kesalahan terjemahan. Tetapi itu semua memang boleh terjadi di dunia yang tidak sempurna ini.  Wajar saja.

 

Saya membagi tulisan ini menjadi beberapa bagian, dengan sub judul-sub judul, bukan sebuah sistematika, namun point-point untuk memudahkan pembagian pandangan saya mengenai Camp Pria Sejati.

 

 

Tujuan Camp Pria Sejati

 

Camp Pria Sejati diselenggarakan untuk memberikan pengajaran kepada para pria, untuk menjadi pria seperti yang (ditafsirkan) diajarkan oleh Kitab Suci. Ada banyak ayat bisa dikutip dan dijadikan referensi untuk meyakinkan pengajaran di Camp Pria Sejati.

 

Dengan asumsi bahwa Kitab Suci adalah acuan kebenaran, maka tidak perlu lagi dipertanyakan mengapa Kitab Suci mengajarkan demikian.  Jika Kitab Suci menyatakan suatu perbuatan/sikap adalah DOSA, maka dimengerti saja bahwa sesuatu itu DOSA, tidak perlu dipertanyakan lagi, mengapa sesuatu itu dosa.  (jika mau dibahas lebih lanjut, ini akan menjadi topik tersendiri, yang bukan bahasan di Camp Pria Sejati).

 

Contoh, ketika Kitab Suci menyatakan “Tuhan membenci perceraian”, maka itulah yang menjadi pedoman, bahwa (tafsirannya adalah) Tuhan menghendaki sebuah keluarga mempertahankan keutuhan rumah tangganya, dan jika ada masalah dalam rumah tangga, perceraian bukanlah solusi yang dianjurkan.  Bahwa perceraian memang ada, bahkan terjadi di keluarga-keluarga (yang mengaku/diakui) hamba Tuhan, itu adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Tetapi prinsipnya jelas, “Tuhan membenci perceraian”.

 

Maleakhi  2:16 Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat! (LAI-TB)

 

Maleakhi 2:16 Sebab, “Dia membenci perceraian,” YAHWEH, Elohim Israel berfirman. “Dan orang yang menutupi kekerasan dengan pakaiannya,” YAHWEH Tsebaot berfirman. Demikianlah kamu telah dijaga dalam rohmu agar kamu tidak berbuat khianat. (KS-ILT)

 

Tentu akan panjang lebar jika kita mau berdiskusi soal ini, apalagi jika memang ada faktor-faktor khusus yang membuat seorang suami harus meninggalkan istrinya,atau seorang istri harus meninggalkan suaminya.  Saya tidak memungkiri bahwa ada perceraian yang “dikehendaki Tuhan”, karena memang bermula dari pernikahan yang “tidak dikehendaki Tuhan”, tetapi ini kasus khusus, dan perlu secara khusus untuk menyikapinya.  Kasus khusus tentu akan dibahas secara khusus, tetapi di Camp Pria Sejati dibicarakan hal-hal yang umum, hal-hal yang normatif. Apakah ini berarti Camp Pria Sejati menolak hal-hal khusus? Tentu tidak bisa terburu-buru menilai demikian. Manusia-manusia di Camp Pria Sejati bukanlah robot rohani yang bertindak kaku berdasarkan instruksi-instruksi Kitab Suci, yang menutup mata terhadap ketidaksempurnaan hidup di dunia ini.

 

Peserta Camp Pria Sejati

 

Dari yang saya ketahui di beberapa Camp Pria Sejati, pesertanya jelas semua laki-laki, dengan berbagai latar belakang usia, pekerjaan dan persoalan hidup.  Ada yang masih muda berusia belasan tahun (mestinya lebih cocok ikut di ‘Young Men’), ada yang sudah berusia sekitar 70 tahun dan sudah bercucu banyak.   Peserta datang dari berbagai latar belakang tingkat pendidikan. Ada yang berlatar belakang pekerjaan sebagai rohaniawan (pendeta), ada guru, ada petani, ada pedagang, dan lain-lain serta ada yang pengangguran/kerja serabutan.  Ada yang kaya, berlimpah harta, datang ke acara camp dengan mobil mewah, ada yang hidupnya relatif susah.  Ada yang datang dengan tanpa persoalan yang berat, namun ada yang membawa beban persoalan yang rumit.

 

Ada peserta Camp Pria, langsung tersentuh, dan segera dapat terbuka mengakui kesalahan-kesalahan/dosa yang pernah diperbuatnya, ada yang sulit mengakui.  Ada yang tidak berani mengakui kesalahan/dosanya di forum yang besar, namun berani mengakui di depan fasilitator secara pribadi.

 

Banyak peserta dengan berbagai macam latar belakang dan persoalan, bisa menjadi referensi untuk belajar mengatasi persoalan-persoalan hidup, persoalan sendiri, maupun jika diminta teman membantu menyelesaikan problem hidupnya. 

 

Banyak pria bertobat melalui Camp Pria Sejati

 

Kesan kuat yang saya dapatkan dari acara-acara Camp Pria Sejati, adalah ada banyak pria yang bertobat dari dosanya.  Banyak kesaksian pertobatan yang saya dengar. Terlalu banyak jika dituliskan disini, tetapi sebagai gambaran, saya akan memberi beberapa contoh.  Misalnya:

 

Ada seorang teman yang belasan tahun mencuri air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) untuk kebutuhan rumah tangganya, setelah mengikuti Camp Pria Sejati, berani mengaku kepada petugas PDAM, dan bersedia membayar denda berapapun, dan berjanji akan tidak mencuri air lagi. Teman ini akhirnya didenda beberapa juta rupiah. 

 

Ada pendeta yang lebih dari 20 tahun merasa kecewa pada anak laki-lakinya (karena dulu mengharapkan anak perempuan), namun setelah mengikuti Camp Pria Sejati, mengakui bahwa itu sikap yang salah, dan berjanji akan menerima anaknya dengan syukur. 

 

Ada orang yang bahkan berangkat mengikuti Camp Pria Sejati diantar oleh wanita selingkuhannya, namun sepulang dari camp, mengambil keputusan untuk memutuskann hubungan dengan selingkuhannya, dan kembali setia pada istrinya.  

 

Ada seorang pria yang bertahun-tahun merasa kepahitan dengan ibunya, hingga ibunya ditempatkan di panti wreda, namun setelah mengikuti Camp Pria Sejati, mau memaafkan ibunya dan berniat mengambilnya dari panti wreda, dan bersedia merawatnya di rumah.

 

Ada seorang muda, hamba Tuhan, lulusan sekolah tinggi teologi, setelah mengikuti Camp Pria Sejati, berani mengakui bahwa pernah berzinah dengan istri orang.  

 

Pada suatu Camp Pria Sejati yang pernah saya ikuti, ketika ada ‘tantangan’ dari pembicara, agar siapapun yang sudah melakukan hubungan seks sebelum menikah, mengakuinya dan minta ampun pada Tuhan, ternyata sebagian besar peserta camp itu maju ke depan. (ini camp yang “paling parah” yang pernah saya ikuti)

 

Di sebuah Camp Pria Sejati, ada seorang pria yang mengakui pernah meniduri puluhan wanita, dan berjanji mengakhiri petualangan cintanya itu.

 

Ada banyak pria yang dibebaskan dari belenggu kuasa kegelapan (ilmu-ilmu kanuragan, jimat-jimat dan sebagainya).  Ini saya saksikan di beberapa camp.

 

Itu adalah contoh-contoh yang pernah saya dengar. Masih ada beberapa contoh lain, yang terlalu banyak jika saya sebutkan semua kesaksian yang masih saya ingat.  Bahkan ada “alumni” Camp Pria Sejati yang masuk acara “SOLUSI” di SCTV, karena bertobat dari jalan-jalannya yang jahat. (memang di SOLUSI, tidak disebutkan bahwa pria itu bertobat karena mengikuti Camp Pria Sejati)

 

Tidak semua pria peserta Camp Pria Sejati bertobat sungguh-sungguh setelah mengikuti Camp Pria Sejati.  Ada beberapa diantaranya yang bertobatnya di acara camp, tetapi kembali lagi ke “kubangan dosa” setelah pulang dari camp.  Namun, berapapun yang “gagal”, sudah terbukti bahwa Camp Pria Sejati membawa pertobatan bagi banyak pria, membawa pemulihan hubungan suami-istri, membawa pemulihan keluarga, membawa pemulihan hubungan anak dengan orang tua.

 

 

Tolong menolong dalam Camp Pria Sejati

 

Orang-orang yang sudah merasakan manfaat dari Camp Pria Sejati, biasanya merasa terpanggil untuk membagikan berkat itu kepada teman-temannya.  Tolong menolong antar pria dalam (Camp) Pria Sejati, nampak dalam penyelenggaraan acara camp.  Pria dari berbagai gereja bekerjasama menyelenggarakan camp, ada yang jadi panitia ada yang menjadi fasilitator (pendamping kelompok peserta), dan ada yang jadi peserta lagi.  Selain itu masih ada beberapa yang menjadi pengurus komunitas, yang kadang tidak terlibat langsung dalam kepanitiaan, namun tetap mendukung terselenggaranya acara camp.

 

Beberapa peserta diberi subsidi untuk pembayaran kontribusinya, bahkan beberapa peserta yang lain diikutkan secara gratis.  Sebenarnya tidak ada yang gratis, karena peserta yang tidak membayar, itu kontribusinya dibayarkan oleh orang lain yang menjadi sponsornya.  Bahkan dalam acara Camp Pria Sejati, panitia dan fasilitator juga “membayar” untuk dirinya sendiri, walau tidak sebesar yang dibayar peserta.  Jika masih ada defisit dana penyelenggaraan acara, biasanya panitia dan peserta bersama-sama “iuran” sesuai kemampuannya untuk menutup defisit yang terjadi.

 

Bahkan ada alumni Camp Pria Sejati yang bersedia mensponsori acara camp selanjutnya dengan luar biasa.  Kisah yang pernah saya dengar, ada orang yang rela menjual mobilnya untuk membiayai acara Camp Pria Sejati.   Hal ini bisa terjadi, karena pria ini merasa mendapat berkat (manfaat) ketika mengikuti Camp Pria Sejati, dan ingin membagikan berkat itu kepada teman-temannya, dengan cara memberi kesempatan kepada teman-temannya di salah satu kota di Kalimantan untuk mengikuti Camp Pria Sejati.

 

 

Persahabatan dalam Komunitas Pria Sejati

 

Alumni Camp Pria Sejati biasanya tergabung dalam komunitas Pria Sejati, contohnya di Solo ada KOMPASS (Komunitas Pria Sejati Solo).  Komunitas Pria Sejati dibentuk agar pertemanan dan persahabatan tetap terjaga, karena dengan berteman/bersahabat dengan sesama alumni Camp Pria Sejati, (yang sudah mendapat pengajaran yang sama mengenai ke-pria-an) maka seseorang memiliki “penjaga”, yang dapat (saling) mengingatkan, ketika seorang alumni Camp Pria Sejati berada dalam posisi yang “mengkuatirkan”.  Dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dewasa ini, bisa saja sebuah SMS berisi pesan untuk mengingatkan agar pria tetap berada di “jalur yang benar”, masuk ke nomor handphone alumni Camp Pria Sejati.  SMS ini dikirim oleh temannya sesama alumni Camp Pria Sejati.

 

Komunitas alumni Camp Pria Sejati juga ada di dunia maya/internet.  Ada beberapa website selain official website CMN Indonesia (http://cmnindonesia.org). Ada beberapa grup di Facebook yang dibuat alumni Camp Pria Sejati.  Dampak lain dari Komunitas Pria Sejati, beberapa anggota Komunitas Pria Sejati menjalin kerjasama dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan. Rasa saling percaya lebih mudah dijalin dalam sebuah komunitas yang jelas-jelas mengedepankan integritas seorang pria dan ketaatan pada Firman Tuhan.  Tentu ini sebuah fenomena yang patut diapresiasi.

 

Di luar acara Camp Pria Sejati, alumni Pria Sejati, dapat dikenali dengan mudah jika mengenakan pakaian/atribut (baju, topi, tas, jaket, pin) dengan logo Christian Men’s Network-nya (biasanya karena dalam perjalanan menuju ke atau pulang dari acara Camp Pria Sejati, atau acara lain yang berkaitan dengan Komunitas Pria Sejati), dan pasti mengenal sapaan “1,2,3” (one two three).

 

 

Tidak cukup hanya sekali mengikuti Camp Pria

 

Sebenarnya, materi yang disampaikan dalam Camp Pria ‘hanya itu-itu saja’. Ada tiga kelompok camp, yaitu

  1. Modul 1: Pria Sejati (Maximized Manhood)
  2. Modul 2: Pria Maksimal (Build Men Raise Sons)
  3. Modul 3: Pria Tangguh (Strong Man)

 

Di milis “terangdunia” (http://groups.yahoo.com/group/terangduniamail/message/66911) ada komentar “Untuk diketahui, "Pria Maksimal" adalah brand yang dipakai oleh kalangan protestan untuk camp Pria Sejati”, maka disini saya tuliskan “Untuk diketahui, “Pria Maksimal” adalah nama camp Modul ke-2

 

Setahu saya, Camp Pria tidak dibedakan apakah pantekosta, atau kharismatik, atau protestan. Bahkan di beberapa camp yang saya ikuti ada peserta yang beragama Islam, ada juga yang beragama Hindu.

 

Beberapa judul materi yang disampaikan di Camp Pria Sejati antara lain:

  • Hukum Maksimal
  • Musa dan 10 Undangan
  • Ada Lubang di Daun Pintu
  • Lembut dan Tegas
  • Adakah Seorang Imam?
  • Uang Tips Satu Dolar
  • Tanggung Jawab Sampai di sini
  • Ketaatan Seorang Pria
  • Video Papi
  • Ayah Kami yang Bertindak Lamban
  • Berhenti, Lihat dan Dengar
  • Perkawinan yang Dilahirkan Kembali

 

Banyak peserta Camp Pria, dengan kemampuan intelektualnya yang cukup, mampu secara cepat menangkap materi-materi yang disampaikan dalam Camp Pria, apalagi ada buku materinya.  Bahkan beberapa hal yang disampaikan di Camp Pria sudah pernah diperoleh di kesempatan lain, baik di acara-acara seminar, pelatihan, maupun acara-acara atau dari kotbah di gereja.

 

Namun, yang diperlukan seorang pria, bukan sekedar hafal atau mengerti isi materi pelatihan, tetapi bagaimana materi-materi itu dapat “menghidupi” kesehariannya.  Pengalaman saya, beberapa kali mengikuti Camp Pria Sejati, baik sebagai peserta maupun menjadi fasilitator, ada hal yang baru yang saya dapatkan. Bukankah mirip dengan kotbah-kotbah di gereja, walau topik/temanya berulang kali sama, namun ada ‘sesuatu’ yang berbeda dari kotbah-kotbah yang berulang kali dengan tema sama itu.

