Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Sekali anak, tetap anak Ku

vicksion's picture
Pendampingan anak di kanjengan, pasar johar

Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya : Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
( Lukas 15:21-23 )

Kali yang kesekian dalam pelayanan pembinaan yang aku kerjakan di salah satu Rumah Singgah di Semarang, tepatnya di Kompleks PKL Jl.Onta Raya ( salah satu daerah pemindahan Pedagang Kaki Lima yang digusur untuk pelebaran jalan, dekat dengan pinggiran kali banjir kanal timur ) sebagai salah seorang Pembina di tempat ini aku acapkali mengalami kejadian-kejadian yang mengejutkan hatiku khususnya dalam mendampingi anak-anak binaanku.

Bagaimana tidak dengan berbagai karakter dan label keluarga mereka seringkali aku harus menempatkan diri bagi anak-anak binaanku sebagai seorang kakak maupun sebagai seorang ayah. Sebagai seorang kakak aku harus menganggap anak-anak tersebut sebagai adik yang harus didampingi, didengar keluh kesahnya dan bersama-sama mencarikan solusi bagi masalah yang mereka hadapi, sedangkan sebagai seorang ayah kami harus selalu memikirkan kebutuhan hidup mereka sehari-hari mulai dari sarapan, makan siang, makan malam sampai dengan mencarikan pekerjaan serta hal-hal yang lain layaknya seorang kepala keluarga.

Pernah suatu kali salah seorang anak binaan kami sebut saja Ari “Kucing” (:Red) waktu mau pulang ke Rumah Singgah mengendarai sepeda motor trus nabrak salah seorang anak kampung yang lagi nyebrang di jalan hingga anak itu kakinya patah dan harus segera dirawat secara serius. Ketika ditanya oleh orang kampung : ”Rumahmu di mana ?” dengan takut-takut Ari “Kucing” berkata : “Aku tinggal di yayasan rumah singgah di jalan onta“. Mendengar hal itu orang-orang kampung yang sedang emosi sempat berkata satu dengan yang lain “Oh yayasan sing nampung anak-anak jalanan kuwi yo ? Bakar wae yayasane…bakar wae yayasane….ora iso ndidik anakke !!”, yang lebih celaka lagi ada di antara mereka yang menanyakan “Sopo pimpinane ? kon nambake sak marine tho !” dan masih banyak omongan-omongan lain yang intinya menyudutkan anak kami. Jujur waktu itu kas rumah singgah lagi kosong, betul-betul membuat aku pusing, bingung dan kehilangan akal. Beruntung ada bapak lurah yang membantu menjadi penengah sehingga semuanya dapat diselesaikan secara kekeluargaan

Lain hari lagi Roni “Ompong” anak binaan kami yang meminjam sepeda motor milik salah seorang aktivis yang lagi berkunjung di rumah singgah karena kurang hati-hati motor yang dikendarai jatuh dan rusak parah. Melihat hal itu kembali aku bersama dengan teman-teman harus mengganti semua biaya perbaikan motor yang ada.

Belum lagi anak-anak binaan yang lain berbuat sesuatu di luar pemikiran kami; Si Putra yang mengiris tangannya dengan siletlah karena stress, Si Hartik yang minum obat “Super Pel” pembersih lantai karena salah paham ama teman hingga akhirnya keracunan, Si Betet ama Si Kawat “ngelem” bareng ama anak-anak saat kakak-kakak Pembina lagi keluar pelayanan dan masih banyak kenakalan-kenakalan lain yang aku jumpai di rumah ini.
Kali yang lain kami kedatangan suami istri yang lagi bermasalah, suaminya baru saja keluar dari penjara sedang istrinya lagi sementara hamil karena dibawa oleh salah seorang rekan kami maka dengan hati belas kasihan kami memberikan salah satu kamar di rumah singgah untuk merawat mereka sementara. Rupanya perbedaan pandangan di antara mereka berdua seringkali mengganggu ketentraman anak-anak yang lain karena seringkali terjadi perang mulut di antara mereka. Padahal rata-rata anak yang kami bina sudah jenuh dengan pertengkaran dan perkelahian, mereka berada di rumah singgah karena ingin mendapatkan kedamaian dan ketentraman. Anak-Anak sering mengeluh kepadaku :”Kak, piye to kak ? Aku ora iso turu nek bengi, lha… wong loro kuwi geger terus, usir wae rak wis kak ?” benar-benar situasi yag membuat aku bingung dan disudutkan.
Satu persoalan belum selesai datang persoalan yang lain, masalah satu belum diselesaikan muncul masalah yang lain, hari-hari yang benar-benar mendebarkan dalam kehidupanku. Hidup ini laksana ombak yang bergulung-gulung tanpa diketahui kapan akhirnya berhenti di tepi pantai, beruntung ombak itu bukanlah Tsunami yang kadangkalatidak dapat dideteksi dan dianalisa kekuatannya.

