Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Simone de Beauvoir dan Emansipasi wanitanya

erick's picture

Simone de Beauvoir dan Jean Paul Sartre

Blog ini bukan untuk mengenang 100 tahun Simone de Beauvoir, karena banyak kemungkinan saya harus memperkenalkan dia terlebih dahulu agar cerita mengenai dirinya dapat diterima sebagai tokoh pendukung cerita ini.

Simone de Beauvoir adalah pengarang perancis. Dilahirkan di Paris tahun 1908. Terkenal sebagai penulis yang mendalami kondisi perempuan. Tema-tema tulisannya sangat menarik. Cara dia menyajikan tulisannya sungguh amat berbeda dan merupakan sebuah terobosan baru dalam penuangan ide kreatif. Hal ini diakui hingga saat ini. Orang perancis menyebutnya dengan cara didaktis. Beberapa karyanya; L'invite (1743), Le Sang des Autres (1944), Tous les Hommes sont Mortels (1947), Les Mandarins (1945), Les deuxième Sexe (1949), Chemin de la Liberté & La Force de l'age (1954), Les Belles Image (1966) dan banyak lagi lainnya.

Pada jamannya, ia adalah pentolan bagi perempuan yang menjunjung emansipasi wanita. Ia berpendapat unsur pembeda dalam psikologi wanita bukanlah hal-hal yang kodrati dan tak dapat diubah, melaikan penjajahan wanita oleh pria sepanjang berabat-abat. Ada kalimat yang dia tulis demikian dalam bahasa perancis "On ne naît pas femme, on le devient." yang diartikan dalam bahasa indonesia: "Orang tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan".

Adakah yang aneh dalam Simone de Beauvoir?

Jean Paul Sartre, lahir tanggal 21 Juni 1905. Ia sangat pandai. Ia beasal dari keluarga borjuis, tetapi ia menolak "keborjuisannya".

Di usia 24 tahun, ia diterima sebagai guru filsafat di Le Havre. Sebagai dosen "super pandai" yang mengajar filsafat, Ia banyak menulis tentang kemanusiaan dan politik. Karya-karyanya; La nausée (1938), Le Mur (1939), Les Mouches (1943), Huis Clos (1944), Les Mains Sales (1948), Les Mots (1964), Le Diable et le Bon Dieu, dan banyak lagi lainnya. Hasil karya ciptanya begitu mempesona sampai-sampai ia di anugrahi Nobel tahun 1964.

Jean Paul Sartre adalah seorang pelopor pembaruan roman modern. Dalam ia bertutur, menggunakan kala kini. Tokoh yang berperan dalam cerita terlepas bebas, dengan kala bentuk lakon yang masih berlangsung, dan belum selesai. -Aku menyebutnya dengan cerita ngantung, untuk membedakan cerita yang berakhir dengan " ... then they live happily ever after" sebelum kata fin.- Satu lagi, Jean Paul Sartre membelot dari gaya penulisan dimana penutur mengetahui segala dari tulisannya. Ia membiarkan pembaca turut berfikir dalam kisah yang dihanturkannya.

Ia bertemu dengan Simone de Beauvoir "wanita pandai penyunjung emansipasi wanita" di Le Havre, tempatnya mengajar. Mereka menjadi pasangan modern pada jamannya yang hidup bersama tanpa pernah menikah secara resmi.

Ini bukan berarti Jean Paul Sastre tidak mengenal Tuhan. Ia begitu mengenalnya tetapi memilih tidak beragama. –Cuma, dia terlalu pandai, dan bertemu dengan wanita pandai- Jean Paul Sartre dan Simone de Beauvoir kemudian menjadi pasangan pengarang terkenal yang selalu bersama, mereka berdua mampu menciptakan pemikiran baru cara memandang dunia. Sesuatu yang menuntun pada keterpurukan moral, sebuah pemikiran tentang kebebasan. 

Ada apa dengan pasangan ini?

Emansipasi wanita yang di hembuskan oleh Simone de Beauvoir didasari kehidupan dalam budaya perancis hingga awal abad 19, dimana kaum wanita tidak dihitung suaranya, tidak diakui keberadaannya, dan bergantung pada lawan jenisnya.

Membaca Tulisan Kocak Humor mengenai Maria membawa saya pada pemikiran apakah Kocak Humor akan membawa permikirannya pada rel emansipasi wanita (Pada tokoh Maria) sehingga Maria dikultuskan, begitu suci, perawan hingga akhir hidupnya, tidak memiliki anak selain Yesus.

Apakah dengan menikahnya Maria dengan Yusuf, dan kemudian memiliki anak-anak lain selain Yesus, akan menurunkan derajat Maria? Jika difikir terbalik, maka keperawanan Maria hingga akhir hayatnya, makin membuat subjek tersebut seperti benang kusut, atau memang kita dilarang memikirkannya?

Fundamental yang saya mengerti tentang keperawanan adalah SELAPUTDARA akan terkoyak dengan sendirinya ketika bayi dilahirkan. Maria melahirkan dengan cara alamiah, maka genaplah arti dari Matius 1: 22-25.

Sebuah persepsi yang keliru jika menyebutkan emansipasi wanita adalah perjuangan kaum wanita untuk memperoleh kesamaan hak dengan kaum pria. Bukankah kaum wanita sendiri akan « rugi » jika disamakan haknya dengan pria?

Tuhan menciptakan wanita dari tulang rusuk Adam, adakah pentingnya pandangan bahwa hak wanita harus sama dengan hak pria? Bila kemudian perbincangan bergulir pada kewajiban, maka sejalan dengan persepsi salah mengenai emansipasi wanita akan membawa kesamaan kewajiban bagi wanita dan pria.

Kembali pada Simone de Bouvoir, kepandaiannya membawa celaka di akhir hayatnya sendiri. Selagi muda, agama yang dianutnya terkikis oleh pencarian bagaimana mengerti segala hal yang dialaminya melalui otaknya yang sungguh amat pandai. Sebagai gadis pintar, ia dapat hidup mandiri, menghasilkan banyak uang sehingga tidak tergantung pada orang lain « suami, atau pria- yang selalu dibanggakan dengan sebutan pencari nafkah ». Sebagai gadis pandai ia bisa berbicara didepan publik seperi para pria dijamannya. Sebagai gadis pandai menuturkan ide briliannya, ia mempengaruhi banyak wanita mengenai apa dan bagaimana gendernya, dari perspektif dirinya.

Dibalik semua itu, Ia bertemu dengan Jean Paul Sartre. Semua « emptiness » terisi. Sangat bertolak belakang sekali sebenarnya dengan pemikiran mereka berdua.

Mereka berdua menolak lembaga pernikahan. Mereka berdua menjalani apa yang mereka cipta dan sebut sebagai modernisme. Mereka berdua menikmati penerapan pemikiran mereka.

Namun ketika Tuhan memanggil pulang Jean Paul Sartre, pria pandai yang lebih unggul bagi Simone de Beauvoir ketika ia membandingkan dengan pacar gelapnya, Albert Camus, Simone de Beauvoir mengerti benar apa itu sebenarnya perempuan, sifat dan naturnya.

Saya berusaha mencari tahu, apakah ia menyesal menolak institusi pernikahan. Apakah ia menyesal tidak pernah menikah dengan Jean Paul Sartre. Apakah ia juga telah menghitung kerugian yang dideritanya tidak menyandang sebutan janda dari Jean Paul Sartre, atau berapa keuntungangan bagi dirinya sendiri yang tetap menyandang gelar Mademoiselle (nona) hingga akhir hayatnya. Tetapi satu hal yang telah saya dapatkan dari penulis wanita yang hebat luar biasa ini, Ia mengerti apa itu cinta, mencintai dan dicintai.

God is love

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Nero's picture

Bingung

Wuah...cerita dan fakta yang luar biasa...saya baru pertama sekali tau mengenai ini...kalo bole tau sumbernya bisa diliat dan dibaca dimana ya? berarti keduanya menolak ritual pernikahan ya?
erick's picture

Ya mereka menolak lembaga pernikahan

Waduh, dapet tugas berat ni. tapi buat Kaisar Nero,.... Ya mereka 2 orang pertama yang terang-terangan menolak lembaga pernikahan. Sepak terjang mereka kemudian hari membawa wabah cohabitation. Bukuku cuma ini; 1 Penulis-penulis Terkenal Perancis (lupa penyusunnya siapa...) terbitan gramedia. 2. Feminist Thought, Rosemarine Putnam Tong, kalo ga salah bukan cetakan gramedia. 3 Kata-kata (Les mots), Jean Paul Sartre (Cetakan gramedia) Kalo mau cari sendiri ke mesin pencari google or yahoo, tinggal ketik nama mereka.
__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

clara_anita's picture

satre dan camus...

they are two of my favorite authors... tapi aku lebih suka Camus sih, meskipun harus baca berulang-ulang baru bisa paham :) BTW, lain kali kalau tidak paham boleh nih tanya sama Erick :) GBU
erick's picture

