Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

"Diam Kau! Pengadu"

anakpatirsa's picture

Aku sedang berada di kampung. Baru tiba kemarin sore dan merasa sangat capek, sehingga begitu bangun di pagi yang cerah ini aku merasa seluruh tubuh pegal di mana-mana.

Adikku Laila, sudah masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu, bukan hal yang salah bagiku dan aku juga sama sekali tidak keberatan. Aku sama sekali tidak protes diganggu sepagi ini oleh adikku. Tetapi Atik, kucing manja yang selalu tidur di bantal sampingku setiap kali aku pulang menunjukkan rasa terganggunya. Ia berdiri, membengkokkan tubuh dengan menaikkan perut, lalu menggetarkan seluruh badannya, sehingga bulu-bulu putih beterbangan dimana-mana.

"Dasar Atik," kata adikku, langsung mengangkat si putih dari atas bantal dan meletakkannya di atas perutku. Ia sendiri langsung lalu duduk di atas tempat tidurku sambil memeluk bantal bekas Atik.

"Ingat si brengsek Jagau?" lanjutnya, tanpa rasa bersalah karena mengganggu tidur kami.

Aku tidak bisa menahan senyum mendengar kata 'si brengsek'-nya. Pasti sesuatu telah terjadi, dan aku senang ia memanggil cowok yang menurut kabar merupakan pacarnya dengan sebutan itu. Beberapa bulan lalu ia bilang lewat SMS bahwa ia sudah pacaran dengan si Jagau. Di daerah kami, Jagau artinya jago. Jadi, seorang bernama Jagau diharapkan bisa jadi jagoan dalam peperangan atau perkelahian. Aku benar-benar tidak suka adikku pacaran dengan orang bernama Jagau.

"Ya, kenapa?" tanyaku, pura-pura tidak tertarik, aku tahu Laila tidak akan berminat lagi cerita kalau dilihatnya aku terlalu tertarik. Ia benar-benar tidak suka bercerita kepada orang yang sudah terlalu penasaran.

"Kami sudah putus," jawabnya, "waktu ke kota, aku melihat dia di supermarket bergandengan tangan dengan seorang cewek yang tampak bodoh, heran."

Aku meletakkan tangan di mulut, pura-pura menguap. Aku harus menutup senyumku, senyum senang seorang kakak karena akhirnya si adik putus dengan cowok bernama mengerikan.

Sebenarnya aku sedikit heran, adikku seharusnya bercerita tadi malam. Mungkin karena tadi malam ia sibuk membongkar tasku, mencari oleh-oleh. Setelah menemukan novel yang kubeli di pasar loak, ia mungkin terlalu sibuk atau mungkin juga tahu aku terlalu capek.

"Kamu apain cewek bodoh itu?" tanyaku. Berharap ia tidak bercerita telah melabrak cewek itu di depan umum. Adikku tersenyum tipis, mungkin ia masih ingat dari dulu aku terkenal sebagai orang yang tidak cocok sebagai teman curhat. Aku katanya suka mengompori. Aku juga sadar, dengan ikut mengatakan cewek itu sebagai 'si bodoh', aku telah ikut membesarkan api.

"Aku langsung pulang. Lalu ketika Jagao main kesini waktu pulang kampung, aku usir dia. Aku bilang kami sudah putus. Aku bilang kalau aku ada di supermarket waktu itu, ia bilang itu sepupunya. Aku bilang seandainya itu neneknyapun, aku tetap minta putus."

Sekarang aku tidak perlu menutup mulut, aku tertawa bebas sehingga Atik harus melompat dari atas perutku.

"Aku tidak terlalu sakit hati karena melihat ia pegangan tangan sama neneknya", lanjutnya, sambil meletakkan Atik di atas bantal, "tetapi aku sakit hati sama teman-teman. Ternyata mereka sudah tahu dari dulu. Mereka sudah tahu si brengsek ini pacaran, tetapi tidak pernah cerita ke aku."

***

Aku terbangun tiba-tiba. Melihat jam, kaget karena sudah jam delapan pagi. Ternyata tadi itu hanya mimpi. Dan aku ingat seharusnya aku sudah berangkat ke Surabaya saat ini. Untuk kesekian kalinya aku bangun kesiangan ketika harus melakukan perjalanan jauh.

Satu jam kemudian, aku sudah dalam perjalanan ke Surabaya, kembali menjemput kakakku yang kembali dari Ambon. Selama seminggu ini ia disana, tinggal bersama dengan keluarga calon suaminya. Aku bukan seorang yang suka duduk seharian di bis sehingga mulai bosan. Akhirnya teringat mimpi semalam, mimpi yang membuatku sekarang teringat beberapa hal.

'Tukang ngadu' merupakan panggilan yang sering kudengar waktu kecil. Aku juga telah belajar, bergaul dengan seorang pengadu kadang-kadang tidak menyenangkan. Kalau kupikir lagi, dulu aku mengadu hanya dengan satu tujuan, supaya dianggap anak baik atau paling tidak bisa menunjukkan kalau diriku seorang anak yang baik. Hanya ingin menunjukkan kepada orang dewasa kalau 'aku baik'.

Aku ingat, pernah mengadu kepada guru BP, guru yang tugasnya menghukum anak-anak nakal. Kukatakan beberapa anak nakal bersembunyi di hutan belakang sekolah untuk merokok. Bahkan menyebutkan nama pohon tempat mereka merokok, sehingga pak guru ini tidak kesulitan menangkap mereka.

Waktu pulang, aku bertemu dengan teman akrabku. Seorang teman memancing di danau yang terletak agak jauh dari kampung. Hampir setiap liburan kami berdua pergi memancing. Bukan acara memancingnya yang kami sukai, tetapi kami menyukai enaknya memancing di bawah pohon rindang sambil mengisap rokok curian. Rokok yang kucuri dari warung orang tua sendiri.

"Untuk apa kamu mengadukan orang lain, kamu sendiri juga merokok", kata temanku.

Sejak saat itu aku tidak pernah lagi mengadu.

***

Aku pernah dekat dengan seorang cewek, namanya Lasmi, aku sering main ke tempat kostnya. Mungkin karena terlalu sering, aku baru menyelesaikan kuliah setelah tahun kelima. Bahkan karena terlalu sering, aku menjadi tahu gosip-gosip yang beredar di situ.

Salah seorang penghuni kost, seorang mahasiswi mendekati dosen yang terkenal pelit soal nilai, seorang dosen yang namanya menjadi menakutkan jika tercantum sebagai dosen penguji dalam ujian skripsi.

Aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Ada yang bilang itu yang namanya perselingkuhan. Pak Tri yang sudah punya anak dan istri - pacaran dengan Susi, yang juga sudah punya cowok, seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di kota yang sama.

Sepertinya tidak ada masalah, istri Pak Tri tidak pernah curiga. Setahunya si suami jarang di rumah karena sibuk menyelesaikan sebuah proyek kampus, proyek yang harus selesai semester ini berakhir.

"Kamu diam saja, dan jangan turut campur urusan orang lain," kata Lasmi, ketika akhir aku bercerita tentang apa yang kulihat. Hal-hal yang kulihat karena aku harus tidur setiap malam di kampus. Sepertinya memang dari dulu selalu ada yang bilang aku ini cowok jabir, Lasmi tahu itu dan tidak menyukainya.

Suatu hari kejabiran ini muncul lagi. Aku bertanya kepada Lasmi, mengapa orang-orang kost ini bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, hanya diam ketika cowok si Susi pulang setelah mengapeli pacarnya, lalu lima menit kemudian Susi pergi menemui Pak Tri. "Mengapa tidak ada yang memberitahu cowoknya?" tanyaku.

"Jangan mencampuri urusan orang!" jawab Lasmi kesal, lalu menambahkan dengan kata yang membuatku akhirnya terdiam, "Pengadu!"

***

Lita, adik Lasmi, seorang mahasiswi teologia. Kuliah di kompleks kampus yang sama. Suatu hari ia main ke kost kakaknya, kebetulan aku ada di situ.

Ia bercerita, setiap kamis ada persekutuan dosen dan mahasiswa. Mereka berkumpul di sebuah ruangan besar, lalu ketika sampai pada bagian doa, masing-masing berpencar membentuk kelompok doa.

Pemimpin kelompok akan bertanya apakah ada topik doa khusus. Kejadian berikut hampir selalu terulang setiap kamis, seorang mulai dengan berkata, "kita harus berdoa untuk seorang dosen di kampus sebelah," Ia tidak perlu menyebutkan nama, orang lain tahu siapa yang dimaksud. Lalu setiap orang terpancing untuk memberi informasi terbaru yang diketahuinya.

Dalam hati aku berkata, seandainya ada di kelompok doa itu, aku akan menambahkan beberapa informasi penting. Bercerita kalau kadang-kadang Pak Tri kembali ke kampus sekitar jam 7. Beberapa saat kemudian Susi akan datang. Tidak ada aktivitas di komputer pusat, tetapi setelah Susi pulang, baru ada kesibukan luar biasa di komputer yang melayani lalu lintas informasi. Aku bisa mengetahuinya karena tugasku adalah mengawasi lalu lintas informasi tersebut.