Teman-teman yang ada di luar, yang melihat pelayanan yang kami kerjakan seringkali bertanya kepada kami :” Kok bisa sih kalian melayani anak-anak yang seperti itu, bukannya untung malah buntung !!” yang lebih tragis kalau ada yang bertanya :” Dapat apa kalian dari melayani anak-anak seperti itu ? ndak ada kan...bukannya dapat “sesuatu” malah barang kalian yang sering dicuri !!!” dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang lain yang kadangkala membuat hati ini bertanya-tanya :” Benarkah Tuhan jalan yang kami ambil ini ?”.

Dalam perenungan pribadi terlintas dalam pikiran ini, siapa sih anak-anak itu ? Saudara kandung bukan, famili bukan, lalu siapa mereka itu ? Kok aku bersama-sama dengan teman-teman ngotot untuk melayani dan memperhatikan mereka, bahkan acapkali tanpa mempedulikan kata-kata orang lain. Apa sih untungnya bagiku memperhatikan mereka ? ndak ada kan….betul juga kata orang-orang di luar. Jadi selama ini apa sia-sia kami melayani mereka ? Pikiran ini terus melayang-layang dan mencari-cari jawaban di antara setiap pertanyaan yang muncul.

Lebih jauh aku merenung, terbayang wajah anak-anak tersebut satu-persatu Si Ari “Kucing”, Si “Jesu” Samsuri, Si Rudi “Kenter”, Si Roni “Ompong”, Si Hartik, Si Agung “Gendut”, Si Agus “Kawat”, Si Jaka “Betet”, Si Putra, Si Jaka, Si Aang dan lain-lain. Satu persatu wajah mereka muncul seolah-olah ada di depanku dan memandang wajahku. Tanpa kata-kata hanya wajah yang dingin tanpa ekspresi. Inikah Tuhan anak-anak yang kami layani ? Kenapa bukan yang lain ? Aku hanya terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa.
Namun dari hati kecilku seringkali aku bertanya-tanya kalo Yesus juga bertanya kepada diriku dengan pertanyaan yang sama “Siapa kamu di hadapanku ?” saudara bukan, family bukan, lalu mengapa Aku mau turun dari tahtaku di Surga dan menjadi manusia seutuhnya bahkan rela mengorbankan hidupku mati di kayu salib. Apa manfaatnya bagi-Ku ? tidak ada bukan. Satu saja yang menjadi tujuan Yesus turun ke bumi karena Dia taat kepada Bapa-Nya. Tidak ada keuntungan secara financial berupa materi yang Yesus terima dengan Dia turun ke dunia. Yang ada hanya sebagai Anak Yesus taat kepada Bapanya bahkan sampai mati di kayu salib. Kalau Yesus sebagai Anak bisa taat sampai begitu rupa kepada Bapanya seharusnya kita pun yang mengaku Anak-Anak Allah seharusnya kita juga berkata “Dan jika kita adalah anak maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Jadi ukuran apa yang Allah pakai untuk menyebut kita sebagai Anak-Anaknya, tak lain dan tak bukan jika kita mau menderita

bersama-sama dengan Dia supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Lalu penderitaaan seperti apa yang Yesus alami, sampai Dia harus difitnah, disiksa, didera, dicambuk, diludahi, dan akhirnya mati disalib. Apakah Dia mencuri ? Apakah Dia berzinah ? Apakah Dia bersaksi dusta atau mengingini harta sesama-mu manusia ? Jelas tidak. Satu hal yang pasti bahwa Yesus menderita justru karena kebenaran yang dilakukannya makanya Dia menerima Kemuliaan. Dia tidak menghukum perempuan yang ketahuan berbuat zinah, Dia menyembuhkan orang yang berpenyakit kusta, Dia menyelamatkan Perempuan Samaria yang bersuami lebih dari satu, dan masih banyak tindakan-tindakan kasih yang lain yang dikerjakannya, tapi justru karena itu Yesus dibenci oleh Ahli Taurat dan Pemuka-Pemuka Agama Yahudi. Walaupun Dia dibenci tapi Dia juga dicintai, walaupun Dia dikejar-kejar tapi acapkali kehadiran-Nya ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Orang yang sakit, orang yang susah, orang yang kerasukan setan, orang yang miskin dan menderita menunggu-nunggu kehadiran-Nya namun akhir hidup Yesus seperti apa ? Mati secara hina, tergeletak di kayu salib. Apakah Yesus marah ? Apakah Yesus sakit hati ? Apakah Yesus ingin balas dendam ? tidak justru Dia berkata:”Bapa, Ampunilah kesalahan mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Satu bukti kasih yang sejati makanya Dia menerima Kemuliaan.

Melihat kenyataan diatas Aku bisa kembali menegakkan kepalaku, apa yang aku alami belum sebanding dengan kesusahan dan penderitaan yang Yesus alami. Kesusahan yang aku alami di rumah singgah tidak sebanding dengan kemuliaan yang aku dapatkan. Melihat senyum dan perubahan yang dialami oleh anak-anak tersebut tidak sebanding dengan semua masalah dan persoalan yang mereka timbulkan. Memang setiap perjuangan seringkali membutuhkan pengorbanan, untuk memperoleh kemenangan yang besar memang dibutuhkan peperangan yang besar pula. Namun dari semua pengalaman di atas, ada satu pelajaran yang berharga yang aku dapatkan bahwa hubungan kekeluargaan antara Bapak dan Anak adalah hubungan seumur hidup… tidak ada kamus mantan anak atau mantan bapak, yang ada adalah Anakku adalah anakku dengan segala kekurangan dan kelebihannya sedangkan anakmu adalah anakmu dengan segala macam kekurangan dan kelebihannya sebab semua anak diciptakan unik dan istimewa.

Sekali anak, tetap anak Ku. Gambaran yang indah mengenai kehidupan keluarga. Selamat mempraktekkannya. Jangan menyerah, maju terus sebab upahmu besar di dunia dan di sorga.

iik j's picture

@vicksion, upahmu

"Dapet apa dari situ...?"

"Ngapain repot2 nginjil"

"Berapa jemaat yang ditambahkan dari hasil kamu keliaran kayak gitu?"

"Emang ngefek?"

"Ngapain susah2 cari dan datangi orang?"

dan  lain lain ... dan lain lain... Itu 'kan pertanyaannya? Ngerti dah pokoknya!!

Pertanyaan serupa sering dilontarkan padaku, waktu aku pergi 'turun' memberitakan 'sedikit' dari Firman Tuhan.  Orang bilang appppaaaa waeee'lah... hanya satu alasan aku melakukannya, yakni "Kerajaan Sorga"...

Memang setiap perjuangan seringkali membutuhkan pengorbanan, untuk memperoleh kemenangan yang besar memang dibutuhkan peperangan yang besar pula.

Bukan seringkali, tapi memang membutuhkan pengorbanan. Jadi? terus aja... sebab upahmu besar di dunia dan di sorga.

 

passion for Christ, compassion for the lost

Evylia Hardy's picture

dikasih contoh-contoh soal dong

kayaknya aku musti banyak belajar dari vicksion ni, sebab ada juga anak-anak sekolah minggu yang datang dari lingkungan yang terpinggirkan.  kalau boleh, minta dibagi lebih banyak dong pengalamannya.  makasi ya

Eha

__________________

eha

sandman's picture

@Vickson ...

Tolong dikasih paragraph dong biar gak pusing bacana..

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

vicksion's picture

trims saran nya

@ iik j.     trimakasi buat dukungan nya. kata2 lu nguatkan gw,....

 

@ evylia.     jgn terlalu muji gitu ah, gw juga masi belajar,.. nti kepala gw jadi gede lagi. gak muat deh helm nya.

 

@ sandman.       he he he, trims sarannya. baru belajar. harap maklum

 

@ Evylia.  Aku udah kirim cerita lagi kok,...  "Wajah teroris hati romantis"