Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Rumah Kesembuhan

rk's picture

Rumah Kesembuhan

Ternyata pelayanan rumah sakit yang jelek tidak hanya terjadi sekarang di Indonesia.
Kekecewaan terhadap proses rawat-inap juga terjadi di negara yang sangat teliti dalam standar dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Dahulu, di Israel kalau orang sakit parah mereka juga di-rawat inap. Salah satu tempat rawat inap yang terkenal terletak di Betesda, nama resminya: "Rumah Kesembuhan Pintu Domba".

Lima aula besar untuk pasien, menghadap ke sebuah kolam. Di kolam itulah, sewaktu-waktu akan datang seorang dokter menaruh obat ke air kolam. Siapa saja yang minum air kolam yang sudah diberi obat itu, pasti akan sembuh, apapun cacat dan penyakitnya !

Tapi dokter ini datangnya tidak menentu, kadang sehari 5 kali, kadang 7 bulan sekali. Tidak ada jadwal pasti. Yang lebih parah, obat yang dibawa hanya cukup untuk satu orang saja!

Bayangkan, pasien-pasien tidak bisa tidur lelap karena harus selalu waspada. Kalau sempat melihat kedatangan dokter pembawa obat, maka para pesakitan harus berebutan untuk menjadi yang pertama, saling sikut, dan tendang antar pasienpun dihalalkan.Yang sembuh satu orang, yang menderita lebih banyak.

Mereka yang kecewa mengganti nama Rumah Kesembuhan menjadi Rumah Sakit, dan mengedarkan email tentang penipuan rumah sakit tersebut.

Surat protes sampai ke pemilik rumah sakit.

Tidak mau bertindak setengah-setengah, sang pemilik yang adalah dokter ahli memutuskan untuk datang sendiri menengok kondisi di lapangan.

Di antara pasien rawat inap, ada seorang laki-laki yang sudah sakit tiga puluh delapan tahun lamanya.

Suatu hari datang orang yang tidak dikenal menghampirinya. Orang itu bertanya kepadanya, "Maukah engkau sembuh?". Orang sakit itu menjawab, "Bapak, tidak ada orang di sini untuk memasukkan saya ke dalam kolam waktu airnya bergoncang. Dan sementara saya menuju ke kolam, orang lain sudah masuk lebih dahulu."

Maka orang itu berkata kepadanya, "Bangunlah, angkat tikarmu dan berjalanlah."
Pasien lumpuh itu bangun, mengangkat tilam, dan berjalan.

Kehebohan besar terjadi di antara para pasien. Mereka mengarahkan mata ke kolam, bahkan beberapa diantara mereka membenamkan sebagian tubuh sakit

mereka didalam air kolam, tetapi mereka dikecewakan. Sekarang obat yang menyembuhkan tidak lagi ditaruh ke air kolam, melainkan diberikan langsung kepada salah satu pasien. Ya, hanya satu dari banyak pasien.

Kemarahan dan kegusaranpun memuncak. Sekarang tanpa pemberitahuan rumah sakit ini mengubah prosedur pengobatan. Obat tidak lagi ditaruh engah kolam, melainkan diberikan langsung kepada satu pasien terpilih. Prosedur baru ini tidak memberi kesempatan yang sama bagi semua pasien untuk berebut obat. Ini tidak adil.

Surat keluhan kedua ditulis. Isinya menyatakan, rumah sakit ini bertambah tidak profesional, dan bertambah buruk pelayanannya. Bukannya memperbaiki diri setelah di-komplain, malah memperburuk situasi dengan proses pengobatan yang tidak transparan. Para pasien menjadi tambah bingung, apakah harus memperhatikan kolam ? Atau terus-menerus memperhatikan setiap orang yang datang, kalau-kalau orang tersebut adalah dokter pembawa obat ? Kesimpulannya: Pemilik rumah sakit harus dituntut karena merusak tatanan rumah sakit dan melanggar hukum.

Sang pemilik rumah kesembuhan akhirnya memberikan pernyataan. Tanggapan diberikan secara terbuka dihadapan para pemuka masyarakat. Berikut tanggapan sang pemilik Rumah Kesembuhan:

Kepada yang disembuhkan:
Sekarang engkau sudah sembuh. Janganlah berdosa lagi, supaya tidak mengalami hal yang lebih buruk.

Kepada yang kecewa dan marah:
Pekerjaan kesembuhan masih dilakukan hingga sekarang menurut cara dan kehendak Bapa.

Kepada yang hendak membunuh dan menghalangi pekerjaanNya :
Kenapa kalian menghakimi Aku ? Kalau kalian datang kepadaKu, kalian akan mendapat hidup kekal. Tetapi kalian tidak mau, karena tidak mengasihi Aku dan mencari pujian dari sesamamu sendiri. Kalian tidak percaya perkataanKu, bahkan jika kalian melihat mujijat yang lebih besar.