Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Saudara (Gali Kata Alkitab dalam Tinjauan Tulisan Ibrani Kuno)

Hery Setyo Adi's picture

Sudara

Siapa pun Anda, hampir pasti tahu arti kata “saudara”. Kata tersebut bisa berarti dua orang atau lebih yang memiliki hubungan kekerabatan. Namun ada juga orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan memanggil orang lain dengan sebutan “saudara”. Tentu, karena alasan-alasan tertentulah hal seperti itu terjadi, seperti karena mereka sudah sangat akrab. Pengertian dan penggunaan kata itu terus berkembang, seiring perkembangan bahasa manusia. Di kalangan jemaat Tuhan misalnya, seseorang dengan yang lain saling menyebut “saudara seiman”. Apa arti kata “saudara” ditinjau dari tulisan Ibrani Kuno?

Kata “saudara” terjemahan dari bahasa Ibrani ‘akh (alef-qames-khet). Pada awalnya tulisan Ibrani tidak menggunakan tanda huruf hidup, meskipun mereka membacanya seperti ada tanda hurup hidup. Mereka menuliskannya dengan dua huruf mati saja: “alef” dan “khet”. Qames adalah tanda huruf hidup. Dalam tulisan Ibrani kuno setiap tulisan gambar (piktograf) melambangkan suatu ide. Orang Ibrani biasa berpikir konkret, sehingga ide abstrak pun digambarkan dengan sesuatu yang konkret.

Huruf “alef” adalah sebuah gambar kepala sapi jantan yang bertanduk (konkret). Orang Ibrani menggunakannya sebagai simbol “kekuatan” (abstrak). Sedangkan huruf “khet” adalah sebuah gambar dinding tenda (konkret) yang melambangkan “pemisah” dan “pelindung” (abstrak). Dengan demikian kata “saudara”, yang dalam bahasa aslinya merupakan kata yang disusun dari gabungan huruf “alef” dan “khet”, secara harfiah berarti “dinding yang kuat”, atau “pelindung yang kuat”.

Arti kata tersebut dapat dipahami dengan mudah kalau kita mengerti budaya Ibrani masa lampau, khususnya yang berkaitan dengan “rumah”. Kehidupan orang Ibrani sebagai kaum nomad tidak memungkinkan mereka membangun rumah permanen. Tenda adalah rumahnya. Bagian-bagian tenda meliputi atap, dinding, dan pintu. Dinding adalah bagian samping tenda. Fungsinya untuk memisahkan antara bagian dalam dan bagian luar tenda, di samping sebagai pelindung bagi orang yang tinggal di dalamnya dari serangan binatang buas. Dinding tenda itu terbuat dari “tenunan” bulu domba yang dirajut dengan kuat.

“Saudara” yang dianalogikan dengan dinding tenda, memiliki peran dan fungsi “melindungi”. Ia harus melindungi segenap anggota keluarga dari pihak lain yang mengancam jiwa mereka. Jika ada musuh yang menyerang, maka ia akan berdiri di posisi antara musuh dan keluarganya. Ia tidak akan membiarkan musuh tersebut berhadapan langsung dengan keluarganya. Ia rela menjadi “tameng” bagi keluarganya, asal nyawa keluarganya selamat. Dengan demikian kata “saudara” mengandung makna bersedia berkorban, bahkan rela mati bagi saudara yang lain.

Kisah dalam PL dan PB

Kisah dalam Perjanjian Lama, antara lain Kain (Kejadian 4:8) dan saudara-saudara Yusuf (Kejadian 37:23-24, 28), tidak berperan sebagai saudara bagi adiknya, sebagaimana makna yang digambarkan di atas. Kain yang mestinya menjadi pelindung bagi Habel, tetapi justru menjadi pembunuh. Kakak-kakak Yusuf yang mestinya menjadi pelindung bagi Yusuf, tetapi justru menjualnya.

Lain halnya Yonatan. Ia berlaku sebagai “saudara” terhadap Daud, meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah. Yonatan menjadi informan untuk “melindungi” nyawa Daud dari rencana pembunuhan yang dilakukan Saul, ayahnya. Daud sangat menghargai Yonatan karena kasihnya, sehingga ia menyebutnya “saudaraku Yonatan”(2 Samuel 1:26). Dalam Perjanjian Baru, kata “saudara” muncul dengan berbagai makna. Kata “saudara” dalam Markus 5:37 bermakna jasmaniah (hubungan kekerabatan). Sedangkan dalam Kisah Para Rasul 21:20 tercantum kata “saudara” sebagai panggilan. Paulus, dalam surat-suratnya, menyebut orang-orang percaya (baik jemaat maupun pribadi) sebagai Saudara. Secara rohani, Paulus menyatakan bahwa Yesus “menjadi yang sulung di antara banyak saudara” (Roma 8:29).

Bagaimana Implikasinya?

Tepat kata Rasul Yohanes, bahwa orang beriman wajib menyerahkan nyawanya untuk saudara-saudaranya. (Sebab, arti “saudara” secara mendasar menunjuk makna mau dan berani berkorban). Apalagi, Yohanes mengaitkannya dengan keteladanan Kristus, yang telah menyerahkan nyawaNya untuk orang-orang percaya (1 Yohanes 3:16).

Pertanyaan untuk kita renungkan: Sudahkah kita menjadi “saudara” bagi yang lain, yakni berperan sebagai “pelindung yang kuat”? Bagaimana jika ada saudara kita yang sedang mengalami masalah, seperti: rongrongan ajaran sesat, pergumulan hidup yang mengoyakkan imannya, ancaman fisik karena beriman kepada Tuhan Yesus, dan masalah-masalah lainnya? Mari kita terus belajar menjadi “saudara” bagi orang lain.

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi yang dikembangkan dari artikel berjudul “Saudara” yang dimuat dalam Pelayanan via SMS di rubrik Gali Kata Alkitab, Edisi 6, Rabu, 9 April 2008 dari nomor 085294397157. Berbagai sumber dipakai sebagai acuan tulisan ini).

 

 

 

Rusdy's picture

Saudara Seiman

Setelah membaca tulisan ini, jadi diingatkan kembali, tugas kita terhadap sesama sebagai 'saudara' seiman. Sangat mudah untuk menjatuhkan sesama, tetapi, butuh kasih yang dari Tuhan untuk membangun sesama, termasuk bagaimana berkomentar terhadap sesama di pasar klewer ini

Trims bung Hery!