Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Popnet

y-control's picture

Ini mungkin sudah bukan topik aktual lagi, tapi saya tetap ingin menulis tentangnya. Alasannya? Ya karena belum pernah.. dan semoga saja perspektif saya beda dengan tulisan-tulisan orang lain. Topik ini adalah tentang budaya populer di internet. Memang, kalau sudah bicara tentang budaya populer, menurut saya siapa lagi yang paling paham membicarakannya selain anak muda? Atau paling tidak, semestinya begitulah..

Itulah yang terjadi di dunia nyata. Lalu bagaimana dengan dunia maya? Menurut saya tak jauh beda. Pengguna internet terbesar mungkin masih anak muda. Tengok saja isi pengunjung warnet di sekitar kita. Bahkan, internet bisa jadi telah menjadi semacam kebutuhan bagi mereka, seperti halnya tv, musik, fashion dan pergaulan. Siapa sih anak muda sekarang yang belum pernah dengar kata blog, friendster, chat, download, situs, yahoo (dan google), milis? Mungkin masih ada, seperti teman saya yang dandanannya modis namun 3 tahun lalu (entah sekarang) masih suka terbalik memasukkan disket. Tapi jenis yang itu saya rasa sudah makin punah.

Walau demikian, saya tidak mengingkari bahwa saya juga termasuk agak terlambat mengenal internet dibanding sebaya saya. Ketika tahun 1998 beberapa teman sekelas saya sudah keranjingan chatting di mirc, saya masih diajari bagaimana membuka internet, kenapa harus mengetik alamat www dan sebagainya. Email pertama saya juga baru dibuat sekitar tahun 1999. Namun setelah jutaan rupiah dikeluarkan untuk biaya sewa warnet terhitung sampai sekarang, disamping lingkungan saya kini yang penuh dengan topik dunia internet, kini saya memberanikan diri menulis tentang "budaya populer di internet". Saya akan mencoba membahas tentang 3 macam wujudnya yakni: blog, friendster, dan gmail sebagai basisnya. 3 kata itu, atau paling tidak 2 yang pertama tentu sudah seakan menjadi pengetahuan atau milik wajib para anak muda yang melek internet. Tulisan ini sendiri mungkin lebih banyak berdasar pengalaman pribadi, namun semoga ada bagian yang layak dibaca oleh kita semua.

BLOG

Blog, weblog, blogger (atau sekarang juga ditulis block untuk menimbulkan aksen non-amrik seperti yang terjadi dengan "my god" dan "my goth").. pertama kali saya mendengar kata ini adalah sekitar 2,5- 3 tahun lalu. Waktu itu teman saya tiba-tiba menginvite lewat email sebuah ajakan yang tidak saya pahami. Barulah ketika bertemu dengannya, dijelaskan dan mengecek langsung url yang terpampang disitu, sedikit gambaran sudah bisa ditangkap oleh saya yang masih belum sembuh dari gaptek ini. Setelah mendaftar, sayapun mencoba posting di blog yang dibuat teman saya itu. Posting coba-coba yang singkat. Kegairahan ngeblog baru saya rasakan setelah saya, waktu itu untuk pertama kalinya berhasil menyelesaikan sebuah cerpen (bagi saya, jika menyangkut karya fiksi, memulai adalah mudah namun mengakhiri sulit sekali). Ditulis di atas sebuah buku catatan, cerpen tentang gerundelan orang menelpon itu pun dengan bangga saya pajang di blog tersebut. Setelah itu ada beberapa tulisan lain, namun waktu itu saya masih belum mengenal flickr sehingga belum tahu cara menampilkan gambar. Sempat juga selama beberapa bulan saya tidak posting apa-apa karena sempat lupa passwordnya.

Setelah itu, baru pada bulan April 2005 kemarin saya memilih membuat blog sendiri. Syukurlah sampai saat ini, paling tidak setiap bulan saya selalu menyempatkan diri mengisinya. Saya memang tidak suka ada bulan yang terlewat, sehingga mengesankan blog tersebut kurang diurus. Dan dalam tren dunia internet, entah kenapa saya kok selalu cenderung berlebihan, baik disengaja atau tidak. Sampai saat ini, paling tidak ada sekitar 6 buah blog yang saya kelola (blog yang join sama teman saya tadi tidak dihitung lagi). Meski yang updatenya cukup rutin sebulan sekali cuma 4 (2 diantaranya masih baru). Blog YLSA ini adalah yang termuda. 5 buah blog lainnya berisi sbb: 2 blog isinya macam- macam (yang satu adalah blog yg tidak dipublish untuk umum), 1 blog coba-coba dari friendster yang tak terurus, 1 blog isinya tentang segala sesuatu mengenai musik yang saya suka (memakai account multiply), dan satu lagi dimaksudkan sebagai sebuah ensiklopedia fiktif. Dengan fasilitas dan keunggulannya masing-masing, blog-blog tersebut seringkali memang berguna untuk menampung kebutuhan berkomunikasi non-lisan saya.

Saya kira, jika ini memang benar-benar hanya sebuah tren, blog masih memiliki umur yang cukup panjang atas dasar pertimbangan manfaat dan kemudahannya. Blog dapat dibuat dengan begitu gampang namun efek dan manfaatnya sama seperti situsnya Jenderal SBY yang dibuat dengan harga hampir 100 juta itu. Ketika berada di Jogja untuk bergabung dan membantu rekan-rekan di posko komunitas tandabaca, berhubung situs mereka sedang mengalami masalah maka merekapun memutuskan memanfaatkan blog dari multiply sebagai sarana mempublikasikan laporan kegiatan dan pertanggungjawaban semua sumbangan dari para donatur. Dengan fasilitas yang ada di multiply, meskipun kekurangannya mungkin adalah kurang keren karena memakai produk gratisan, namun tujuan tetap tercapai. Meskipun blog bisa sangat subyektif, namun beberapa blog sudah memiliki isi yang layak dijadikan referensi atau ada yang menganggapnya demikian. Saya sendiri agak ilfil kalau misalnya ada perdebatan di milis tentang suatu topik kontroversial, tapi lawan debat, dengan maksud untuk menguatkan argumennya, ternyata ia mengambil referensi dari sebuah blog yang dari namanya saja sudah terlihat sangat subyektif atau sektarian (misalnya: berdebat tentang mana yang lebih enak, kopi atau teh, namun ia mengambil referensi dari alamat http://www.coffee-no-tea.blogspot.com atau http://budisetiawan.blogsome.com). Untuk itulah saya iseng membuat sebuah blog yang isinya dimaksudkan sebagai sebuah ensiklopedia fiktif (tentunya untuk topik-topik yang ringan-ringan saja, dan tentu bukan yang menyangkut pribadi seorang supaya tidak menjadi blog fitnah), kalau ada yang menganggap 'referensi' yang saya tulis itu benar-benar valid, ya apa boleh buat?

Biasanya blog orang-orang tua kelihatannya lebih mengutamakan isi (kalaupun isinya memang benar), pasrah dengan template yang disediakan, dan seringkali tanpa gambar (mungkin masih belum tahu caranya). Sebaliknya untuk blog yang pemiliknya anak muda, kita disuguhi berbagai macam template yang sangat bervariasi. Mengunjungi blog-blog itu seolah seperti sedang melihat pameran sepeda hias tujuhbelasan. Beberapa desain seakan menggambarkan bagaimana isinya atau minat pemiliknya akan suatu hal. Memang, ada juga fenomena yang kurang bagus menurut saya yaitu jasa mempercantik blog. Jadi blog yang memang hasilnya cantik-cantik itu tidak lagi selalu merupakan hasil karya kreatif tangan pemiliknya karena orang lainlah yang menghiasnya. Namun, memang ada juga desain-desain luar biasa yang merupakan hasil karya utak-atik si pemilik blog sendiri, sayapun seringkali hanya bisa kepingin dan kagum dengan tampilan blog-blog mereka. Lalu mengenai isi. Ada yang bilang kalau blog cowok isinya cenderung political blog, maksudnya blog itu model isinya sengaja ditulis untuk berbicara kepada orang banyak. Sementara kalau cewek, isi blognya lebih kepada model diary yang lebih pribadi. Entah apa ini benar atau tidak, tapi kalo saya sendiri mengisi blog saya dengan tulisan yang isinya bisa keduanya. Kadang berbentuk pribadi, kadang juga tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dibaca orang lain. Untuk isi yang lain, saya terus terang juga kurang begitu suka dengan blog yang isinya hanya kutipan-kutipan berita atau artikel. Masih lebih mending posting yang isinya syair lagu daripada artikel (biasanya yang berbau politik atau bidang lain yang pokoknya lebih banyak berbau 'provokasi') yang hanya copy paste dari situs atau tulisan orang lain atau menscan dari koran/majalah. Apalagi isinya biasanya sudah banyak yang kita tahu, kenapa tidak kasih link dan tulis komentar tentang hal itu saja? Diskusi koran memang menjemukan.

FRIENDSTER

Yang satu ini pernah sangat fenomenal, meski sekarang sudah mulai meredup. Jaringan perkoncoan, yang menawarkan gabungan fasilitas dari email, milis, blog dan chatting. Anak muda yang tidak punya account FS beberapa tahun atau bulan yang lalu akan dianggap tidak berjiwa muda atau gagap teknologi. Beberapa situs sejenis juga sempat muncul untuk menandingi kepopuleran fenomena ini, sebut saja Friendscene sampai Temanster yang dibikin orang Indonesia. Menurut pandangan saya pribadi, Friendster mungkin sempat terlena dengan kesuksesan yang ia dapatkan. Pengembangan dan penambahan fasilitas seperti blog, personal background, personalize your url, who viewed my profile, shoutbox, kerjasama dengan search engine, kemampuan menambah audio-visual sampai pencantuman nama lengkap dsb. praktis baru terjadi di saat masa jayanya hampir lewat. Juga iklan yang semakin memperlambat loading halaman selain tentunya beberapa kali gangguan maintenance yang dulu sering membuat situs tersebut tidak dapat diakses dan surat berantai lewat bulboard yang masih sering membuat beberapa user resah.

Untuk golongan tertentu, kejayaan FS juga hampir digeser oleh kehadiran situs sejenis bernama myspace. Situs jaringan yang lebih terbuka karena setiap orang yang mendaftar secara otomatis akan memiliki teman bernama Tom, jadi tiap pengguna tak akan lagi menemui account yang profilenya tak dapat dilihat utuh (karena semuanya friend of friend kita yaitu Tom). Demikian juga dengan fasilitas download di myspace yang banyak dimanfaatkan band-band indie untuk promosi serta kemampuan menampilkan gambar dan video secara mudah. Dengan target yang lebih pasti (penggemar musik) dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk tujuan yang lebih serius daripada FS, myspace pun beranjak populer. Tak heran jika raja media seperti Rupert Murdoch pun sampai berminat membeli situs ini.

Meski sekali lagi saya terjerumus dalam keberlebihan dengan membuat dan mengelola 5 buah account FS (tapi tetap tak setuju dengan Roy Suryo yang mengklaim 70% account FS palsu), saat ini semua account itu semakin jarang saya kunjungi kecuali jika account pribadi saya mendapat kiriman testimonial, friend request atau message yang bisa diketahui dari pemberitahuan di email. Mungkin ada masanya dulu saya pernah sampai penasaran mengakses FS, untuk mengisi kuisioner- kuisioner bulboard, mencari hal-hal menarik yang bisa dipasang di bulboard itu, melihat foto teman-teman atau orang lain yang tak saya kenal, memamerkan gambar atau foto hasil permakan Adobe Photoshop, mengganti-ganti profile, sampai mencari kemungkinan menemukan teman- teman lama. Namun hanya sedikit saja teman lama yang bisa saya temui melalui situs ini. Mungkin saya benar-benar orang yang selalu cenderung mudah terputus dengan masa lalu.

Kompetitor lain juga datang dari multiply. Sebuah situs yang mungkin lebih cenderung ke arah penyedia blog, namun juga memuat sifat-sifat situs jaringan dengan adanya fasilitas contact (friend). Para konseptor-konseptor di dunia internet nampaknya menyadari fakta bahwa mayoritas penggunanya adalah anak muda. Ini memang tak aneh, bukankah semua media juga membidik anak muda sebagai pasar paling potensial mereka? Dan multiply menyadari bahwa masa muda adalah masa untuk menonjolkan diri, masa dimana kita butuh menyalurkan ide-ide dan kreativitas kita, dan tentunya untuk diapresiasi sesamanya. Situs multiply ini tidak hanya menampung tulisan namun juga file musik, video dan foto, digabung dengan jaringan pertemanan ala FS yang laris itu serta bisa diutak-atik templatenya (meski tak segampang blogger). Saya rasa situs ini perlahan mulai menandingi fasilitas blog di www.blogger.com dan jaringan pertemanan Friendster.

GMAIL

Google mail atau gmail juga kian menjadi salah satu identitas untuk membuktikan kita tidak gaptek. Buktinya, dalam sebuah blog anti Roy Suryo, penasihat IT nya kepresidenan yang makin suka ngawur itu, tokoh asal Jogja ini dicibir tidak tahu apa-apa soal tren dunia internet karena 3 hal: tidak punya blog, tidak punya account FS dan tidak punya gmail. Memang persyaratan ini agak bercanda, tapi ada benarnya juga. Gmail yang masih harus didapatkan dengan cara diinvite ini memang email yang cukup luar biasa dan mungkin paling maju saat ini. Memori yang sangat besar, google talk, mudah dan cepat digunakan untuk mengirim attachment sekalipun, bahkan bisa memakai shortcut, adanya relasi ke fasilitas lain macam membaca buku online dsb. serta mungkin juga sifatnya yang ekslusif tadi (harus diinvite) telah membedakan gmail dengan email-email gratisan lain.

Sekali lagi saya berlebihan. Sayapun memiliki 3 buah account gmail yang terutama saya pakai untuk berlangganan berbagai milis diskusi mengingat kapasitasnya yang seakan tidak mungkin penuh itu. Pada awalnya memang saya tak menyadari kelebihan-kelebihan gmail tadi sehingga sempat berbulan-bulan tidak pernah saya cek atau gunakan. Ketertarikan mulai muncul bersamaan dengan semakin banyaknya saya ikut milis-milis yang satu hari rata-rata berisi 50-80an email, ditambah dengan seringnya saya gagal mengetikkan dengan benar word verification pada email yahoo saya. Bukannya iklan jika saya bilang bahwa saya kini lebih sering memanfaatkan account gmail untuk korespondensi elektronik.

Mungkin akan ada yang tidak setuju atau menyebutkan nama lain selain 3 buah produk di internet itu sebagai icon tren di dunia maya. Saya tidak akan menyangkal bahwa pengetahuan saya tentang dunia tersebut hanya berasal dari kegiatan browsing yang kini selalu berusaha saya kurangi atas alasan finansial, maklum masih memanfaatkan jasa warnet. Tapi jika kita lihat dari semua cerita dan paparan di atas, saya harap kita bisa menangkap hal lain selain pendapat saya tentang 3 produk tersebut yang berkaitan dengan diri kita sebagai generasi muda. Bagaimana kita bisa memanfaatkan dan bukan terus menerus dimanfaatkan oleh perusahaan pemroduksi teknologi itu. Saya tidak tahu apakah kebiasaan saya yang sering memiliki lebih dari satu account tadi berguna atau tidak. Saya kira tidak banyak manfaatnya, kecuali mungkin blog. Namun memang akan tidak tepat jika kita malah mengambil jalan tidak mau mengenal teknologi karena tidak mau diperbudak olehnya, sebagaimana kalimat yang sudah sering kita dengar "teknologi dan mesin (juga uang, api, pisau dan benda-benda lain) hanyalah alat, semua tergantung dari siapa yang memakainya".