 

Paling tidak hal-hal berikut ini saya dapatkan setiap kali ikut Camp Pria Sejati:

  1. Diingatkan kembali oleh pembicara, maupun oleh teman-teman, bahwa ada hal dalam kehidupan sehari-hari yang masih perlu diperbaiki.
  2. Mendengar berbagai kisah hidup para pria (dengan keluarganya), baik kisah-kisah sedih, mengharukan, atau menguatkan. Paling mengharukan adalah ketika menyaksikan suami-istri yang saling memaafkan dan kembali berkomitmen saling menyayangi di sesi “Pernikahan yang Dilahirkan Kembali”.
  3. Pada beberapa Camp Pria Sejati terjadi mukjijat kesembuhan ilahi atau pembebasan seseorang dari belenggu kuasa kegelapan (ilmu-ilmu kanuragan, okultisme, dan sejenisnya).  Ini memberi tambahan pengalaman rohani.
  4. Sebagai ‘refreshing’ dari kesibukan sehari-hari.  Dua hari hadir di acara Camp Pria Sejati, di tempat khusus, tanpa TV dan internet, tidur sekamar dengan beberapa teman (biasanya kurang tidur), di pegunungan dan harus mandi tanpa air hangat, bisa menjadi suasana yang berbeda daripada rutinitas sehari-hari.

 

Pengutipan ayat-ayat Kitab Suci oleh pembicara Camp Pria Sejati.

Ada puluhan ribu ayat di Kitab Suci, dan pasti ada ayat-ayat yang bisa dikutip untuk membenarkan pengajaran apapun.  Demikian juga di Camp Pria Sejati, para pembicara tidak segan-segan mengutip ayat-ayat dalam Kitab Suci untuk mendukung pengajarannya.  Bahwa kadang ayat-ayat yang dikutip itu “out of context”, itu biasa terjadi di pengajaran manapun.   Misalnya, ayat-ayat yang menjelaskan tentang SEJARAH, dikutip sebagai ayat yang “bermakna tertentu”, jelas makna dari sebuah kisah sejarah, sangat tergantung siapa dan dengan kepentingan apa memaknainya.

 

Contoh,

Ketika menjelaskan tentang kebebalan pria (atau kebebalan manusia), seorang pembicara di Camp Pria Sejati,  mengambil contoh sejarah bangsa Israel yang butuh waktu hingga 40 tahun untuk mencapai tanah Kanaan, (padahal kalau mau jalan singkat, tanpa berputar-putar, konon Kanaan dapat dicapai dalam waktu 40 hari saja). Lamanya bangsa Israel mencapai Kanaan, dianggap sebagai hukuman akibat kebebalan/pelanggaran-pelanggaran bangsa Israel. 

 

Namun saya tidak menangkap cerita sejarah itu demikian. Saya memahaminya, bukan karena kebebalan bangsa Israel hingga mereka perlu 40 tahun untuk mencapai tanah Kanaan. Saya berpikir bahwa selama waktu yang lama itu Tuhan MENDIDIK bangsa Israel, mempersiapkan bangsa budak, menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat, yang harus punya sistem religi, harus punya sistem pemerintahan yang mapan. Tentu tidak cukup 40 hari untuk mempersiapkan sebuah bangsa budak menjadi bangsa yang berdaulat.

 

Pengutipan ayat yang out of context, bisa saja dikritisi atau dipandang bahwa pembicara “ngawur”, namun perlu dimaklumi, bahwa pemahaman seseorang terhadap ayat-ayat kitab suci bisa berbeda-beda.  Jika mau mencapai pemahaman yang sama, pasti diperlukan diskusi, bahkan berdebat soal ayat-ayat.

 

Saya (yang MERASA agak teliti terhadap ayat-ayat), kadang harus memaklumi, ketika teman diskusi tidak memahami seperti yang saya pahami. Apalagi mau membandingkan berbagai terjemahan Kitab Suci, bahkan masih banyak orang Kristen yang tidak (mau) membaca Kitab Suci. Dari pengalaman saya selama ini, banyak orang yang “malas berpikir” mencermati ayat-ayat, sebab bagi mereka yang penting ayat-ayat itu memberi penguatan, penghiburan atau keyakinan.

 

Suatu ketika, seorang pembicara dalam acara Pra Camp (pertemuan untuk persiapan mengikuti acara Camp Pria), pernah saya dengar dengan bangga memberikan kesaksian bahwa usahanya diberkati Tuhan, rejekinya lancar, dengan menyitir Amsal  10:22 Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya. Pembicara/pengkotbah itu memaknai bahwa dari Tuhanlah berkat itu datang, bukan dari jerih payah/susah payahnya.  Ini adalah kesalahan yang umum dilakukan oleh para pengkotbah yang mengutip ayat itu, terjadi karena terjemahan yang kurang bagus. 

 

Benar bahwa berkat itu dari Tuhan, tetapi jika kemudian disambung dengan “bukan dari susah payah kita”, itu bukan maksud dari Amsal 10:22 itu.   Coba dilihat di Bible King James Version: Proverbs 10:22 The blessing of the LORD, it maketh rich, and he addeth no sorrow with it. (KJV) atau kita lihat di KS-ILT: Amsal 10:22 Berkat YAHWEH menjadikan kaya, dan Dia tidak menambah kesusahan dengannya.

