Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

SBY Membongkar Gurita Cikeas

Tante Paku's picture

  

      DALAM dunia politik ada istilah yang cukup populer, tidak ada KAWAN ABADI atau LAWAN ABADI. Yang ada hanyalah KEPENTINGAN ABADI. Pandangan ini sering dipergunakan untuk menerangkan aliansi politik yang berubah-ubah. Dulu lawan politik mungkin hari ini menjadi kawan politik, dan mungkin saja 5 tahun mendatang menjadi lawan politik kembali. Dalam suasana seperti ini, setiap pihak harus selalu WASPADA dan MENYADARI, apakah dirinya pada suatu ketika sedang "diperalat" atau sedang "memperalat" pihak lain.

     Bermain politik memang harus terampil dan memahami lingkungan kekuasaan yang memiliki pusat-pusat yang saling mendukung. Sering disebutkan ada 3 pusat kekuasaan yang paling dominan. Pertama POLITIKUS, kedua BIROKRAT, ketiga ASOSIASI-ASOSIASI (group interest). Secara normatif ketiga pusat kekuasaan itu merupakan penjelmaan dari RAKYAT, yang oleh karenanya bertindak dari, atas nama, dan semata-mata demi kepentingan rakyat.

     Bertitik tolak dari pusat-pusat kekuasaan itulah George Junus Aditjondro menelusuri jejak-jejak "penyelewengan" para penguasa yang mengatasnamakan rakyat dan menuliskannya dalam bentuk buku atau tulisan di media yang lain. Hal ini sudah sering dia lakukan sejak zaman pemerintahan Orde Baru dan berusaha membongkar "kekayaan cendana" dengan kritiknya yang tajam, hingga membuatnya kabur ke Australia karena merasa jiwanya terancam.

     Di era keterbukaan ini, pemerintah memang sudah membentuk tim khusus untuk menangkap jejak para KORUPTOR dan hasil korupsinya lewat KPK dan seperangkat hukum lainnya, toh kelanjutannya tim pengusut sering beringsut, terbentur suatu perisai yang mengancam atau sejumlah taktik dan tingkah laku yang menakutkan, maka munculah idiom CICAK vs BUAYA. Terinspirasi oleh gegap gempita dunia binatang itulah George Junus Aditjondro meluncurkan buku MEMBONGKAR GURITA CIKEAS, yang oleh sebagian kalangan akademik disebut masih prematur dari kaidah-kaidah ilmiah yang layak.

     Pro kontra dengan terbitnya buku Membongkar Gurita Cikeas, disusul menghilangnya buku itu dari pasaran dengan berbagai alasan, membuat buku itu menjadi laris dicari, bahkan ada yang bisa menjual satu buku dengan harga 400 ribu rupiah!

     "Ini memang buku tidak normal karena ada yang menjualnya dengan harga tidak normal!" demikian kata George ketika diwawancarai media. Kalau buku tersebut dianggap tidak normal oleh pengarangnya sendiri, memang dari judul dan isinya pastilah "ada" yang tidak normal. Mestinya judul buku itu tidak Membongkar Gurita Cikeas tapi Gurita di Cikeas Belum Terbongkar! Karena memang belum terbongkar bukan?

     Fenomena nama hewan dijadikan idiom perpolitikan di Indonesia ini mungkin para elite politik terkesan dengan dongengan-dongengan fabel di masa kecil yang membekas dalam di otaknya, sehingga muncul begitu saja untuk menggambarkan tingkah laku manusia yang seperti binatang. Bahkan ada seorang anak kecil yang ikut terpengaruh dengan berita tentang Gurita di Cikeas ini bertanya pada temannya.

Anak pertama : "Bagaimana jika benar di Cikeas ada Gurita?"
Anak kedua     : "Bapakku pasti sibuk!"
Anak pertama : "Memangnya apa pekerjaan bapakmu?"
Anak kedua     : "Reporter TV!"

     Hebohnya buku Membongkar Gurita di CIkeas akibat reaksi yang berlebihan dari mereka yang merasa kena "tuduh" dalam konspirasi politik tingkat tinggi itu, rasanya tidak perlu untuk melarang dengan ekstrim peredaran buku tersebut, ini bukan zamannya lagi membreidel buku atau membakar serta melarangnya  dengan dalih apapun. Kalau RACUN dilawan dengan RACUN, CINTA dilawan dengan CINTA, maka BUKU harus dilawan dengan BUKU. Biarkan masyarakat pembaca menilainya, biarkan masyarakat menerima pembelajaran dari mereka yang merasa "pintar" itu, siapa tahu justru rakyat yang akan menjadi lebih pintar dari mereka!

Wong ndeso : "Apa saja sih yang menyebabkan buku Membongkar Gurita di  Cikeas laris?"
Wong kota     : "Salah satunya ada gossipnya!"
Wong ndeso : "Sebenarnya yang dimaksud dengan gossip itu apa?"
Wong kota     : "Gossip adalah cerita yang banyak penggemarnya. Satu-satunya yang tidak menyukainya adalah yang menjadi sasarannya!"

     George Junus Aditjondro kali ini akan dibuat repot dengan karyanya yang terakhir ini, tuntutan pengadilan siap menghadangnya. Usianya semakin tua bukannya menjadi sabar tetapi sering terlihat emosinya meluap, akankah ia kabur kembali ke Australia?

Wartawan   : "Bagaimana pendapat anda ketika hidup di Australia?"
George JA   : "DI Australia tak banyak yang dilihat tapi begitu banyak yang bisa didengar!"

     Kini ketika di Indonesia George Junus Aditjondro banyak melihat tapi tak banyak yang bisa didengar.

     "George, anda punya kesamaan dengan presiden Susilo Bambang Yudoyono. Kesamaannya tidak akan dapat naik pangkat lagi!"

     Tapi siapa tahu ada yang mengusulkan anda menjadi pahlawan juga, mumpung lagi musim gelar kepahlawanan.

     Ketika mendapat laporan bahwa di Cikeas ada Gurita, SBY segera menindaklanjuti dengan membentuk tim untuk menggali sebuah tempat yang disinyalir menjadi sarang sang Gurita.

     Setelah aga berapa lama SBY pun meninjau tempat galian tersebut, ia bertanya pada salah satu pekerjanya.
SBY       : "Kok berdiri di situ saja, mana mandormu?"
Pekerja : "Saya lagi menunggu mandornya pak."
SBY       : "Lho, lalu kemana mandormu?"
Pekerja : "Mandornya dari tadi nggak muncul-muncul dari timbunan itu!"
     Rupanya sang mandor terkubur dalam timbunan tanah yang longsor karena ada hujan deras saat itu.

Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat.

 

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat

matahari's picture

@TP: yg ini saya setuju

Kalau RACUN dilawan dengan RACUN, CINTA dilawan dengan CINTA, maka BUKU harus dilawan dengan BUKU. Biarkan masyarakat pembaca menilainya, biarkan masyarakat menerima pembelajaran dari mereka yang merasa "pintar" itu, siapa tahu justru rakyat yang akan menjadi lebih pintar dari mereka!

Tapi mungkin akan sulit terwujud apabila yang akan menulis buku tandingannya sedang sibuk menyelamatkan diri. hehehe...