Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Suara Tuhan (Gali Kata Alkitab dalam Tinjauan Tulisan Ibrani Kuno)

Hery Setyo Adi's picture

 

Kata “suara” berpadanan dengan kata Ibrani qol (dibentuk dari huruf-huruf konsonan dan vokal Ibrani: Qof-Holem waw-Lamed). Makna awal kata tersebut berarti “memanggil dengan suara yang  lantang atau keras.” Di kemudian hari, beragam makna dikenakan untuk kata tersebut seperti: suara, bunyi, guruh, pengumuman, kabar, dan sebagainya.

Apa makna kata qol ditinjau dari piktograf Ibrani kuno? Huruf Ibrani modern merupakan perkembangan dari piktograf Ibrani kuno. Piktograf adalah tulisan dalam bentuk gambar yang melambangkan suatu benda, tindakan, dan konsep abstrak, yang pada masa itu benar-benar dikenali masyarakatnya.

Kata qol berasal dari akar-kata induk QL (Qof-Lamed). Huruf Qof merupakan gambar matahari di ufuk barat atau timur dan berarti “kumpulan sinar.” Sedangkan huruf Lamed adalah gambar tongkat gembala.  Gabungan dua gambar tersebut berarti “berkumpul ke tongkat.”

Untuk mengerti makna di atas, kita harus mengetahui budaya dan cara hidup orang Ibrani kuno. Pekerjaan mereka antara lain sebagai penggembala-peternak. Ketika seorang gembala memanggil domba-dombanya, mereka akan datang kepadanya dengan cepat. Tongkat gembala adalah alat kekuasaannya. Dengan tongkatnya itu, sang gembala mengumpulkan binatang gembalaannya dan selanjutnya mengarahkan, mendisiplin, dan melindungi mereka.

Dengan demikian frase “suara Tuhan” berarti “berkumpul ke tongkat Tuhan”, yang mana Tuhan diakui sebagai Sang Gembala.

Yehuda Menolak Suara Tuhan

Sebab itu, katakanlah kepada mereka: Inilah bangsa yang tidak mau mendengarkan suara TUHAN, Allah mereka, dan yang tidak mau menerima penghajaran! Ketulusan mereka sudah lenyap, sudah hapus dari mulut mereka" (Yeremia 7:28).

Nabi Yeremia memulai pelayanan pada zaman Raja Yosia dan terus berlanjut ke zaman Raja Yoahaz, Yoyakim, Yoyakin, dan Zadekia. Bahkan, sesudah Yehuda jatuh ke dalam penawanan Babel, Yeremia masih melayani orang-orang yang tidak turut dalam pembuangan.

Raja Yosia menjadi raja yang berkenan dalam pandangan Tuhan, sedangkan keempat raja sesudahnya tidak mau mendengar suara Tuhan. Ketaatan bangsa Yehuda kepada Tuhan sangat tergantung kepada ketaatan raja mereka kepada Tuhan. Karena itu tatkala keempat raja sesudah Yosia tidak mau tunduk dan mendengar suara Tuhan, kelakuan rakyat Yehuda pun seperti itu.

Dalam ayat 28 di atas dengan jelas tertulis bahwa bangsa Yehuda tidak mau mendengar suara Tuhan. Itu berarti, sesuai pengertian dari tinjauan tulisan Ibrani kuno, bahwa mereka tidak mau “berkumpul ke tongkat” Tuhan, gembala mereka. Itu berarti pula, bahwa mereka tercerai berai dan jauh dari Tuhan. Resiko logis dari penolakan mereka tersebut dinyatakan dengan jelas dalam ayat 29, bahwa “TUHAN telah menolak dan membuang bangsa yang kena murka-Nya.” Kata “menolak” dan “membuang” menggambarkan keadaan bangsa itu yang dijauhkan dari Tuhan, yang menolak “berkumpul ke tongkat” Tuhan.

Resiko lain dari penolakan Yehuda adalah mereka akan menjadi mayat-mayat, seperti yang digambarkan dalam ayat 31-33. Penggambaran ini cocok dengan salah satu fungsi tongkat di tangan gembala, yakni sebagai pelindung binatang gembalaan terhadap serbuan binatang buas. Jika mereka menolak “berkumpul ke tongkat” Tuhan, maka mereka menolak perlindungan Tuhan. Dewa-dewa yang mereka sembah (ayat 30) tidak memiliki kuasa sedikitpun untuk melindungi mereka.

Implikasi

Tuhan mau kita “berkumpul ke tongkat” Nya, supaya kita terlindung olehNya.

Di antara kenalan saya adalah seorang pendeta pria. Sesuai tugasnya, ia memiliki banyak kesempatan untuk memberitakan suara Tuhan. Ia sudah beristri dan mempunyai beberapa anak yang terlibat dalam pelayanan. Secara diam-diam, ia menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita, anggota jemaatnya. Pada akhirnya hubungan itu diketahui banyak orang. Majelis gereja memperingatkannya, agar menjauhi wanita itu. Tapi, rupanya, hamba Tuhan ini tidak memutuskan hubungannya.

Memang, setiap hari Minggu, bahkan hari-hari yang lain, hamba Tuhan itu memberitakan suara Tuhan. Khotbah tentang kekudusan hidup pasti pernah disampaikannya. Tapi, ia sendiri tidak mau mendengar suara Tuhan itu. Akhirnya, ia jatuh dalam dosa seks. Ia tidak terlindung oleh Tuhan, sebab ia tidak mau “berkumpul ke tongkat” Nya.

Tuhan mau kita “berkumpul ke tongkat” Nya, supaya kita terlindung olehNya, yaitu dengan mendengar suaraNya.

(Artikel ini ditulis oleh Hery Setyo Adi, yang menggunakan rujukan dari berbagai sumber)

vicksion's picture

BEDA SUARA KALI YA,..

Berarti beda dong dengan bebrapa Pdt yg katanya sering denger "suara Tuhan".

Yg mana menurut mrk, Tuhan sering ngmng begini :

"anak Ku, kamu kalau kalu mau ktbh, harus ngmn ini..."

"anak Ku jodoh mu adalah cewek yg itu,.."

"anak Ku kalau mau keluar pake baju merah,.."

"anak Ku kalau makan jangan pake cabe,.."

"anak Ku, anak Ku,.. anak Ku,.GW males ngmng ama lu,.."

Klik C spasi D,... CAPEK DEH,....

Piye pak,..