Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

"Cakram Kerasku" Bermasalah

Indonesia-saram's picture
Belakangan ini komputer rasanya semakin akrab di tengah kehidupan masayarakat. Sebagian besar tugas sekolahan hingga kuliahan diketik dengan menggunakan komputer. Kantor-kantor pun berlomba-lomba memperlengkapi fasilitasnya dengan mesin ajaib yang canggih ini. Bahkan, komputer juga menjadi salah satu syarat untuk mendapat akreditas perguruan tinggi yang baik. Tak usah pusing bila ada yang menyewa sejumlah perangkat canggih untuk dipajang di ruang-ruang tertentu, termasuk ruang kuliah, guna membuat petugas akreditasi berdecak kagum.

Memang tidak dapat disangkal juga bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum terlalu melek dengan mesin canggih ini. Kalaupun kenal, mungkin lebih dilihat sebagai pengganti mesin tik biasa daripada manfaat lainnya.

Namun, tentu saja hal ini tidak membuat gairah orang untuk berkomputer ria semakin menyurut. Apalagi dengan tuntutan zaman yang semakin deras, seiring derasnya arus informasi yang membuat orang yang tidak mengikutinya akan tertinggal jauh. Maka, suka tidak suka kursus komputer, entah itu lewat lembaga tertentu, maupun lewat teman terdekat, tetap dikejar.

Saking derasnya, masyarakat kita pun kelimpahan berbagai macam istilah yang asing-asing. Saking derasnya pula, istilah-istilah itu dikecap langsung. Celakanya lagi, penjaga gawang kita dalam dunia bahasa Indonesia pun kesannya kurang sigap. Akibatnya, malah kebobolan lebih dulu.

Sejumlah istilah seperti hard disk, personal computer alias PC, software dan hardware, scanner, browser, chatting, dan sebagainya pun mengalir. Sementara itu, sampai beberapa waktu lamanya, kita tidak kunjung memadankan istilah-istilah tersebut ke dalam bahasa Indonesia, setidaknya membuat istilah-istilah tersebut lebih Indonesia.

Maka tak usah heran bila ketika Windows versi bahasa Indonesia berhasil diluncurkan dua tahun lalu, tidak mendapatkan sambutan yang hangat. Para pemakai yang sudah begitu akrab dengan istilah-istilah berbahasa Inggris menjadi kebingungan dengan pengindonesiaan istilah-istilah komputer tersebut. Sebut saja "tetikus" untuk mouse, atau "papan ketik" untuk keyboard, dan sejumlah istilah lainnya.

Akibatnya, jumlah pengguna Windows versi bahasa Indonesia bila dibandingkan dengan pengguna versi bahasa Inggris (terlepas bajakan atau tidaknya sistem operasi yang digunakan), sangatlah berbeda jauh. Padahal salah satu tujuan pengindonesiaan versi Windows tersebut ialah agar Windows versi orisinil itu dapat lebih terjangkau oleh masyarakat. Bayangkan saja berapa harga versi orisinilnya bila Anda membeli yang berbahasa Inggris.

Kalau kita melihat negara-negara seperti Korea, China, dan Jepang, masing-masing mereka memiliki sistem operasi Windows (mungkin juga yang lain) yang berbasiskan bahasa mereka. Dari satu sisi, keberhasilan Windows versi Indonesia beberapa waktu lalu sebenarnya bolehlah disejajarkan dengan negara-negara tersebut. Namun, dari segi jumlah pengguna, tentu kita mesti gigit jari karena faktanya tidak semenyenangkan yang diharapkan.

Sosialisasi tampaknya menjadi salah satu penyebabnya. Kurangnya penyosialisasi istilah-istilah yang telah diindonesiakan oleh mereka yang berwajib, menyebabkan masih banyak orang yang tidak mengenal istilah-istilah tersebut. Praktis istilah yang telah diindonesiakan dan yang paling banyak dikenal orang ialah seperti perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware), sistem operasi (operating system), monitor (monitor), aplikasi (application), dan mungkin sejumlah lainnya.

Minimnya sosialisasi inilah yang kiranya menyebabkan sejumlah besar istilah yang telah diindonesiakan tetap tidak tercium oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, tidak usah heran bila masih ada yang merasa bingung dengan istilah seperti mengunduh dan mengunggah.

Terus terang, masalah pengindonesiaan istilah-istilah asing dunia perkomputeran ini masih pro dan kontra. Kebanyakan praktisi merasa enggan untuk menggunakan istilah Indonesia. Apalagi setelah diindonesiakan malah menjadi lebih panjang, misalnya saja "penggerak disket/cakram" untuk disk drive; lebih lucu, misalnya saja "anjlok" untuk down, "disket/cakram liuk" untuk floppy disk; bahkan aneh, misalnya saja "pasta/rekat" untuk paste, "spesial pasta" untuk paste special, atau "tata ulang" untuk reset.

Kita memang telah kebobolan lebih banyak. Tapi bukan tidak mungkin membalikkan keadaan. Anggaplah sosialisasi bahasa gelombang pertama itu kurang berhasil. Maka kini giliran sosialisasi gelombang kedua yang harus kita kerjakan.

Kesan lucu itu sudah pasti ada. Sudah saatnya kita membiasakan diri dengan istilah-istilah tersebut. Bukankah dulu juga kita merasa risih ketika berhadapan dengan istilah perangkat lunak dan perangkat keras? Lalu kenapa sekarang kita masih juga merasa canggung untuk berkata, "Wah, cakram kerasku bermasalah. Kelihatannya sektor buruk, deh."

__________________

_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.