Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bingung Mendaftar BPJS di SEMARANG (?)

Purnomo's picture

Dengan kartu BPJS di tangan saya tidak berharap lalu menjadi langganan mingguan dokter atau setiap bulan kos di rumah sakit. Memang rugi ikut asuransi bila tidak pernah kena musibah. Tetapi saya tidak suka sakit atau tidur di rumah sakit walau digratisi. Ikut asuransi itu seperti melakukan pelayanan berbagi. Yang sehat berbagi dengan yang sakit. Yang kaya berbagi dengan yang kurang mampu. Janganlah meniru orang-orang yang ikut asuransi kecelakaan mobil yang pada akhir tahun bila mobilnya tidak pernah mengalami kecelakaan, menyuruh sopirnya menabrakkan mobil itu ke pohon agar tidak rugi membayar premi.


          Selasa 23-September-2014 pk. 09.30 aku ke kantor BPJS yang terletak di Jl.Sultan Agung, di antara perempatan Akpol/Sisingamangaraja dengan perempatan Kaliwiru. Parkiran motor penuh sesak. Aku membawa motorku ke halaman belakang gedung itu. Ada antrian orang sekitar 50 orang di halaman belakang yang ujungnya di pintu masuk belakang. Setiap orang membawa bundelan kertas dan di pintu berdiri seorang satpam. Setiap orang yang mau masuk ke gedung ini harus melewati pintu ini karena pintu depan dikunci. Foto dalam berkas pendaftaran BPJS-Kesehatan juga dicocokan dengan wajah pembawanya. Dengan cara ini calo sulit beroperasi.

          Aku menemui satpam itu dan memberitahu mau mengambil formulir pendaftaran. Di tangannya ada 3 macam kupon, yang putih bernomor seperti kertas antrian ke teller bank. Rupanya sekarang setiap orang yang akan masuk ke gedung ini disaring di sini, tidak seperti minggu lalu mereka yang mendaftar BPJS Perorangan langsung naik ke lantai-2 dan mengambil nomor di sana sehingga ruang penuh sesak dan terasa pengap.

          Aku diberi selembar kupon berwarna tanpa nomor hanya bertulisan “Lantai-4” dan diberitahu untuk langsung ke lantai itu. Lewat lift aku sampai di sana. Di sana aku melihat beberapa orang yang sedang menulis mengisi formulir pendaftaran di meja dengan duduk di kursi dengan tenang. Minggu lalu aku batal mendaftar karena di lantai-2 jangankan meja untuk menulis, untuk berdiri tenang saja sulit karena orang berdiri berdesakan. Di meja-meja juga disediakan lem untuk menempel foto (tip-ex tidak ada). Aku menghampiri meja petugas dan mengisi buku tamu lalu disuruh masuk ke ruang sebelah.

          Dalam ruang ini ada beberapa orang yang sedang duduk mendengarkan seorang petugas lewat peralatan multi media menjelaskan cara pengisian formulir pendaftaran. Aku langsung ke meja di tepi ruangan dan meminta formulir kepada petugas. Formulir itu terdiri dari 2 lembar yang bisa memuat data kepala keluarga, pasangannya, dan 3 orang anaknya. Formulir itu dibubuhi stempel tentang “Persyaratan BPJS” yaitu:
          fc KTP (@ 2 lembar),
          fc KK,
          fc Surat Nikah,
          fc Akte Kelahiran Anak,
          pas foto berwarna 3 x 4.

          Setelah formulir pendaftaran itu diisi, kita harus turun kembali ke parkiran belakang antri mengambil nomor urut pendaftaran. Karena aku ada pekerjaan yang tak bisa ditunda, aku akan mengisinya di rumah. Aku turun lewat tangga. Di lantai-2 aku sebentar melihat suasana. Di depan pintu lift duduk beberapa orang yang menunggu dipanggil ke konter-konter untuk menyerahkan formulirnya. Rupanya mereka yang antri di area parkir akan dikirim ke mari secara bergelombang sehingga lantai-2 terasa lega dan nyaman.


        Seorang pesbuker pernah bercerita tentang area ini demikian,
        “18 Agustus 2014, jam 10:00 pagi aku mendapatkan nomor antrian 430, sedangkan yang sedang dilayani adalah nomor 45 46 dan 47. Ada 6 loket tapi yang aktif rata-rata 3. Aku harus menunggu sekitar 400 orang lagi!”

        Minggu lalu pk.09.30 aku datang di lantai ini dan diberi satpam nomor antrian 268. Aku menolak dan memilih menunda mendaftar karena udara di lantai ini terasa pengap.

        Di rumah formulir itu aku kerjakan. Isian harus memakai huruf kapital. Aku mendaftarkan diriku dan istri. Formulir ini cukup ditandatangani oleh kepala keluarga. Pilihan kelas rawat ada 3: kelas 1 – iuran setiap bulan Rp.59.500 ; kelas 2 – Rp.42.500 ; kelas 3 – Rp.25.500.

        Pk.13.30 aku berangkat kembali ke kantor BPJS berharap antrian di area parkir tidak seramai tadi pagi. Lima belas menit kemudian aku tiba di sana dan . . . . . . . TIDAK ADA orang antri di pintu belakang. Pintu dijaga seorang satpam dan seorang petugas berseragam biru.
       “Pak Satpam, konter pendaftaran masih buka?” aku bertanya.

        Petugas berseragam biru meminta berkas yang aku bawa dan memeriksanya serta melihat kelengkapan persyaratannya. Jarinya menunjuk ke kolom “Nama Faskes (fasilitas kesehatan) Tingkat Pertama” yang aku tulis “RS St Elisabeth”.
       “Ini salah, RS Elisabeth tidak masuk daftar,” katanya.
       “Di website BPJS nama RS ini dan juga Telogorejo ada ditulis, Pak.”
       “Itu rujukan. Dalam keadaan gawat darurat, anggota BPJS baru boleh langsung ke rumah sakit. Saya coret ya, dan Bpk ganti dengan nama klinik atau nama dokter dalam daftar yang ditempel di papan itu,” katanya sambil menunjuk papan lebar di dekatnya.

        Aku melihat daftar itu dan menyalin nama sebuah klinik. Petugas memberi nomor antrian, A-145. Aku berjalan ke pintu lift. Dari lantai-2 aku mendengar nomor itu dipanggil. Segera aku berlari menaiki tangga. Lantai-2 sudah sepi. Aku menghampiri sebuah konter dan dipersilakan duduk di kursi di depannya. Petugas menyalin data di formulir pendaftaran ke komputernya.
       “Bapak pernah mendaftar on-line ya?” tanyanya.
       “Betul, seminggu yang lalu. Formulir bisa dicetak, ada nomor pendaftarannya, tetapi nomor virtual account-nya untuk membayar di bank tidak muncul. Datanya tidak ada perubahan, Mbak, hanya Falkes-nya saja yang sekarang saya rubah.”
        Seseorang yang berdiri di belakangku berkata, “Sama dengan saya. Sekarang saya ke sini untuk mengaktifkan nomor virtual account-nya.”

        Dengan adanya data itu di pendaftaran on-line maka proses di konter ini cepat selesai. Aku menerima 2 lembar kertas dan diminta membayar setoran pertama ke bank untuk kemudian kembali mengambil kartunya.
       “Apa tidak bisa dibayar di sini, Mbak?” aku bertanya. “Minggu lalu di sebelah konter Penyerahan Kartu saya melihat ada petugas bank dengan alat gesek kartu debet.”
       “Tidak bisa. Sudah tidak ada.”
        Memang saat itu aku tidak melihat petugas kartu debet.
       “Tutup jam berapa Mbak.”
       “Jam 3 sore.”
        Wah, waktunya sudah mepet. Padahal minggu lalu petugas parkir masih cerita kantor ini tutup pukul setengah enam sore. Segera aku ngebut ke Mandiri Sisingamangaraja. Untung tamu teller sedang kosong. Aku menyerahkan 2 lembar kertas yang masing-masing mencantumkan namaku dan nama istri serta menyodorkan uang. Tetapi teller mengembalikan uang itu dan berkata, “Maaf Pak, nomor virtual account-nya belum aktif. Bapak kembali ke kantor BPJS mencari Ibu Suli untuk mengaktifkannya. Kemudian Bpk tidak usah kemari. Di depan pintu lift lantai-2 ada Mandiri Centre dan Bpk bisa menggunakan kartu ATM untuk membayarnya.”

        Piye to? Katanya tidak bisa bayar langsung di kantor BPJS. Tetapi aku tidak mengomel karena waktu berangkat tadi di jalan sudah berdoa, “Tuhan beri aku kekuatan pisik bila harus berdiri antri 3 jam. Beri aku kesabaran bila petugasnya cuek dan tidak mengomel.”

        Kembali ke pintu belakang kantor BPJS aku melihat petugas sedang sibuk memberi penjelasan kepada seorang engkoh yang datang bersama perempuan yang sudah tampak tua. Mendengar pembicaraan mereka, aku tahu rupanya ada perubahan dalam syarat pendaftaran. Minggu lalu peserta bisa mendaftarkan dirinya sendiri atau SATU orang saja dalam keluarganya. Sekarang tidak bisa. Setiap pendaftaran, kartu keluarganya akan diperiksa dan SELURUH ORANG YANG NAMANYA TERCANTUM DI KARTU KELUARGA ITU harus didaftarkan (cmiiw). Jadi tidak bisa lagi kita mendaftarkan nenek kita saja yang mau dimasukkan ke rumah sakit. Mungkin ini yang membuat jumlah pendaftar hari ini tidak sebanyak minggu lalu. Tetapi cara petugas menjelaskan perubahan ini enak didengar bahkan dia juga menerangkan apa yang harus dilakukan oleh si engkoh ini. Koko ini bisa menerimanya dan tampak puas sampai-sampai waktu berpamitan dia dengan hangat menyalami petugas itu.

        Aku dipersilakan langsung ke lantai-2. Ternyata kantor Bu Suli sudah tutup. “Kantor pengaduan tutup jam 2 siang,” kata satpam lantai itu tanpa senyum, “datang saja besok pagi jam 8.”
        Sabar, sabar, hatiku mengingatkan. Ketika dia meleng aku mendekati pintu di sebelahnya dan mengetuknya. Pintu terbuka dan satpam di dalam bertanya ada apa. Aku jelaskan masalahnya. Pintu ditutup. Sebentar kemudian pintu dibuka dan aku dipersilakan masuk. Dalam kantor itu berderet para petugas menghadapi komputer. Aku disuruh ke sebuah meja. Petugas menyalin nomor yang ada di kertas yang tadi aku bawa ke bank. “Kalau Bpk bawa kartu ATM Mandiri, silakan langsung ke meja paling ujung,” katanya.

        Aku ke meja paling ujung dan kartu ATM-ku digesek di alat kartu debet. 2 lembar tanda bukti pembayaran aku terima. Petugas itu berkata, “Setoran bulanan bisa dibayarkan lewat bank antara tgl 1 s/d 10. Agar tidak lupa, sebaiknya Bpk membayarnya lewat fasilitas auto-debet dan untuk Mandiri hanya bisa dilakukan di cabang Sisingamangaraja.”

        Keluar dari kantor Mandiri aku ke konter Penyerahan Kartu yang sedang tidak punya tamu. 2 lembar kartu aku terima. Arlojiku menunjukkan pk.14.15. Berarti hanya dalam 30 menit proses pendaftaran ini diselesaikan. Ha ha ha ha, bekal air minum dan roti dalam tas yang aku bawa karena mengira harus berdiri antri 3 jam belum sempat aku pergunakan.


        Dengan kartu BPJS di tangan saya tidak berharap lalu menjadi langganan mingguan dokter atau setiap bulan kos di rumah sakit. Memang rugi ikut asuransi bila tidak pernah kena musibah. Tetapi saya tidak suka sakit atau tidur di rumah sakit walau digratisi. Ikut asuransi itu seperti melakukan pelayanan berbagi yang tidak layak memperhitungkan untung-ruginya. Yang sehat berbagi dengan yang sakit. Yang kaya dan mau ikut iuran kelas-1 berbagi dengan yang ikut iuran kelas-3. Janganlah meniru orang-orang yang ikut asuransi kecelakaan mobil yang pada akhir tahun bila mobilnya tidak pernah mengalami kecelakaan, menyuruh sopirnya menabrakkan mobil itu ke pohon agar tidak rugi membayar premi.

        Anda mau ikut berbagi dengan mereka yang kurang mampu? Anda bisa melakukannya dengan menjadi pemegang kartu BPJS-Kesehatan.

                                                           (27.09.2014)


*gambar diambil dari google sekedar ilustrasi.