Tetapi aku hanya diam, aku juga tidak bisa menceritakan hal ini kepada adiknya Lasmi, karena si kakak memandangku dengan cara yang menurutku berarti, "Diam kau pengadu!"

***

Aku sudah kenyang dan kembali bosan. Barusan bis yang kutumpangi berhenti di daerah Ngawi. Sekarang aku telah melewati separuh perjalanan. Perjalanan pertama tadi kulewati dengan rasa lapar yang luar biasa. Maklum tidak sempat sarapan apalagi aku tidak mau lagi membeli makanan di terminal. Minggu lalu aku makan mie goreng yang biasanya berharga delapan ratus rupiah perbungkus berubah menjadi enam ribu ketika diangkat dari penggorengan.

Sekarang aku terlalu kenyang. Bahkan sangat kekenyangan, karena satu porsi ayam bakar yang disediakan oleh pengelola bis PATAS ini tidak cukup, sehingga aku meminta tambahan satu porsi lagi.

Tadi malam Indonesia-saram membacakan anjuran Stephen King dalam bukunya yang membahas dunia tulis menulis. Dalam bukunya tersebut ia mengatakan, 'John melakukan pembuangan' bukanlah kalimat yang baik, walaupun lebih sopan dari kata "John berak". Menurut penulis besar ini, jika tetap ingin bisa berkata apa adanya tanpa harus membuat kalimat yang dibuat-buat terlalu sopan, adalah menulis 'John mengosongkan isi perutnya'.

Mengikuti anjurannya Stephen King, untuk menyatakan keadaan perutku saat ini aku hanya bisa berkata, "Makan ayam bakar dua porsi dalam perjalanan Solo-Surabaya sepertinya membuat perutku sangat tidak enak, apalagi aku tidak sempat membuang satu porsi dulu karena bisnya langsung berangkat."

Karenanya aku tidak bisa melanjutkan tulisan ini. Serangan di perut hilang setelah setengah jam, tetapi diganti dengan rasa mual yang menyiksa, juga rasa dingin, lalu kepala menjadi pusing. Mabuk perjalanan karena kekenyangan benar-benar tidak menyenangkan.

Akhirnya sambil menahan mual dan kedinginan, aku hanya bisa menulis, orang yang tidak mengalami sendiri dikhianati akan berkata, "tidak perlu ikut campur urusan orang lain." Dan orang yang sama mungkin akan berkata, "Kenapa tidak ada yang bercerita?" ketika akhirnya ia tahu seseorang mengkhianatinya.

hai hai's picture

Jangan Bilang Siapa-Siapa!

Waktu kuliah, aku punya seorang teman, sebut saja namanya Ladu (Lagu lama dalam kaset baru). Salah satu keistimewaan si Ladu adalah dia mengetahui banyak sekali gosip di kampus. Setiap kali dia menceritakan sebuah gosip padaku, dia akan berpesan wanti-wanti, "Jangan bilang siapa-siapa ya!"

Beberapa saat setelah si Ladu (Lagu lama dalam kaset baru) bercerita, biasanya akan datang teman-teman lain yang menceritakan hal yang sama lalu berpesan wanti-wanti, "jangan bilang siapa-siapa ya?"

Anehnya, ketika bertanya kepada teman-teman tersebut, dari mana mereka mendengar cerita itu pertama kali? Mereka menjawab dari si Ladu (Lagu lama dalam kaset baru).

Aku menarik kesimpulan, setiap kali ada orang menceritakan sebuah kisah kepadaku lalu berpesan wanti-wanti, "Jangan bilang siapa-siapa ya?" Itu tidak berarti aku harus menjaga rahasia, namun berarti dia tidak membutuhkan jasa saya untuk bercerita kepada orang lainnya, karena dia akan melakukannya sendiri.

Saya kadang marasa heran karena banyak orang suka bercerita pada saya, baik lelaki maupun wanita. Dengan santai mereka menceritakan kisah-kisah gelap hidup mereka, padahal saya selalu menolak bila diminta berjanji apalagi bersumpah untuk memegang rahasia.

Satu-satunya alasan saya tidak bercerita kepada orang lain tentang kisah-kisah gelap tersebut adalah karena saya paham, mereka akan menceritakannya sendiri kalau mereka ingin orang lain tahu.

Khusus menenai perselingkuhan, saya memiki pandangan yang selalu dihakimi teman-teman Kristiani sebagai pandangan sesat. Pandanganku itu adalah:

Bila Suami berselingkuh, maka istri yang salah, kalau istri berselingkuh, maka suami yang salah.

Daripada menasihati suami atau istri yang selingkuh, saya lebih suka mengajarkan cara untuk membina diri dan memenangkan pertarungan sekali lagi.

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak