Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Damai Sejahtera dalam Kebangkitan, Penampakan, dan Pengutusan Yesus (Injil Yohanes 20:19-21)

Deflit Dujerslaim Lilo's picture

RENUNGAN

Beberapa waktu yang lalu, kita telah memperingati sebuah peristiwa yang diklaim oleh seluruh umat Kristiani di dunia ini sebagai hari yang paling terpenting dalam sejarah penebusan manusia. Saat dimana umat manusia patut menaikkan puji, syukur, dan sembah kepada-Nya. Peristiwa tersebut telah diklaim sebagai sebuah maha karya dari tindakan penyelamatan Ilahi dan proklamasi kemenangan dari kuasa dosa, maut, dan iblis. Peristiwa itulah yang kita kenal dengan sebutan “Paskah.”

Sejenak menoleh ke belakang, merenungkan makna Paskah yang sesungguhnya. Apakah yang telah kita lakukan pada saat itu dan untuk itu? Sangat ironis karena kebanyakan orang Kristen justru paling ‘bergairah’ ketika bulan Desember tiba. Pohon natal, kue-kue, lilin-lilin dan lampu hias yang berkelap-kelip, pakaian baru, pesta-pesta yang penuh dengan kecerian dan sukacita, dan bahkan kemeriahan menyambut tahun baru yang ‘aduhai’. Lalu, apakah yang terjadi ketika Paskah seakan-akan ‘mengetuk’ pintu rumah dan hati kita? Adakah pohon paskah? Bukankah hanya ada salib? Adakah kue-kue dan minuman yang begitu lesat? Bukankah hanya ada roti tak beragi dan anggur? Adakah pakaian yang baru? Bukankah hanya ada selubung hitam? Dan adakah keceriaan dan sukacita? Bukankah hanya ada kesedihan dan dukacita? Mengapa harus demikian?

Padahal ketika kita mencoba merenung kembali – apakah Natal akan berarti tanpa Paskah dan atau apakah Paskah akan ada tanpa Natal? Itu berarti bahwa seharusnya Paskah juga merupakan sebuah peristiwa yang terpenting bagi orang percaya. Peristiwa yang membawa sukacita dan damai sejahtera. Peristiwa yang mampu membuat kita melakukan semua keceriaan seperti pada masa Natal. Mengapa? Oleh karena Paskah bukan hanya menyangkut penderitaan dan kematian-Nya seperti seorang penjahat tetapi juga kebangkitan, penampakan, dan kenaikan-Nya ke sorga sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia. Oleh karena itu, “kebangkitan tubuh Kristus dan kenaikan-Nya secara fisik ke sorga merupakan inti iman Kristen.”

[1]

Berdasarkan pemahaman inilah, maka kita perlu memahami dengan sangat jelas apa arti Paskah bukan hanya dari penderitaan dan kematian-Nya tetapi juga dari kebangkitan dan penampakan Yesus sebelum Ia terangkat ke sorga.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa setelah kebangkitan Yesus Kristus, Ia masih berada selama ± 40 hari di dunia ini. Pada masa-masa itulah kita mendapatkan informasi bahwa Yesus Kristus menampakan diri-Nya kepada orang-orang yang masih setia kepada-Nya. Penampakan Yesus menyatakan kepada orang-orang pada saat itu dan kita pada saat ini bahwa Yesus Kristus hidup dan bahwa Ia adalah Mesias. Seorang Teolog bernama Merrill C. Tenney menyatakan, “Kebangkitan adalah puncak perjalanan hidup Yesus…dan bahwa Ia menampakan diri-Nya di hadapan murid-murid-Nya dalam wujud nyata dan jelas.”

[2]

Sutama menyatakan bahwa iman kita mengenai kebangkitan Yesus berdasar pada kesaksian iman dari jemaat mula-mula yang mengalami perjumpaan langsung dalam penampakan-Nya.

[3]

Bahkan Darrell dan Daniel melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa jikalau Yesus tidak pernah bangkit, maka orang-orang yang percaya kepada-Nya adalah orang-orang yang paling malang dari semua manusia di muka bumi ini karena ternyata percaya kepada sebuah pengharapan yang palsu.

[4]

Dengan demikian, maka perlu bagi kita untuk memahami secara jelas apakah yang terjadi saat kebangkitan dan penampakan Yesus Kristus. Dalam hal ini, kita akan menelaah bagian Firman Tuhan yang mengisahkan tentang kebangkitan sekaligus penampakan Yesus Kristus dan apa dampaknya baik bagi para murid dan orang percaya pada saat itu maupun bagi kita pada saat ini. Firman Tuhan yang akan kita telaah bersama-sama terdapat dalam kitab Injil Yohanes 20:19-21. 

Hal penting yang harus kita catat adalah bahwa ketika pada malam Yesus ditangkap, murid-murid yang ada bersama dengan-Nya mengalami depresi iman yang sangat dalam. Penulis Injil Markus mencatat “semua murid itu meninggalkan-Nya dan melarikan diri.” (Mrk. 14:50). Pertanyaannya, mengapa para murid melakukan hal tersebut? Apakah yang mereka takutkan? Paling tidak ada tiga alasan yang saya dapat kemukakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yaitu:

  • Alasan yang paling sederhana adalah bahwa karena mereka adalah pengikut Yesus. Sebagai orang biasa pada saat itu tentu akan merasa ketakutan karena pemimpin mereka telah ditangkap seperti seorang penjahat oleh para prajurit yang bersenjata lengkap. Mereka merasa tidak mampu untuk melawan para prajurit dengan kekuatan yang terbatas. Jalan satu-satunya adalah lari menjauh dari tempat itu.

  • Salah satu dari murid Yesus (menurut Injil Matius, Markus, dan Lukas) atau Simon Petrus (menurut Injil Yohanes) telah memotong telinga kanan dari salah satu hamba Imam Besar yang hadir pada saat itu.  Informasi ini membuktikan bahwa para murid telah siap untuk melakukan perlawanan demi membebaskan pemimpin mereka. Akan tetapi, justru Yesuslah yang menegur mereka supaya menyarungkan pedang. Hal ini tentu membawa dampak yang sangat signifikan bagi para murid. Di satu sisi mereka semakin ketakutan dan di sisi yang lain mungkin merasa kecewa sehingga lari meninggalkan-Nya.

  • Alasan berikut adalah yang paling penting untuk kita ketahui adalah pemahaman para murid mengenai pribadi Yesus Kristus. Sebagai orang Yahudi, mereka tentu juga memiliki pengharapan akan adanya seorang pemimpin yang akan membebaskan Bangsa Israel dari tangan penjajah. Pengharapan bahwa orang tersebut dapat membawa damai sejahtera dan memimpin mereka sebagai raja secara politik di dunia ini. Pengharapan ini adalah Pengharapan Mesianis. Oleh karena itu, para murid menaruh kepercayaan yang besar kepada Yesus bukan sebagai Mesias yang menebus dan menyelamatkan mereka dari dosa dan maut tetapi Mesias yang membebaskan mereka dari tangan penjajah. Akan tetapi, apakah yang terjadi? Yesus ditangkap dan para murid merasa sangat kecewa, sedih, dan putus asa.

Para murid mengalami depresi iman sehingga kehilangan pegangan dan menyangkal Yesus. Sehingga pada ayat yang ke 19a tercatat bahwa setelah Yesus meninggal, para murid mengunci diri mereka di suatu ruangan yang tertutup karena takut kepada orang-orang Yahudi. Hal ini disebabkan oleh kecemasan bahwa mereka juga akan ditangkap, disiksa, dan dibunuh sebagai pengikut Yesus yang sesat dan telah menghujat nama Allah.

Berdasarkan pemahaman tersebut, paling tidak kita dapat menyimpulkan bahwa kematian Yesus telah membawa para murid ke dalam suasana yang penuh dengan ketakutan dan keraguan. Para murid kini telah kehilangan damai sejahtera bahkan melupakan sama sekali akan apa yang telah diajarkan dan dinyatakan oleh Yesus ketika mereka masih bersama-sama dengan-Nya. Penyataan bahwa Ia akan bangkit dari antara orang yang mati pada hari yang ketiga. Ketakutan dan keraguan telah membutakan mata, hati, dan pikiran mereka. Pertanyaannya, apakah kondisi seperti inilah yang harus dialami oleh para murid? Alkitab mencatat bahwa satu-satunya cara agar para murid dipulihkan adalah Yesus harus menampakan diri-Nya kepada mereka. Narasi mengenai penampakan Yesus sendiri secara eksklusif hendak menyatakan kepada para murid dan pada kita saat ini bahwa Dia adalah Mesias.

Perlu kita catat bahwa hal yang paling penting yang menandakan bahwa para murid dipulihkan adalah bagaimana Yesus menyatakan diri-Nya kepada mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu bagi kita untuk memperhatikan  apa yang dikatakan Yesus pertama kali ketika bertemu dengan mereka. Perkataan yang membawa mereka ke alam sukacita. Perkataan yang memberikan kekuatan.

Orang Ibrani menyebutnya: Syalom Alechem

Orang Inggris menyebutnya: Peace be unto you

Orang Batak menyebutnya: Damei ma bannima

Orang Nias menyebutnya: Yasohahau t?d? zifaokh?m? zam?sana

Orang Jawa menyebutnya: Tentrem rahayu anaa ing kowé kabèh

Orang Ngaju menyebutnya: Salamat akan keton

Orang Makasar menyebutnya: Salamakko siagang salewangang ngasengko

Orang Bugis menyebutnya: Salama' saléwangekko

Orang Tobelo menyebutnya: Nia tabea de o dame dede ngini.

Orang Siau menyebutnya: Salamaté si kemu

Orang Timor menyebutnya: Tetus aomina neu ki!

Orang Toraja menyebutnya: Siriakomi kamarampasan!

Yesus berkata: “Damai Sejahtera bagi kamu”

 

Ungkapan “damai sejahtera bagi kamu” yang diucapkan Yesus kepada para murid-Nya bukanlah sebuah ungkapan biasa apalgi jika diucapkan kepada mereka yang sangat membutuhkan damai sejahtera. Oleh karena itu, betapa penting bagi kita untuk memahami dengan jelas makna “damai sejahtera” yang diucapkan Yesus kepada murid-murid-Nya yang sedang dalam keadaan kecewa dan putus asa.

Kata yang dipakai dalam bahasa Yunani untuk kata “damai sejahtera” adalah “eirene.” Kata tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

  1. Sebuah situasi yang tenang secara nasional, pembebasan dari kegusaran dan kerusakan atau malapetaka akibat perang.

  2. Kedamaian di antara individu-individu seperti keharmonisan, kerukunan, keamanan, keselamatan, kemakmuran, dan kebahagiaan yang besar.

  3. Kedamaian dari Sang Mesias yang memimpin kepada keselamatan.

  4. Dari sudut kekristenan, merupakan perasaan yang tenang dari sebuah keyakinan jiwa akan keselamatan melalui Kristus.

Berdasarkan makna-makna tersebut, kita dapat memahami bahwa sekalipun kalimat itu hanya kalimat biasa namun pengertiannya sekarang menjadi sangat istimewa. Ungkapan ‘damai sejahtera” pada konteks ini mengandung arti yang sangat penting. Mengapa? Pertama, para murid pasti merasa sangat terhibur oleh karena Yesus bukanlah mencela dan menegur mereka karena tindakan mereka ketika Yesus ditangkap tetapi Ia justru memberkati mereka. Kedua, karena Dia telah mati dan bangkit sehingga “damai sejahtera” itu patut menjadi milik mereka.

Ungkapan “damai sejahtera” yang diucapkan Yesus untuk pertama kali ini membawa para murid ke suasana yang berbeda dari yang mereka rasakan selama masa penderitaan dan kematian Yesus. Pada ayat 20, Yesus segera menunjukkan tangan dan lambung-Nya kepada para murid. Bahkan meminta ikan untuk dimakan (Luk. 24:42-43). Perhatikan bahwa unsur-unsur jasmani itu dipakai oleh Tuhan Yesus untuk membuktikan bahwa Dia bukanlah hantu seperti yang mereka kira. Ungkapan “damai sejahtera” membawa mereka pada bukti yang menunjukkan bahwa Yesus telah bangkit. Pada titik ini, para murid mulai mengerti kitab suci (Luk. 24:25) dan bersukacita. Hagelberg menyatakan, “Memang sukacita adalah perasaan utama dalam Paskah, karena Paskah mengandung kesadaran akan hubungan pribadi yang kita miliki dengan Kristus dan kesadaran akan keselamatan kita.”

[5]

Lalu, apakah ungkapan ‘damai sejahtera’ hanya diucapkan Yesus agar para murid bersukacita?

Pada ayat selanjutnya (21), untuk kedua kalinya Yesus berkata, “damai sejahtera bagi kamu.” Hal yang sangat menarik adalah bahwa setelah Yesus mengatakan hal tersebut, dengan sesegera mungkin Ia mengutus para murid-Nya. Bapa mengutus Yesus dengan suatu pengertian bahwa Yesus bergantung pada Bapa dan menaati Bapa secara total (Yoh. 5:19-20,30; 6:27; 8:29; 17:4). Dengan begitu maka standar yang sama juga berlaku bagi siapapun yang diutus oleh Yesus: bergantung dan menaati Yesus secara total. Pengutusan ini dapat berarti bahwa seperti Bapa mengutus Yesus untuk membawa damai sejahtera itu maka kini para murid-Nya bahkan kita pada saat ini juga diamanatkan untuk melanjutkan tongkat estafet pengutusan dalam mengabarkan Injil damai sejahtera sampai ke ujung bumi. Tindakan ini menyatakan bahwa damai sejahtera yang Yesus telah berikan bukan sekadar menanamkan rasa sukacita tetapi sekaligus juga sebagai sebuah amanat yang harus dibawa dan disampaikan kepada siapa pun. Yesus tidak menghendaki agar para murid dan kita pada saat ini hanya mengunci diri karena rasa takut, kecewa, dan putus asa tetapi memiliki keberanian untuk mewartakan damai sejahtera itu.

Dengan demikian, ungkapan “damai sejahtera bagi kamu” tentu memiliki peran yang sangat penting. Pertama, membangkitkan para murid yang telah mengalami depresi iman yang sangat dalam dan memberikan sukacita. Kedua, menguatkan para murid untuk melanjutkan tongkat estafet pelayanan Yesus di muka bumi ini.

 

APLIKASI 

Berdasarkan pemahaman tersebut maka sebagai umat yang percaya kepada-Nya kita beroleh jaminan bahwa:

Ø 

Kebangkitan Yesus memberikan sebuah sukacita besar kepada orang yang percaya kepada-Nya dan bahwa melaluinya kita beroleh kemenangan atas kuasa maut.

Ø 

Penampakan Yesus merupakan bukti bahwa Ia telah bangkit dari kematian. Penampakan Yesus memberikan sebuah harapan baru kepada kita yang merasa kecewa dan putus asa dan bahwa melaluinya kita beroleh damai sejahtera.

Ø 

Oleh karena penampakan Yesus itu jugalah maka kita kembali diutus ke dunia. Sama seperti Bapa mengutus Yesus demikian juga kita diutus oleh Yesus. Sama seperti Yesus mempunyai suatu identitas sebagai “Dia yang diutus oleh Bapa” maka setiap orang yang diutus oleh Tuhan Yesus mempunyai dan menunjukkan identitas bagi dirinya sebagai orang yang diutus oleh Tuhan Yesus.

Ketiga hal tersebut di atas merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat diputuskan dan bahwa yang mengikatnya adalah DAMAI SEJAHTERA.

 

A M I N




[1]

Darrell L. Bock & Daniel B. Wallace, Mendongkel Yesus dari Takhta-Nya, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 252

[2]

  Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2006), hlm. 259

[3]

Adji A. Sutama, Yesus Tidak Bangkit? Menyingkap Rekayasa Yesus Historis dan Makam Talpiot, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hlm. 159

[4]

Darrell & Daniel, ibid, hlm. 240

[5]

Dave Hagelberg, Tafsiran Injil Yohanes (pasal 13-21) dari Bahasa Yunani, (Yogyakarta: ANDI, 2004), hlm. 299

 

__________________

 

LaughingNever Give UpCool

Hannah's picture

Aluuu Lilo...

Wah ada yg pasang apatar ganteng.. cowo2 SS yg lain harus ikuti teladanmu neh terutama TP   hihi

"For those who believe, no proof is necessary. For those who don't believe, no proof is possible." - Stuart Chase

__________________

“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi

Deflit Dujerslaim Lilo's picture

mmm....

To Hannah: hehehe..biasa aj kalee...foto saya tidak ganteng atau keren-keren amat...foto Hannah yang keren banget...

To Stuart: Yes..i agree with you..GBU

__________________

 

LaughingNever Give UpCool