Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Cinta Itu Tuna Netra.

Tante Paku's picture

 

 BICARA tentang cinta memang tidak ada habisnya, karena TUHAN itu CINTA, nature-Nya emang cinta, kalo tidak cinta bagaimana kita ada? Tetapi manusia sering menyelewengkan makna cinta Illahi itu dengan sesukanya. Ada yang mengatakan cinta itu KRIYIP-KRIYIP artinya MEREM-MEREM NGAMPET, ngampet itu menahan sesuatu yang ada di dalam hati. Di dalam hatimu mana aku tahu yang kamu AMPET?

     Pairot dan Sirina dua siswa Sekolah Tunanetra yang saling mempunyai
ketertarikan setelah sering bertemu dalam kelas yang sama. Mereka saling
mengenal dari intonasi suara mereka, mereka bisa membedakan satu sama lainnya dari pita suaranya yang saling berbeda. Pairot di kelas cukup pintar dalam pelajaran matematika dan ekstrakurikulernya main gitar. Sementara Sirina berbakat menjadi guru, dan ia ingin mendedikasikan ilmunya setelah lulus nanti untuk mengajar di tempat saat ini ia belajar.

    Walaupun tidak bisa melihat wajah kekasih hatinya, tapi Pairot pintar
mengambil hati, bila ia merayu cukup memainkan gitarnya dan menyanyikan
lagu-lagu cinta, suaranya memang merdu, itu diakui oleh semua teman-temannya. Sirina pun sangat menyukai suara Pairot yang indah itu.

     "Dik Rina, nanti malam minggu aku pengin main ke rumahmu, boleh ndak?" ujar Pairot ketika istirahat kelas.

     "Boleh saja, aku tunggu, tapi kamu sekalian bawa gitarmu ya, aku pengin
kamu ajarin main gitar," sahut Rina berbunga hatinya, karena setelah sekian
tahun bergaul, baru kali ini Pairot mengutarakan niatnya untuk bermain ke
rumahnya. Dan ia pun memberikan alamat rumahnya, tentu dengan huruf braille.

     Di rumah Pairot berteman akrab dengan Agus, seorang guru SMU yang sering diajaknya ngobrol tentang banyak hal.

     "Bagaimana kabarnya pacarmu, Pai?" tanya Agus di suatu sore yang cerah, rumah mereka memang berdampingan, jadi setiap hari selalu saja ada perbincangan atau sekedar bermain gitar bersama.

     "Baik-baik saja pak hehehehe.....Menurut pak Agus, pacaran itu bagaimana? Soalnya besok malam minggu aku janji pengin ke rumahnya."

     "Wah sudah ada kemajuan nih, bagus bagus. Pacaran itu sebetulnya BERLATIH MENGERTI Pai. Maksudnya berlatih mengerti lawan jenis. Tetapi pacaran itu termasuk kelas KATA BENDA, tetapi pada waktu bermalam minggu berubah menjadi KATA KERJA AKTIF hehehehe....."

     "Ah,pak Agus ini ada-ada aja."

     "Yang pasti Pai, pacaran itu harus disertai TANGGUNG JAWAB, bukan
tanggung jawab pada siapa atau untuk siapa, yang sering dapat mempersempit keluasan gagasan, tetapi ke tanggung jawab yang bagaimana dan bagaimana bertanggung jawab yang dapat membukakan berbagai gagasan baru." kali ini pak Agus mengatakan dengan serius, khas seorang guru.

     "Karena Pai, selama ini tanggung jawab selalu digunakan untuk menyatakan tugas, sesuatu yang dibebankan kepada seseorang yang menerima tugas. Pengertian ini bisa memelosokkan ke dalam lubang KEKUASAAN ATAS dan WEWENANG UNTUK sejumlah hal yang dimiliki dan bukan sesuatu yang menjadikan atau menumbuhkan sesuatu.Kekuasaan it membuat ia merasa memiliki wewenang untuk mengatur sikap dan tingkah laku orang yang ditanggungjawabi. Akibat dari semua, orang yang menerima tanggung jawab akan selalu menganggap orang yang ditanggungjawabi sebagai obyek benda atau hak milik semata-mata."

     "Tanggung jawab menurutku guruku bersifat menumbuhkan dan mengembangkan watak seseorang, bukan menguasai seseorang dengan sejumlah DOGMA."

     "Benar itu, tanggung jawab sendiri adalah sikap, orientasi watak terhadap
kebutuhan diri sendiri, orang lain, dan masyaraakta lingkungan." tandas pak
Agus. Dan Pairot manggut-manggut tanda mengerti.

     "Pak, kalo aku minta tolong boleh ndak?"

     "Minta tolong apa?"

     "Besok malam minggu antarkan aku ke rumah sirina."

     "Ha ha ha ha....boleh boleh, tapi aku tidak perlu menunggu kan?"

     "Hahaha...ndak usah pak, nanti kalo pulangnya aja, pak Agus tak bel."

     "Wokee...tapi kamu pulang jam berapa? Kamu kan nggak tau jam ha ha ha ha..."

     "Pak Agus yang ngebel saya kalo pas jam 21.00," jawab Pai polos.

     "Halah, katanya kamu yang ngebel aku, kok malah kebalik?"

     "Aku lupa kalo buta ha ha ha ha....." Dan keduanya tertawa bersama dengan akrabnya.

                                              *****

     Di rumah Sirina tengah bercengkerama dengan Ajeng, tetangga dekatnya yang seusia dengannya. Tapi ajeng tumbuh sebagai gadis normal, sementara Sirina memang mengalami buta sejak dilahirkan.

     "Mbak Rina, kamu nggak salah milih pacar yang juga tunanetra?" tanya
Ajeng ketika ngobrol di teras pada malam minggu yang cerah itu. Memang hari ini Sirina tengah menunggu pujaan hati yang mau apel pertamanya itu.

     "Aku menyadari kekuranganku Jeng, tapi pilihanku rasanya tidak keliru."

     "Apa mbak Rina nggak takut nanti punya keturunan yang buta juga?" tanya
Ajeng terus terang.

     "Menurut guruku, hal ini jarang terjadi. Bukankah aku lahir dari kedua
orangtuaku yang normal? Lagian punya pacar yang tunanetra itu ada enaknya lho, Jeng."

     "Lho, kok bisa?"

     "Iya, dia enggak cerewet ngelarang aku untuk bergaul dengan siapa aja.
Sering kan, pacaran kok sukanya ngelarang ini, ngelarang itu, seakan-akan
pacarnyalah yang paling berhak menentukan segala YANG BOLEH dan YANG JANGAN dilakukan. Alasannya agar tidak sesat dalam bergaul, atau supaya bisa menjadi calon ibu rumah tangga yang baik.Maksudnya sih baik, tapi sering arahnya yang salah."

     Belum selesai mereka berbincang, ada sepeda motor berhenti tepat di pagar depan rumah Sirina. "Oh itu pasti pacarmu!" bisik Ajeng.

     "Kok kamu tau? Kamu kan belum kenal Jeng?"

     "Hihihihi.... kan pacarmu pasti bawa tongkat merah putih?" jawaban itu
membuat Sirina ikut terkekeh, Ajeng memang selalu bisa, batinnya.

     Ajeng pun mohon diri sambil membukakan pagar rumah dan mempersilahkan Pairot yang baru datang itu. Ajeng segera menuntun Pairot ke tempat duduk di teras yang asri itu. "Terima kasih pak Agus, jangan lupa nanti dijemput ya?!" teriak Pairot kepada pak Agus yang mengantarnya. "Oke!" jawab pak Agus tersenyum lucu.

     "Silahkan kalian berbincang-bincang, aku pamit dulu ya mbak RIna." Sirina membalas dengan lambaian.

     "Mas Pai mau minum apa?" tanya Sirina mengawali perbincangan.

     "Yah, apa aja mau deh, pokoknya yang manis  seperti kamu hihihi..." pinter juga Pairot ngerayu ya, padahal dia nggak tau pacarnya manisnya kayak apa? Begitulah, cinta tak harus memandang dengan mata, kalo hati bicara, semua nampak indah saja. Dan Pairot yang datang sambil menenteng gitar, segera mengalunkan lagunya bang Iwan dengan petikan gitarnya yang indah.

Kukenal kamu dari jauh
Tergetar hati melihatmu
Matamu bening
Suaramu bening
Semangatmu hening

Wajahmu lembut
Senyummu lembut
Rambutmu lepas tergerai

Terasa sejuk mengenalmu
Merdeka aku dibuaimu
Jalan yang panjang
Sebatas pandang
Kau tempuh tanpa mengeluh
Tangan terkepal
Berangkatlah kapal
Menuju dermaga sepi

Kunyanyikan hanya untukmu
Puja puji ini karena rindu
Airmata terlanjur tumpah
Mambasahi tanah menjadi darah
Dipayungi mega kelabu

Aku tak perduli apa yg terjadi
Jangan kau pergi dariku
Akan kutemani ke dermaga sepi
Membelai ombak yg biru
Kau bangkitakan aku
Ku panggil kau selalu
Bertahanlah dalam gelombang
Kau buka mataku
Kau sadarkan aku
Janganlah bosan
 

Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat

__________________

Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat