Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kamu Nggak Akan Ngerti

clara_anita's picture

 

"Jangan berani bilang kamu ngerti. Aku yang ngerasain, jadi cuma aku yang tahu gimana sakitnya. Kamu nggak akan bisa ngerti!"

Kata-kata itu mengalir deras dari bibir yang bergetar milik teman saya. Ia cukup mempercayai saya untuk mendengarkan kisahnya. Sambil memandangi matanya yang sudah tergenang dengan air mata, saya hanya bisa berkata dengan separuh putus asa, "Iya kamu benar. Aku nggak bisa merasakan, tapi paling tidak aku bisa mendengarkan. Kalau aku nggak bisa kasih saran, paling nggak kamu bisa merasa baikan setelah cerita."

Teman saya itupun kemudian mencurahkan kisahnya. Jangan tanya isi kisahnya. Saya memilih untuk melupakannya, karena dia berpesan jangan pernah bilang siapa-siapa. Tapi saya tidak akan pernah lupa pernyataannya bahwa hanya dia yang tahu betapa dalamnya rasa sakit itu. Orang lain tidak akan mengerti. Benarkah demikian? Bila ia benar, maka empati menjadi suatu hal yang tak mungkin terjadi. Pasalnya, tak mungkin kita menjelma menjadi orang lain untuk dapat menyelami hati dan pikirannya. Bahkan ketika kita mengalami peristiwa yang sama sekalipun, reaksi dan persepsi kita tidak akan tepat sama. Saya mungkin akan menanggapi hujan dengan bersungut-sungut karena jemuran saya tidak akan kering hari ini, sementara seorang petani bergirang ria karena sawahnya mendapat air dengan cuma-cuma. Seperti kata pepatah, dalamnya lautan dapat ditebak, dalam hati siapa tahu. Bila demikian, teman saya ini benar. Tidak akan ada yang mampu mengerti perasaannya karena memang hanya dialah yang merasa.

Sekali lagi saya bertanya; benarkah? Kalau mengerti diartikan sebagai mengetahui dan memahami maka saya meragukannya. Bisa jadi teman saya itu pun tidak mengetahui dengan jelas perasaannya sendiri karena telah dibanjiri dengan emosinya -yang kala itu negatif. Padahal emosi negatif yang kuat cenderung membuat seseorang hanya memperhatikan penghalang ataupun beban yang dihadapinya; emosi positif yang kuat pun cenderung membuat kita mengabaikan hal-hal kecil. Jadi, saya meragukan objektivitas teman saya itu dalam menghadapi masalahnya; ia sendiri pun mungkin tidak mengetahui dengan pasti perasaannya meskipun dia sendiri yang merasakan. Mungkin justru orang lain yang dapat melihat dan mengetahui keadaannya dengan objektif. Dalam kerangka berpikir ini maka saya tak harus menjadi dia untuk dapat mengatakan 'saya mengerti.'

Lalu mana yang benar? Haruskah saya menjadi dia untuk dapat memahaminya? Ataukah saya hanya sekedar perlu mengetahui apa yang dia alami dan mencoba mengerti? Pilihan pertama hampir tak mungkin dilakukan, dan pilihan kedua pun tak menjamin suatu pemahaman yang mendalam. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu saya mencoba memetakan beberapa kemungkinan situasi.

Posisi pertama -dia paham dan saya paham.
Suatu keadaan yang ideal. Karena sama-sama paham, maka saya dapat berkata, 'Saya mengerti.'

Posisi kedua -dia paham tapi saya tidak paham.
Dalam hal ini teman saya tadi benar. Saya tidak akan mungkin mengerti karena hanya dialah yang benar-benar paham betapa dalam sakitnya. Saya tidak mungkin berkata, 'Saya mengerti.'

Posisi ketiga - saya paham tapi dia tidak paham.
Bisa jadi karena terbenam oleh emosinya sendiri, teman saya tidak dapat melihat keadaan dengan jelas. Meskipun saya paham tapi akan sangat beresiko mengatakan, 'saya mengerti.' Pasalnya emosi yang luar biasa kuat cenderung membuatnya tidak dapat berpikir objektif. Bisa-bisa dia langsung membangun benteng pertahanan yang tak mungkin ditembus.

Posisi keempat - dia tidak paham, dan saya pun tidak.
Saya tidak tahu apa yang benar-benar dirasakannya karena saya tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya, dan dia pun dikuasai oleh emosinya sehingga tidak dapat melihat dengan jernih. Dalam kerangka ini mengatakan, 'saya mengerti' jelas tidak mungkin.

Ternyata pilihan terbaik ada pada posisi pertama; ketika kita berdua sama-sama memahami permasalahan dengan objektif. Caranya? Sesuai cara lama, malu bertanya sesat di jalan. Jadi kalau mau tahu ya harus bertanya. Jadilah saya bertanya pelan-pelan sambil mendengarkan dia. Harapan saya, pertanyaan-pertanyaan saya dapat mengarahkan dia melihat masalahnya dengan lebih objektif sekaligus membangun pemahaman saya atas permasalahannya. Pada akhirnya teman saya ini memang tidak memerlukan saran, karena jawabannya atas pertanyaan yang saya ajukan dia anggap sudah dapat mengatasi permasalahannya. Hingga saat dia meninggalkan saya saat itu, saya tidak berani berucap 'saya mengerti.'

Hari ini ketika saya berpikir tentang hidup saya dan tentang DIA, saya tergoda untuk berkata, 'TUHAN ngerti nggak sih?' Itulah titik yang mengingatkan pada teman saya itu, dan kemudian pada DIA. Ketika saya renungkan, segala perkara dalam hidup sudah pernah DIA alami, tentu saja DIA mengerti. Pertanyaan saya pun berkembang, mengapa DIA mau bersusah-susah menanggung sengsara di dunia ketika DIA bisa saja bersenang-senang di Surga?

Pertanyaan itu terpuaskan dengan sepenggal lagu yang entah berapa tahun lalu saya nyanyikan bersama teman-teman.

Mengapa Yesus mati bagi saya
KasihNYA
Ya karna kasihNYA

Ya, supaya ketika kita berteriak dalam kesesakan, DIA dapat berkata, 'AKU mengerti sayang, karena AKU juga pernah mengalaminya.'

GBU

edy's picture

Bu guru

Bagaimana kalo kita berpikir dengan cara orang lain ? GBU
clara_anita's picture

Saya balik

Saya balik pertanyaannya,

bagaimana kita tahu cara orang lain berpikir? Agaknya tidak mungkin Pak. Hanya yang bersangkutanlah yang punya hak akses istimewa ke dalam pemikirannya sendiri. Hanya dia dan TUHAN yang tahu.

Meskipun kata pepatah, 'don't judge someone before you walk a mile in his shoes,' saya tetap ragu; meskipun kita mengalami hal yang tepat sama dengan sumber daya dan lingkungan yang tepat sama, tetap tidak mungkin memahami cara berpikir orang lain 100 persen.

 

^_^

GBU

Lina Waty TDS's picture

Saya berusaha mengerti ...

Hidup itu memang sulit dimengerti, banyak pertanyaan yang tak terjawab, dan sayapun kerap hanya bisa berpikir, apa yang bisa saya lakukan. Seminggu yang lalu, suatu pagi, seorang anak didik datang terlambat, anak SMA kelas X, seorang anak laki-laki, saat itu ulangan tengah semester. Ia baru berbicara sepatah kata, dan ia tidak sanggup melanjutkan, ia lalu meneteskan airmata ... Ketika beberapa rekan tidak tahu kisahnya, dan ... saya hanya tahu sebagian kecil tentang hidupnya, dan saya terharu... Saya ajak dia keruangan, menemaninya untuk berdiam diri, dan setelah tenang, saya berikan soal ulangan padanya ... Selesai mengerjakan soal saya ajak ia berbincang. Ia adalah produk keluarga broken home, dan lebih dari itu, saya juga tidak bisa ceritakan disini ... Saya hanya mampu berkata padanya, anakku ... kalau kau tidak ingin pulang kerumah, maka rumah ibu terbuka untukmu, datanglah ... menginaplah ... hanya itu yang mampu saya tawarkan. Itulah salah satu alasan saya terpanggil menjadi guru, dan tetap menjadi guru sampai hari ini ...
clara_anita's picture

Terkadang hidup memang

Terkadang hidup memang hanya untuk dijalani; tidak untuk dimengerti.

Saya yakin tindakan Bu Lina itu lebih mengena daripada sebaris kata saya mengerti ^_^

Kemarin saya menonton film berjudul Facing the Giants

di situ ada pertanyaan yang menyentuh sekali,

Apa tujuan hidup kita?

Hidup kita bukan hanya sekedar tentang kita tetapi tentang DIA. Maka apapun itu kita harus terus memuliakan DIA. Itulah yang harus menjadi tujuan hidup sesungguhnya.

Bila kita menang kita memuliakan DIA
Bila kita kalah kita pun tetap memuliakan DIA

Satu hal tentang murid Bu Lina,

Mungkin TUHAN punya rencana dengan meletakkannya di tengah keluarga retak; untuk memuliakan nama-NYA. Seperti dalam film itu tokoh David bertanya pada ayahnya, mengapa TUHAN menciptakannya kecil dan lemah, dan ayahnya menjawab supaya dalam kekecilan dan keemahannya TUHAN dapat menunjukkan kebesaranNYA.

Semoga membantu

GBU

edy's picture

Terima kasih balikannya

Terima kasih atas penjelasannya bu guru Clara. @Lina Ada bu guru lagi, asyik bu guruku ada tiga sekarang. BU lies, bu Clara dan bu Lina. GBU
antisehat's picture

ayam Petrus

helo, ikutan comment yaaa.. saya setuju bahwa hidup kita seluruhnya untuk DIA tapi Tuhan memberikan freewill untuk manusia boleh mencapai cita-cita manusia selagi di-dunia... diberkati untuk menjadi berkat... makanya tidak heran ada manusia sampai di bulan ada manusia ciptain internet... contoh ekstrim lainnya: ayam-nya Petrus, yang berkokok sampai tiga kali memperingatkan Petrus membuat Petrus sadar dan berbalik pada Yesus... lalu apa yang terjadi dengan ayam Petrus tersebut? di sembelih, lalu di goreng...? hehehe...

___________________________

giVe tHank’s wiTh gReaTfull heArt

www.antisehat.com

 

clara_anita's picture

@antisehat: komen atas komen ya ^_^

Dear antisehat,

terima kasih sudah bersedia memberi komentar ^_^

Mulanya saya bingung dengan komentar Anda. Sejurus kemudian, saya baru sadar kalau Anda mengkomentari komentar saya :)

Saya bersyukur TUHAN memberikan freewill pada kita untuk memilih. Memilih yang baik atau yang buruk; meski kadang batasan-batasannya kabur dalam pemahaman kita -makanya perlu firman-NYA untuk menerangi jalan :)

BTW, bicara soal ayamnya si Petrus, kira-kira ayam itu mengandung kolesterol tinggi nggak ya? he.. he..

GBU 

 

gkmin's picture

kesedihan adalah akibat harapan yang tidak tercapai

Rumusnya sederhana, Kesedihan, kekecewaan, adalah karena ada harapan yang tidak tercapai. susah iku merga karepe ora keturutan Bukan berarti kita harus hidup tanpa harapan, namun jangan hidup dikendalikan oleh (imajinasi) harapan. Apakah memang ada hal yang dapat membuat kita sangat sedih? bukankah ...Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Bukan 'mengecilkan' sebuah / beberapa buah penderitaan, tapi... penderitaan yang paling hebat sudah dialami oleh Yesus Kristus. Saya juga punya cerita... Dulu beberapa tahun yang lalu, ketika saya di luar Jawa, seorang teman di Salatiga, mengirim SMS, "Mas, aku mau bunuh diri..." (seorang teman, putus cinta yang sudah dijalinnya bertahun-tahun, bahkan sudah seperti layaknya suami-istri, walau belum menikah -- dan sebelum saya berangkat, saya sudah tahu kalau dia sudah membuat kliping dari berita-berita bunuh diri, dia belajar cara-cara bunuh diri) Saya jawab SMS-nya, "Tunggu dulu Mas, saya akan sampaikan sesuatu kalau saya sudah pulang". (cerita terhenti hingga seminggu kemudian saya pulang, dan sesampai dirumah, saya kabarkan kalau saya sudah di Salatiga) Malam hari, dia datang, dan kami ngobrol di teras. Kalimat yang sudah saya persiapkan saya keluarkan, "Mas..., kalau mau bunuh diri, jangan di Salatiga, nanti saya dan teman-teman yang repot.....". Kami lanjutkan ngobrol-ngobrol kami..., dan intinya hanya saya sampaikan "tidak perlu putus asa, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.." [ dulu, jauh sebelum itu, juga ada teman yang sudah 3 kali berusaha bunuh diri - namun digagalkan oleh keluarganya, mengadu kepada saya, kalau mau bunuh diri lagi, karena menghadapi suatu masalah. Saya katakan, "kalau mau bunuh diri ya silakan..., bunuh dirilah..." -- sejak itu saya sampai sekarang tidak pernah berkomunikasi lagi, namun saya dengar dia sekarang kerja di sebuah perusahaan besar di sebuah kota ] Kini saya sudah belajar bagaimana 'mengendalikan diri' menghadapi kesedihan dan kegembiraan, sebenarnya bukan keadaan yang membuat kita sedih atau gembira, namun respons kita atas keadaan itu. Dan ini yang sering saya sampaikan kepada teman-teman yang mengeluh atas masalah-masalah yang dihadapinya. Masalah tidak perlu dikeluhkan, namun diatasi, dengan (karena kita percaya pada Tuhan) bantuan Tuhan. Kadang, bahkan sering, orang (bahkan orang Kristen) menganggap bahwa masalah/penderitaan yang dihadapi adalah COBAAN dari TUHAN. Bagi saya, ini SALAH BESAR!!. Tuhan tidak pernah mencobai, tetapi hanya mengijinkan masalah dan penderitaan kita alami. Justru persoalannya, "mengapa Tuhan mengijinkan itu terjadi pada kita?" Yakobus 1:13 Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah Tuhan!" Sebab Allah Tuhan tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Jika kadang bersedih.., silakan lihat yang ini Tidak terlalu penting, tapi bisa juga dilihat yang ini

gkmin.net -salatiga-jawa tengah

__________________

gkmin.net -salatiga-jawa tengah

clara_anita's picture

@gkmin: harapan saya selalu terpenuhi ^_^

Gkmin mendefinisikan kekecewaan sebagai

Kesedihan, kekecewaan, adalah karena ada harapan yang tidak tercapai. susah iku merga karepe ora keturutan

Dalam kerangka definisinya gkmin, berarti saya sudah lumayan lama tidak mengalami kekecewaan. Pasalnya semenjak megalami kekecewaan yang lumayan meluluhlantahkan banyak aspek kehidupan saya beberapa tahun lalu, saya belajar untuk berhenti berharap (baca: ekspektasi) dan menyerahkan semua harapan itu pada DIA. Menjalani hidup seperti air mengalir, dan membiarkan DIA mencukupkan segalanya :)

Bahkan setiap bentuk hal yang mungkin kita pandang menyakitkan ternyata mendatangkan kebaikan juga lho. Manusia toh tidak mampu melihat pekerjaan ALLAH sampai akhir. :)

 

^_^

GBU