Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Sekilas dari Keabadian (5)

John Adisubrata's picture

Kesaksian Ian McCormack

Oleh: John Adisubrata 

LIMA KALI HUKUMAN MATI 

Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.” (2 Korintus 1:9) 

Kendatipun sengatan keempat tersebut mengakibatkan seluruh tubuh saya sangat menderita, akhirnya saya berhasil mendekati sebuah batu karang besar yang terjulang kira-kira setengah meter tingginya di atas permukaan air laut. Dengan sigap sekali saya memanjatnya hanya menggunakan kekuatan tangan kiri saya saja.

Berdiri tegak di atas batu karang itu saya mulai memeriksa keadaan kulit lengan tangan kanan saya, yang ternyata sudah melepuh besar, bergaris-garis merah panjang yang berderet-deret. Permukaan kulit tangan saya tersebut tampak seperti kulit yang baru saja terbakar oleh keganasan api yang amat panas. Sambil menatap penuh kekuatiran, saya menyentuhnya dengan lembut. Akibatnya sungguh luar biasa!

Selain seluruh lengan tangan kanan saya terasa sakit sekali, dada sebelah kanan saya juga ikut terpengaruh oleh sentuhan itu, terutama di bagian bawah ketiak saya. Seakan-akan di sana saya merasakan hantaman keras sebuah tangan yang besar, yang sedang menggenggam erat-erat sebuah bola tenis di dalamnya!  

Tak lama kemudian muncullah Simon dari dalam laut. Dengan cekatan sekali ia memanjat sebuah karang terjal yang ada di dekatnya, lalu berjalan melompati beberapa batu-batu karang yang lain untuk datang menghampiri saya.  

Seperti Paul, ia menjadi terkejut sekali melihat air muka saya yang tentu sudah mengekspresikan berbagai macam perasaan yang menggambarkan kekuatiran-kekuatiran yang ada di dalam hati saya. Simon tentu sudah bisa mereka-reka, bahwa saya baru saja mengalami musibah yang tak terduga di dasar lautan.  

Penuh keprihatinan ia bertanya di dalam bahasa Perancis: “Apakah yang telah terjadi, Ian?” 

Saya menunjukkan kepadanya lengan tangan kanan saya yang sudah membengkak besar. Terkejut sekali ia memandangnya dengan mata terbelalak. Disinari oleh pantulan-pantulan terang cahaya bulan purnama di atas permukaan air laut, saya bisa melihat perubahan warna kulit wajah Simon yang hitam, mendadak menjadi pucat seperti kertas!  

Reaksi yang diperlihatkan olehnya cukup meneguhkan kekuatiran hati saya selama itu, bahwa peristiwa yang baru saja saya alami di dasar lautan ternyata serius sekali.  

Dengan nada gentar Simon berseru nyaring: Le Invisible? Berapa banyak dari mereka sudah membentur lenganmu, saudaraku?” 

Sambil menunjukkan keempat jari tangan saya kepadanya, saya menjawab: Quatre (Empat)!” Kali ini saya benar-benar bisa membaca ekspresi wajahnya yang memancarkan kengerian yang luar biasa, … wajah seorang penyelam yang mempunyai pengalaman di dalam laut lebih dari dua puluh tahun lamanya. Ia mengenal Samudera India dan segenap makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya dengan baik sekali.  

Berbulan-bulan lamanya saya hidup di sana, menjadi sahabatnya yang terkarib, bahkan mengenal dia seperti saudara kandung saya sendiri. Kendatipun demikian … tidak pernah sekalipun ia memperlihatkan emosi yang ekstrim seperti itu di hadapan saya. (1) 

Malam itu tingkah laku Simon membuat hati saya menjadi bertambah kalut, berdebar-debar penuh ketakutan. Sedikit yang saya ketahui, bahwa pada saat itu ia sudah bisa ‘meramal’ jauh ke depan, konsekuensi-konsekuensi yang tidak lama lagi akan terjadi pada diri saya!  

Sambil menggerakkan tangannya seolah-olah ia sedang memotong lehernya sendiri, Simon berkata: “Hanya satu sengatan saja dari binatang jahanam tersebut bisa membunuh engkau, Ian! Habislah riwayatmu! Bagaimana hal itu bisa terjadi? Mengapa engkau tidak lebih berhati-hati? Tidakkah engkau tahu, Le Invisible mengandung racun yang amat fatal?” 

Menanggapinya saya berkata: “Binatang itu tidak pernah kutemui sebelumnya, Simon. Apakah menurut engkau setiap orang bule harus mengetahui segala sesuatu?”  

Tanpa memperdulikan jawaban saya, ia berkata panik: “Kita sudah tidak mempunyai banyak waktu lagi! Engkau harus segera pergi ke rumah sakit di kota Quatre Bomes, saat ini juga! ‘Ale (Cepat)! Ale!” 

Simon membantu saya untuk terjun kembali ke dalam air, berenang dan mendorong tubuh saya ke arah perahu kami. Berdua dengan temannya yang juga sudah muncul kembali dari dalam laut, mereka menolong dengan mengangkat tubuh saya keluar dari dalam air, agar saya bisa memanjat perahu kecil kami yang menjadi teroleng kian kemari. 

Ketika saya hampir saja berhasil melakukannya, lengan tangan kanan saya yang masih terendam di dalam air, tiba-tiba merasakan kembali sengatan aliran arus listrik yang berhasil menggetarkan seluruh tubuh saya, … untuk kelima kalinya!  

Sekali lagi tubuh saya tergoncang kejang di dalam air dengan dahsyatnya, disebabkan oleh karena rasa sakit yang sudah tidak dapat saya lukiskan lagi dengan kata-kata.  

Sengatan terakhir itu benar-benar merupakan puncak segala penderitaan yang sedang saya alami pada malam yang amat mengerikan tersebut.  

Pada saat itu hati saya bertanya-tanya, jengkel dan penasaran sekali: “Mengapa sengatan menyakitkan tersebut selalu terjadi di lengan tangan kananku saja, dan … selalu tepat di bagian yang sama? Apakah yang menyebabkannya? Apakah maksudnya?”  

(Nantikan dan ikutilah perkembangan kesaksian bersambung ini)  

SEKILAS DARI KEABADIAN (6)

Kesaksian Ian McCormack

PEMBAYARAN KEMBALI