Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

BERGAUL ITU MUDAH – 2 – Let’s be a starter

Purnomo's picture

            Rasanya tidak hanya sekali aku mendengar orang bercerita mendapat kesan negatip ketika untuk pertama kalinya datang ke gerejaku. “Orang gereja sini cuek, saya datang tidak disapa. Saya didiamkan, orang-orang di sini sombong.”



             
“Sekarang mereka masih sombong?” tanyaku.

              “Setelah kenal, malah saya bingung. Mereka kalau ngomong bebas banget, kalau bercanda tidak melihat jabatan atau status yang diajak guyonan, semua dianggap sederajat biarpun pendeta.”

              “Ha ha ha ha.”

           Hambatan nomor satu dalam bergaul adalah orang tidak mau memulai terlebih dahulu. Mereka bersikap responsif (menanggapi). Menunggu disenyumi duluan, menunggu disapa terlebih dahulu, menunggu diajak berjabat tangan lebih dulu. Kita dengan mudah bisa menganggap mereka yang bersikap demikian adalah orang-orang minder, rendah diri, pemalu. Bahkan bila mereka mencari sebuah alamat mereka lebih suka berputar-putar 1 jam daripada bertanya kepada orang. Malu dianggap bodoh, takut kalau dicuekin.

          Tetapi tidak semua dari mereka adalah minder. Bisa saja sikap responsif itu merupakan bentuk halus sebuah arogansi dan yang tahu itu hanyalah ybs, bukan orang lain.

             “Mengapa saya yang harus memulai? Siapa seh dia? Apa sih jabatannya di gereja ini?”

            “Saya ini pengusaha sukses, tinggal di real estate kelas satu, masa saya yang harus mengulurkan tangan terlebih dahulu?”

        Amanat Agung tidak mengandung kata responsif, tetapi proaktif: “pergilah”, “beritakanlah”.

               So, let’s be a starter. Senyumlah lebih dulu, sapalah lebih dulu, ulurkanlah tangan lebih dulu.

              Bagaimana kalau nanti dicuekin?

              Kalau mau bisa bergaul ya gak usah dimasukkan ke hati. Ketahuilah banyak orang yang mengalami nasib sama, di antaranya adalah saya.