Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kesaksian Hidup adalah metode penginjilan paling efektif

peterkambey's picture

Dalam catatan sejarah Alkitab seperti yang ditulis dalam kitab Esther, Allah memakai Ahasyweros, raja Media Persia, yang notabene tidak mengenal Tuhan, menyelamatkan umat Israel dari usaha-usaha Haman untuk memusnahkan bangsa ini. Bahkan, raja Ahasyweros memberikan kepada bangsa Israel hak istimewa untuk hidup bebas dan menjalankan seluruh ajaran-ajaran Taurat.

Tidak berbeda jauh dengan kondisi bangsa Israel pada zaman itu, orang Kristen Indonesiapun saat ini pada dasarnya menikmati kebebasan menjalankan ibadah karena campur tangan Tuhan terhadap kaum mayoritas di bangsa ini. Sejarah di Indonesia mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dan diterima Pancasila dan UUD '45 sebagai dasar negara tidak lepas dari peran penting negarawan dan cendekiawan muslim dari Nadhlatul Ulama, Muhammadiyah dan berbagai ormas Islam yang berwawasan kebangsaan.

Dalam banyak tulisan Gus Dur yang saya baca di koran-koran, dapat saya menangkap beberapa point penting yang sering beliau sebutkan mengenai prinsip-prinsip pluralisme, persamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta tidak membedakan-bedakan antara golongan mayoritas dan minoritas di bangsa ini. Atas dasar pemikiran inilah mereka memperjuangkan Bhinekka Tunggal Ika, mempertahankan keragaman hingga salah satu konsekwensinya adalah kaum Kristen Indonesia dan golongan-golongan minoritas lainnya dapat menjalankan ibadah mereka dengan bebas. Dapat dikatakan bahwa kondisi seperti ini, persis sama seperti yang dialami oleh bangsa Israel pada zaman kerajaan Media Persia, dalam pemerintahan Ahasyweros.

Namun di lain pihak, kita sebagai orang Kristen, pengikut Kristus, dituntut untuk mengabarkan kabar baik dan keselamatan dalam Kristus untuk semua orang termasuk kepada mereka yang non Kristen dan mereka yang golongan mayoritas ini. Masalahnya adalah apakah kita tidak terlalu kurang ajar, tidak tahu diri, dan tidak tahu berterima kasih kepada mereka yang justru sudah berusaha untuk melindungi kita dan memberikan kebebasan beribadah kepada kita? Atau apakah kita tidak dianggap terlalu naif dengan berpikir bahwa semua kebebasan ini karena Tuhan, jadi kita akan tetap menginjili dan membuat mereka menjadi Kristen?

Kalau kita tidak pernah berusaha hidup toleran dan menghormati semua usaha-usaha mereka dalam melindungi kita, saya kira kita adalah orang Kristen yang paling durhaka dan tidak layak untuk tinggal di bumi Indonesia. Sebagai orang Kristen, memberitakan kabar baik dan kabar keselamatan dalam Kristus adalah sebuah keharusan dan tidak dapat ditawar-tawar. Namun di sisi lain, hidup berdampingan dan menjaga toleransi dengan mereka yang non Kristen juga adalah sebuah keharusan. Dua hal ini memang saling bertolak belakang, kita tidak punya pilihan karena dua-duanya harus tetap dilakukan.

 

Ini yang semestinya harus kita lakukan. Mengabarkan kabar baik dan berita keselamatan dalam Kristus harusnya tidak ditempuh dengan cara-cara frontal seperti membujuk, menyebarkan pamflet, iming-iming, membuka ruang perdebatan, dsb. Cara-cara frontal seperti ini bukanlah metode yang diajarkan oleh Yesus. Kita justru hanya disuruh untuk menjadi saksi yaitu saksi hidup yang mengabarkan kabar baik dan keselamatan dalam Kristus melalui apa yang dilihat orang dari dalam diri kita. Sebuah kesaksian diri yang tidak perlu diucapkan melalui kata-kata namun sanggup berbicara jauh lebih banyak daripada apa yang keluar dari mulut kita.

Seorang teman saya pernah berandai-andai. Jika dari sekian ribu pembantu rumah tangga non Kristen yang tinggal di rumah-rumah orang Kristen, ada berapa banyak-kah di antara mereka yang karena kesaksian hidup dari tuan rumahnya sehingga meskipun tanpa penginjilan dan bujukan akhirnya tertarik untuk masuk dan belajar tentang Kristus. Atau-kah malahan pendapat kita tentang kualitas rohani seseorang ternyata terlalu tinggi dibanding dengan kualitas rohani yang dinilai oleh pembantu rumahnya.

 

((bersambung)) 

 

 

 

 

Kendrick Sumolang's picture

Lebih suka kata 'inklusif' dari pada pluralisme

Saya setuju banget dengan pendapat bung peter. Memang, kesaksian hidup bisa menjadi 'media' yang paling efektif dalam penginjilan. Namun, saya lebih suka kata 'inklusif' dari pada 'pluralisme', sebab klo inklusif itu kita dapat hidup berdampingan dengan damai dengan kalangan lain, bersahabat, bisa ngopi bareng dengan pak haji di warkop, bisa maen bola bareng teman berbeda keyakinan namun tidak kompromi soal iman kristiani. Punya prinsip dan value tersendiri yang tetap berbeda dengan yang lainnya di tengah kemajemukan. Namun klo kata 'pluralisme' memiliki kecenderungan menerima semua hal sama. seragam. misalnya, semua agama sama saja.