Maksud Amsal 10:22 adalah bahwa berkat itu dari Tuhan, dan Tuhan tidak menambahkan kesusahan atas (karena) berkat itu.

 

 

Gaya acara Camp Pria Sejati

 

Gaya kharismatik dalam Camp Pria Sejati, memang cukup kental. Bisa dimengerti karena kebanyakan “petugas” dalam acara itu berasal dari gereja-gereja kharismatik/pantekosta, walau ada juga yang dari gereja-gereja protestan.  Saya sebagai warga Gereja Kristen Jawa (protestan), memang merasa “harus menyesuaikan” dengan gaya kharismatik itu.  Pernah saya sampaikan ke beberapa teman, bahwa di Camp Pria itu kebanyakan nyanyi-nya, kebanyakan sorak-sorainya, sehingga memakan banyak waktu, dan mengurangi waktu untuk sharing/bersaksi.

 

Yang saya kuatirkan dengan “gaya kharismatik” itu adalah bisa membuat penilaian yang keliru terhadap kekristenan. Terutama bagi para peserta yang bukan orang Kristen, bisa berpikir dan berpendapat bahwa “oo.. Kristen itu seperti ini....”, padahal kharismatik hanya salah satu dari “gaya” dalam (agama) Kristen. 

 

Saya pernah menjumpai seorang istri yang tampak kebingungan ketika menyaksikan (di acara Camp Pria) suaminya “menggelepar” di lantai, dikerumuni oleh beberapa orang.  Suami ini (beragama Islam) memiliki ilmu-ilmu kesaktian, dan di suatu sesi pernah mengaku bahwa dia memang menantang “adu ilmu” dengan pembicara camp. Dan seperti biasanya, ilmu-ilmu kanuragan/kesaktian akan “tunduk” di depan altar.

 

Walau saya tidak terlalu nyaman dengan gaya kharismatik di Camp Pria Sejati, apalagi ketika lagu yang dinyanyikan tidak ada hubungannya dengan materi di sesi yang (akan) berlangsung, namun saya menerima “gaya” itu dengan ucapan syukur di dalam hati, karena model acara yang seperti itu adalah hasil kerja pria-pria yang MAU MELAYANI. Saya tidak akan bisa memimpin acara dengan menjadi song leader, saya tidak suka menyanyi. (Kalau memimpin diskusi, saya bisa, apalagi mengritik sebuah acara, itu pekerjaan paling mudah.).  Saya sering terpaksa ikut bertepuk tangan mengikuti irama nyanyian, padahal kalau boleh memilih, saya memilih diam saja menikmati (menonton) teman-teman bersukaria menyanyikan lagu-lagu.

 

Dalam sebuah tanggapannya, Pdt. Budi Asali. M.Div menulis “Pada saat Altar Call, banyak yang maju, dan lalu didoakan oleh fasilitator masing-masing, sambil dirangkul. Mengapa dan untuk apa? Untuk membangkitkan emosi?”. Ya, itu memang menjadi “gaya” dalam Camp Pria.   Saya yang tidak biasa mendoakan orang dalam jarak dekat (kalau jarak jauh sih... biasa), ketika menjadi fasilitator di Camp Pria Sejati, mau tidak mau harus mendoakan seorang demi seorang peserta, secara individual, dengan merangkulnya, atau paling tidak dengan memegang pundaknya. 

 

Semula ini “aneh”, tetapi lama-lama menjadi “biasa”, dan menjadi pelajaran bagi saya untuk bisa “menerima orang lain apa adanya”.  Perlu dicatat, tidak semua peserta Camp Pria Sejati itu orang-orang yang berpenampilan rapi dan bersih. Ada diantara mereka yang (maaf) tampak tidak menarik untuk didekati, apalagi untuk disentuh/dirangkul/dipeluk. Tetapi mengingat Yeshua-pun mau membasuh kaki murid-muridNya, masa kita mau menolak sesama kita yang perlu dilayani?

 

Seandainya peserta camp itu gadis-gadis cantik, mungkin dengan semangat ‘45 saya akan mendekat dan merangkul atau memeluk, dan berdoa lama-pun tidak masalah, hahahaha.... Tetapi mana ada gadis di sebuah Camp Pria? (Hingga saat ini, baru sekali saya mendoakan seorang gadis (eh... entah gadis atau bukan saya tidak tahu) dengan menyentuh/memegang pundaknya. Ia seorang mantan mahasiswi saya, ketika kami bertemu di sebuah acara, bercerita sering diganggu roh jahat.  Saya menawarkan, “silakan datang ke kamar saya, jika ingin mengatasi hal itu”.  Saya doakan dia setelah sebelumnya saya “ceramahi” soal Tuhan, setan dan manusia. Saya berharap doa saya manjur, dan dia tidak lagi diganggu oleh roh jahat. Tetapi paling tidak, di kamar hotel itu, saya tidak menjadi roh jahat bagi dia, hehehe... -- saya tidak tahu kelanjutannya, karena setelah pertemuan beberapa tahun yang lalu itu, hingga kini tidak ada kontak lagi.)