Camus Vs Sartre

Ha ha ha,.... nita, tau ga Camus itu tidak segila Sartre. Tulisan Camus yang humanis sedikit lebih mudah di mengerti karena dia memang born in social environment, sedang Sartre yang total diharapkan oleh sesepuhnya sebagai ahli hukum, memberontak sedemikian rupa, lari mendalami ilmu filsafat, sastra lalu politik. "hidup" pemberontakannya itu memenangkan hati Simone de beauvoir. "Cinta mereka" meluluhlantahkan kehidupan Simone de Beauvoir setelah ia meninggal. Mereka penyanjung emansipasi wanita secara salah, belajarlah dari kehidupan cewe pintar Simone de Beauvoir. God is love
__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Yenti's picture

Emansipasi wanita dalam gereja

Saya sendiri pasti setuju dengan emansipasi wanita dengan syarat tidak melanggar kodrat dan naturnya sebagai seorang wanita/dalam arti masih dalam batas-batas itu. Mungkin ada satu hal yang berkaitan dengan pembahasan "emansipasi" ini, misalnya kedudukan seorang penginjil wanita dalam Gereja. Walaupun wanita diijinkan menjadi seorang pendeta/penginjil ,tetapi ada gereja tertentu, yang emang masih "tidak mengizinkan" seorang wanita untuk membawakan Firman Tuhan di depan mimbar kebaktian umum selama masih ada pendeta/penginjil pria yang dianggap lebih layak.
erick's picture

Menanggapi komentar Yenti ttg "emansipasi"

Dear Yenti. Jika membahas kedudukan seorang penginjil dalam gereja, bagusnya buat tulisan baru untuk fokus tentang pelayanan gereja. Untuk menanggapi komen kamu ini,.... Tuhan beri saya kearifan dalam menjawab. Walaupun wanita diijinkan menjadi seorang pendeta/penginjil ,tetapi ada gereja tertentu, yang emang masih "tidak mengizinkan" seorang wanita untuk membawakan Firman Tuhan di depan mimbar kebaktian umum selama masih ada pendeta/penginjil pria yang dianggap lebih layak. Yen, kenapa pakai kata walaupun? Wanita boleh menjadi pendeta/ penginjil. Ada yang memang terpanggil untuk itu. Memang ada gereja tertentu, yang emang masih "tidak mengizinkan" seorang wanita untuk membawakan Firman Tuhan di depan mimbar kebaktian umum selama masih ada pendeta/penginjil pria. Ini karena pria memang imam bagi wanita. Jika kamu membaurkannya dengan pengertian emansipasi wanita dalam perannya di gereja, nanti bisa jadi pembahasan 1001 malam. Semoga komentar kamu tidak disalah mengertikan, begitu juga balasan komentar ini.
__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Yenti's picture

Tidak salah mengerti kok Rick:)

Saya tidak sedang membahas mengenai pro kontra mengenai kedudukan wanita di dalam gereja:), apalagi posisi mereka sebagai Pendeta/Penginjil. Bagi saya,setiap gereja punya aturan masing-masing dan juga punya alasan sendiri mengenai hal itu:). Hanya kebetulan artikel kamu kan berjudul " Simone de beauvoir dan emansipasi wanita ", saya hanya menghubungkannya dengan peran wanita di dalam gereja saja.Just that:). Tidak ada pikiran untuk pembahasan ke arah sana kale:), karena pembahasan ini telah pernah dibaca di salah satu milis:).
erick's picture

OK deh

OK deh KK yenti,

Sayalagi persiapkan satu tulisan ttg Andre Gide, yg sedikit banyak mengulas peran perempuan dlm gereja. Tapi situasinya di Afrika.

Karena pembahasan mengenai hal tsb pernah kamu baca di milis lain, saya urungkan niat menyelesaikannya. (Soalnya sulit!)

Makaci ya 

 

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

y-control's picture

feminis di alkitab

(kalo ada) menurut teman2 siapa ya? apa ratu wasti ya?
dennis santoso a.k.a nis's picture

sorry banget rick.... ;-)

rupanya tulisan lo emang panjang2 rick, jadi malu gue. kirain selalu pendek2... ntar2 gue baca2 deh tulisan2 lo :)
erick's picture

Biasa aja lageee

Nis,... ti-ati aja jgn sampe sakit perut. Soalnya banyak posting yg dah basi... Jgn makan makanan yg basi yah.....
__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)