Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Tidak harus diukur dengan uang

Sri Libe Suryapusoro's picture

Ketika berbicara tentang kesuksesan maka orang akan bertanya, “Berapa?” Bisa bertanya berapa uang, rumah, bisnis dsb. Di aklangan gerejawi pun terjadi hal yang sama. Berapa jemaat, berapa besar gedung, berapa persembahan mingguan, dsb. Hal ini memperlihatkan bagaimana kita sering mengukur sesuatu dengan uang. Bukankah orang yang memiliki mobil akan lebih dihargai daripada yang hanya memiliki motor?

Saya memiliki teman-teman yang sangat setia dan rela untuk membantu saya. Ketika saya meminta tolong maka dengan senang hati mereka akan segera melakukannya. Itu bukan karena saya yang saat ini, tetapi justru saya yang dahulu. Dahulu saya menolong mereka, memberikan waktu, membina hubungan dengan mereka, dan banyak hal lain. Tentu saja saya tidak pernah mendapatkan uang dari melakukan itu semua. Tetapi bukankah mereka menjadi asset yang luar biasa? Bukan hanya itu, sikap saya justru membuat mereka tidak ragu-ragu untuk melibatkan saya dalam perencanaan bisnis mereka. Mereka menganggap saya tidak mata duitan dan anggapan itu menjadi modal dasar untuk melakukan banyak hal.

Ketika Anda terpaksa kerja tambahan, tidak perlu menuntut mendapatkan gaji tambahan. Anda akan dikenal sebagai karyawan yang mau kerja keras dan siap membantu apa saja. Ketika suatu saat suatu posisi kosong atau mungkin ada yang melihat dan di perusahaan lain ada lowongan, mereka akan teringat Anda. Bukankah lebih baik mendapatkan kenaikan gaji daripada uang lembur? Hanya saja mungkin Anda akan mendapatkan kenaikan setelah satau atau dua tahun kerja keras. Mungkin juga setelah beberapa bulan.

Begitu pula dalam menjalankan usaha kita. Seorang teman saya tidak pernah memasukan tambahan tagihan walaupun kami telah meminta dia melakukan lebih daripada awalnya. Dia mau melakukan segala sesuatu dengan senang hati. Hasilnya, kami tidak pernah mencari orang lain untuk menggantikannya. Walaupun mungkin ada yang biayanya bisa lebih murah tetapi kami tidak akan menggantinya karena pelayanan ekstra tersebut. Setiap apa yang kita lakukan jangan langsung diuangkan.

Beberapa orang penting sudah merasakan perlunya dianggap orang yang peduli pada orang lain. Mereka melakukan tips ‘tidak harus diukur dengan uang’. Mereka mencoba menarik perhatian masyarakat luas. Mereka membagi-bagikan makanan, membantu orang yang kesusahan dsb. Hanya saja karena mereka terlambat melakukannya dan itu terlihat untuk keuntungan mereka maka masyarakat tidak merespon dengan baik.

Mulailah dari sekarang. Membantu orang lain, melakukan sesuatu tanpa harus mengukur dengan uang. Kita akan mempunyai modal terbesar yaitu kepercayaan. Bukan hanya itu, kita pun menjadi terbiasa memebantu orang lain tanpa mengukur dengan uang. Suatu saat ketika kita meninggal, orang-orang akan berkerumun di sekitar makam kita. Dengarkanlah komentar mereka:

“Dia selama ini membantu saya walaupun dia tidak mendapatkan keuntungan.”

“Seorang yang telah mendedikasikan dirinya untuk orang lain. Orang seperti ini layak masuk sorga.”

“Dia telah menolong saya, saya tidak akan melupakan kebaikannya. Saya tidak akan membiarkan keluarganya menderita.”

“Saya sangat kehilangan. Seandainya ada yang bisa saya lakukan sehingga dia tidak meninggal….”

 “Saya akan menggantikannya. Saya akan membantu orang lain seperti apa yang telah dia lakukan.”

Tentu saja prinsip yangs atu ini bukan hal yang mudah. Saya sendiri pun belum dikenal sebagai orang yang ‘tidak mengukur dengan uang.’ Tetapi hal ini sangat penting buat kita, buat kebaikan orang-orang di sekitar kita dan juga buat Tuhan. Pastilah Dia akan tersenyum ketika kita kembali kepadaNya. Dia akan memeluk kita dan mengatakan,”Seorang yang luar biasa.” Yach… Tuhan akan mengatakan kepada kita bahwa kita adalah luar biasa. Bukankah sangat indah?

__________________

Small thing,deep impact

fredy's picture

benar

membantu dengan tidak meminta pamrih memang Tuhan ajarkan. semangat ini terasa menjadi semakin menghilang di tengah kesemrawutan hidup yang terus bertambah kompleks. Well, pilihan ada di tangan saya, kamu, dan siapapu anda semua. Semoga pilihan yang bijaksana akan keluar sebagai pemenang. MayGBU+
riyanti's picture

Jangan pagari dengan besi....

Kasih tak bisa tanpa memberi! Ini pengalaman saya, ketika saya tidak memiliki uang untuk kos dan ada tawaran untuk menjadi koster di Gereja. Linkungan disekitar gereja bukan lingkungan orang kaya kebanyakan pekerja pabrik, tukang bangunan, dan buruh srabutan. Saya terbiasa masak karena lebih irit dan lebih banyak. Dari hoby saya memasak saya sering berbagi dengan tetangga saya walaupun tidak seiman. Kadang saya buat pepes walau cuma bisa bagi 5 bungkus Laughingtapi mereka senang sekali. Terkadang saya buat makan kecil atau kolak pada waktu ramadhan dan saya antar ke tetangga. Dulunya mereka bersikap sinis tapi setelah kami tunjukan kalau kami tulus dalam berteman dan memberi mereka jadi sayang pada kami juga. Kami jadi merasa diterima karena hubungan kami lebih dari sekedar tetangga. Meskipun kantong tidak tebal jika ada kasih untuk berbagi seberpapun yang kita punya pastilah tidak berat. Jadi di manapun saya berada saya memiliki prinsip: gereja (kita) jangan di pagari dengan besi tapi pagarilah dengan nasi. Artinya jangan membuat diri menjadi ekslusif dan terkesan angkuh, namum mau membaur. Kasih tidak bisa tanpa memberi walaupun hanya dengan sebungkus pepes, jika penuh dengan ketulusan dan sukacita pasti mendatangkan senyumWink