 

 

Empat tipe pria yang tidak cocok dengan Camp Pria Sejati

 

Paling tidak ada 4 tipe pria yang tidak cocok dengan Camp Pria Sejati.

 

Tipe pertama.

Pria yang merasa hidupnya sudah baik dan benar, tidak mengalami sesuatu yang berat dalam hidupnya, sehingga tidak perlu belajar mengatasi masalah (karena merasa tidak pernah ada masalah), apalagi belajar dari orang-orang yang pernah gagal menjalani hidup sebagai pria. Pria-pria yang merasa hidupnya sukses bisa masuk kelompok ini.

 

Tipe ke dua

Pria yang menyadari bahwa hidupnya belum baik dan benar, namun yakin bahwa jalan hidupnya memang harus “seperti ini”. “Ya inilah hidupku, mau ya begini, tidak mau ya begini, inilah aku.” Pria semacam ini adalah pria yang (1) sangat percaya diri, bahkan cenderung egois, (2) pria yang sebenarnya rendah diri, dan tidak mau sisi-sisi negatif dalam hidupnya terkuak.

 

Tipe ke tiga

Pria yang merasa dalam hidup berkeluarganya PERNAH salah, (misalnya sudah bercerai dengan istrinya), tetapi tidak mau mengakui kesalahannya itu, bahkan menimpakan kesalahan itu kepada pihak lain (menyalahkan istrinya, atau kerabat istrinya, atau menyalahkan orang tuanya).  Pria semacam ini tidak akan tahan mendapat teguran-teguran di Camp Pria Sejati.

 

Tipe ke empat

Pria yang menyadari bahwa dirinya perlu belajar menjadi lebih baik, dan ada tempat belajar yang cocok buat dirinya selain Camp Pria Sejati. Ada orang yang “berguru” pada orang-orang lain, termasuk kepada pendeta/ulama atau spiritualis, ada orang yang “berguru” pada buku-buku, ada orang yang mengikuti kegiatan pelatihan/pembinaan keluarga oleh lembaga pelayanan tertentu atau gereja.

 

Jika anda menolak Camp Pria Sejati, saya berharap anda termasuk pria tipe ke empat, namun kalaupun anda masuk tipe ke empat, tidak ada salahnya anda mencoba mengikuti Camp Pria Sejati.  Jika anda merasa tidak cocok, mungkin ada teman anda yang menurut anda cocok (lihat kembali pada sub judul Tolong-menolong dalam Camp Pria Sejati), silakan didorong untuk ikut Camp Pria Sejati, jika perlu anda sponsori, kontribusinya anda bayarkan.  Paling tidak, hingga saat ini Camp Pria Sejati telah terbukti berhasil memperbaiki banyak pria.

 

Catatan Penutup:  Camp Pria Sejati hanya salah satu cara

 

Camp Pria Sejati bukan satu-satunya acara untuk mengajar pria (dan keluarga) ke “jalan yang benar”.  Ada banyak acara serupa, baik yang diselenggarakan oleh gereja, maupun organisasi-organisasi pelayanan terhadap keluarga. Beberapa yang saya ketahui antara lain: Marriage Encounter dan Fokus Pada Keluarga (Focus On The Family), dengan model pelayanannya sendiri-sendiri.

 

Selain pelayanan-pelayanan khusus untuk keluarga, ada banyak model pelayanan umum yang bertujuan mendidik orang menjadi lebih baik, hidup seturut dengan firman Tuhan. Pelayanan ini diselenggarakan oleh gereja atau oleh lembaga-lembaga pelayanan.

 

Camp Pria Sejati fokus pada pria, dan untuk para wanita ada “Wanita Bijak”.  Bentuk pelayanan lain yang ada di Indonesia, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga (ministry), juga banyak.  Kita boleh saja tidak sepandangan dengan bentuk-bentuk pelayanan yang ada, dan mungkin mampu mengembangkan pelayanan tersendiri yang menurut kita cocok dengan kemampuan dan bidang ekspertis kita.  Namun, tentu kurang bijak jika kita hanya mengemukakan kritikan, apalagi kritikan yang kasar, seolah-olah orang lain itu begitu “bodoh”nya melakukan pelayanan yang “menyesatkan banyak orang”.

 

Di bis kota, dulu saya menjumpai tulisan “SESAMA BIS KOTA DILARANG SALING MENDAHULUI”.  Sesama anak Tuhan, terlebih sesama pelayan, tentu tidak bijak jika kita saling menjatuhkan.  Bahwa ada bentuk pelayanan yang tidak cocok buat kita, mungkin cocok buat orang lain.  Seperti halnya produk memiliki pangsa pasar tersendiri, setiap jenis pelayanan juga memiliki “pangsa pasar”nya sendiri.  Tidak perlu rebutan “jemaat”, justru perlu bersyukur kalau orang-orang sudah dilayani oleh pihak lain.

 

Pria Sejati, Marriage Encounter, Fokus On The Family, Kingdom Encounter, Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia/Campus Crusade for Christ, Navigator, Kingdom Community Center, dan banyak lagi ‘lembaga’ pelayanan, memiliki visi dan misi sendiri-sendiri, namun semua itu bertujuan untuk membuat kehidupan di dunia ini makin baik. Kita lihat dan tunggu saja “buah” dari pelayanan-pelayanan ini.  Bahwa disana-sini ada (yang kita anggap sebagai) kelemahan, itu wajar, sebab dunia ini tidak sempurna.

 

Anda pembaca boleh tidak sependapat dengan tulisan ini. Tulisan ini pendapat seorang laki-laki yang masih terus belajar menjadi seorang pria, dan untungnya ada pelayanan Camp Pria Sejati dan ada Komunitas Pria Sejati tempat saya bisa terus belajar.

Konon, “Menjadi Laki-laki adalah hal Kelahiran, menjadi Pria adalah Pilihan”, dan Camp Pria Sejati menjadi salah satu pilihan saya sebagai tempat belajar menjadi pria.

 

eof.

Salatiga, 12-12-2010

 

Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.

(I Timotius  4:16)

 

__________________

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

pinokio's picture

may be

mungkin motivasi mengikuti camp tersebut juga menentukan arah pandangan kita terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam kegiatan tersebut.

kalau motivasinya sudah merasa pintar dan maunya "menguji" ya susah juga untuk menikmati dan menerima segala sesuatu yang "diajarkan" lewat camp tersebut.

 

btw, saya sendiri belum pernah ikut :)

__________________

Setiap manusia dihakimi oleh perkataannya sendiri

pwijayanto's picture

@pinokio, ikutlah..

@Pinokio,

ikutlah.. suatu waktu...

hari Jumat- Minggu kemarin ada Camp di Parakan :)

yg dari Magelang juga ada banyak yang ikut

__________________

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

sandman's picture

Camp Pria Sejati...

kepada salah seorang panitaia, Pernah satu kali bertanya, kenapa Camp Pria Sejati, harus di adakan dengan mengganti biaya dengan sejumlah nominal uang? Kenapa gak gratis? Jawabanya sih biasa saja, Kita tidak punya iman  untuk menyelenggarakan acara ini gratis, sedikit heran namun mau apalagi, toh panggilan untuk melayanipun tidak semua orang terpanggil. Herannya ketika kotbah para pendetanya, menekankan IMAN kepada para peserta retreatnya. HARUS BERIMAN, HARUS BERIMAN,...

Kata - kata itu terngiang terus di telingaku, hingga akhirnya aku membereskan barang dagangan berupa buku dan cd2 lagu. Camp yang aneh pikirku. Tapi itu semua cuma pikiran liarku.

__________________

tonypaulo's picture

beriman ala....

Sand...kenapa tidak anda tanyakan ke gereja anda kenapa masih butuh PERSEMBAHAN dan PERPULUHAN....

...lalu kenapa tidak beriman ada UANG YANG JATUH DARI LANGIT?...

marilah sand kita letakan konteks yg benar terhadap sesuatu...

:)

djony's picture

Persepektif lain dari Camp Pria Sejati

Gerakan Pria Sejati ini sebenarnya sudah lama ada di Indonesia dimana gerakan ini diimpor materi pengajaran utamanya dari Amerika. Di Amerika sendiri gerakan ini sebenarnya merupakan bentuk lain dari Promise Keeper yang lebih dahulu ada. Kita tentu bisa memahami bahwa pendiri utama dari gerakan Pria Sejati (Manhood) ini adalah Bapak Edwin Louise Cole yang berasal dari denomisasi Pentakosta/Karismatik. Edwin Cole mempunyai kerinduan yang sangat besar yang dilandasi oleh pengalaman hidupnya yang cukup pahit mengenai "pria" yang dilihatnya tidak bertanggung jawab dan ini juga terjadi banyak di masyarakat khususnya di Amerika yang menyebut diri mereka orang Kristen. Dengan motivasi yang tulus, maka Bapak Edwin Cole merintis gerakan Pria Sejati dan beliau menyusun tulisan dan buku yang melahirkan Gerakan Pria Sejati. Tanpa bermaksud menyinggung suatu denominasi tertentu, tentu saja isi dan konsep pengajaran Pria Sejati ini akan sangat bersifat Pentakosta atau Karismatik. Mungkin dalam penyusunan isi pengajaran ini, beliau sangat mendasarkan "pengalaman" dan doktrin yang berorientasi pada Pentakosta/Karismatik sehingga bila dikaji secara teliti kata demi kata apalagi dengan mereka yang memahami doktrin Reformed, maka akan sangat banyak ditemukan hal-hal yang bersifat kontradiksi dengan kebenaran Alkitab.

Sebenarnya pada saat ini bila diperhatikan dengan kaca mata umum, dunia semakin lama dengan berjalan waktu mengalami suatu kondisi yang bersifat degeneratif atau dengan kata sederhana "mengalami kemunduran" secara moral. Tidak heran bila masyarakat umum sudah sangat merasakan adanya kebutuhan untuk memperbaiki moral dalam berbagai segi kehidupan. Begitupun yang terjadi dengan dunia ke Kristen an, dimana kita melihat "kasih yang menjadi semakin tawar". Sehingga tidak heran, gerakan semacam Pria Sejati, Pria Maksimal, dll. akan timbul silih berganti untuk menjawab tantangan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas untuk mengembalikan manusia pada umumnya kepada moral yang merupakan sudah akan semakin sulit karena manusia semakin lama akan lebih mengasihi dirinya sendiri. Belum kita berbicara mengenai "Wahyu Khusus" yang berlaku bagi hanya orang pilihanNya, maka tanpa disadari usaha-usaha semacam gerakan Pria Sejati hanya akan menyentuh sisi "moral" saja dan ini sesungguhnya bersifat universal.

Saya mengamati bahwa di Amerika sendiri, ada gerakan yang serupa yang khusus untuk kalangan pria yang dinamakan Mankind Project lengkap dengan Camp, Program dan Klub yang sangat menyerupai Gerakan Pria Sejati. Kalau pendukung gerakan Pria Sejati sangat membanggakan hasilnya yang merupakan ciri khas gerakan yang pragmatis, maka Mankind Project ini juga menampilkan kesaksian dan hasil perubahan yang serupa cuma bedanya bukan gerakan yang berlandaskan keKristenan. Para peserta bisa mengikuti Camp Mankind ini dengan membayar sejumlah uang dan bisa tetap berada dalam komunitas ini. Saya percaya masih ada banyak lagi gerakan yang hampir serupa yang dilakukan oleh kalangan non Kristen. Ini adalah salah satu website mereka : http://www.mkpchicago.org/mkp/ dan kita bisa melihat kesaksian mereka dalam bentuk video.

Menurut pengamatan saya dan beberapa pandangan teman saya yang pernah mengikuti camp ini yang agak menimbulkan reaksi yaitu seolah-olah gerakan ini hendak "memindahkan domba-domba" dari suatu gereja kepada kelompok Pria Sejati. Hal ini memang sudah terjadi di kota tertentu sehingga terjadi perpecahan didalam suatu gereja antara yang mendukung dan yang tidak mendukung. Buat sebagian pemimpin gereja kadang kala banyak yang mengadopsi program ini karena mereka khawatir kalau jemaatnya akan pindah ke gereja yang sudah mengadopsi program ini. Suatu hal yang menjadi sorotan beberapa pihak mengenai gerakan Pria Sejati adalah pengajaran "pengakuan dosa secara publik" yang sering dianggap bisa membuat seseorang bisa "bebas" atau "terlepas" dari "ikatan dosa". Ini sebenarnya hanya konsep psikologis yang diramu secara emosional yang tanpa doktrin Kristen pun dapat dilakukan. Mengapa hal ini bisa terjadi khususnya dikalangan orang-orang Kristen ? Hal ini memang bisa terjadi mengingat banyaknya orang yang menganggap diri mereka Kristen (pengikut Kristus) setelah mereka dianggap bertobat dan dengan mudahnya mengucapkan doa orang berdosa (sinner prayer) tanpa pernah memahami mengapa dan apa yang mereka percayai ? KeKristenan telah dijajakan seperti menjual Coca Cola tanpa mendalami arti menjadi "murid Kristus".

Saya berharap polemik mengenai gerakan Pria Sejati tidak berlanjut lama sehingga bisa menimbulkan ekses negatif pertentangan antar gereja, antar denominasi, dll. Kita juga memahami bahwa menjadi seroang Kristen bukan cuma masalah "altar call" ataupun "pengakuan publik" tapi terlebih adalah bagaimana kita boleh bertumbuh dalam iman dan dalam pengenalan akan Allah yang sejati. Saya sendiri sempat berdiskusi dengan salah seorang pemimpin dari gerakan ini dan menanyakan apakah pengajaran yang diajarkan pada sesi Pria Sejati itu hanya berlaku untuk pria ? Beberapa orang memandang gerakan ini dengan sendirinya akan bersifat tidak ekslusif jika sebenarnya banyak orang Kristen bisa memahami Firman Tuhan secara benar dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka, karena kesempurnaan di dalam Tuhan tidak mengenal "gender" pria atau wanita.

guestx's picture

banyak pilihan membuat lebih banyak orang terlayani

Namun, tentu kurang bijak jika kita hanya mengemukakan kritikan, apalagi kritikan yang kasar, seolah-olah orang lain itu begitu “bodoh”nya melakukan pelayanan yang “menyesatkan banyak orang”

ya,ya,ya. "sesat" adalah istilah yg ampuh utk menakut-nakuti anggota jemaat/komunitas untuk mengikuti pelayanan lain dan akhirnya pindah ke komunitas lain, analog dgn mengatakan bhw produk pesaing mengandung boraks atawa formalin.

Bahwa ada bentuk pelayanan yang tidak cocok buat kita, mungkin cocok buat orang lain. Seperti halnya produk memiliki pangsa pasar tersendiri, setiap jenis pelayanan juga memiliki “pangsa pasar”nya sendiri.  Tidak perlu rebutan “jemaat”, justru perlu bersyukur kalau orang-orang sudah dilayani oleh pihak lain.

yup, tinggal pilih yg cocok utk kita, napa harus menjelek-jelekkan yg cocok utk org lain? different people with different background, different needs, different learning strategy, different circumstances...different approaches are required  

 

__________________

------- XXX -------