Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kegagalan Eli di dalam Mendidik Anak bag. 1 (untuk Para Ortu) (ayubw)

Kegagalan Eli di dalam Mendidik Anak bag. 1 (untuk Para Ortu) Dipublikasi Artikel blog by ayubw BELAJAR DARI KEGAGALAN ELI DI DALAM MENDIDIK ANAK (1Sam. 2:22-25,29; 3:13) Di dalam film Gladiator, diceritakan bahwa Sang Kaisar yang sudah sangat tua ingin mencari pengganti dirinya. Sang Kaisar sebenarnya mempunyai anak laki-laki yang sangat berambisi ingin menggantikannya namanya Commodus. Namun sang Kaisar menganggap anaknya tidak pantas menggantikan dirinya karena ia hidup amoral. Berikut ini adalah cuplikan dialog sang Kaisar dengan anaknya. Dengan berat hati ayahnya berkata, "Kau tak kan menjadi kaisar anakku. Aku telah memilih jenderal Maximus untuk menggantikan aku." Mendengar jawaban itu Commodus sangat kecewa. Mereka berdua menangis, dan sambil memeluk anaknya sang kaisar mengatakan sebuah kalimat yang sangat menyentuh hati saya. Sambil menangis sang ayah berkata, "Anakku, kesalahanmu sebagai seorang anak adalah kegagalanku sebagai seorang ayah." Sdr. kegagalan atau kesalahan seorang anak kita tidak dapat dilepaskan dari kegagalan kita sebagai orangtua. Kesalahan/kegagalan Hofni dan Pinehas adalah kegagalan Eli sebagai seorang ayah. Nah, pertanyaannya sekarang adalah apakah yang menjadi penyebab kegagalan Eli di dalam menididik anak? Melalui perikop yang baru saja kita baca tadi, sedikitnya ada tiga penyebab kegagalan orangtua di dalam mendidik anak: 1. Karena sikap orangtua yang tidak tegas terhadap anak (2: 22-24, 3:13) Sebelum kita masuk lebih jauh, mari kita lihat terlebih dahulu sejauh mana pelanggaran/dosa yang telah dilakukan oleh anak-anak Eli? Dan bagaimana respons/tanggapan Eli sebagai orangtua? Di dalam ayat-ayat sebelumnya, kita dapat mencatat bahwa sedikitnya ada empat dosa yang telah dilakukan oleh anak-anak Eli. Pertama, dalam ayat 12 dikatakan bahwa mereka tidak lagi mengindahkan Tuhan. Kedua, mereka tidak mengindahkan batas-batas hak seorang imam (v. 13). Mereka tidak hanya meminta bagian yang seharusnya menjadi milik si pemberi persembahan, tetapi dalam beberapa kasus mereka justru mengambil bagian yang seharusnya diberikan kepada Tuhan. Ketiga, mereka serakah dan curang (v. 13-14) Garpu yang dipakai untuk mengolah persembahan biasanya bergigi satu saja. Tetapi karena keserakahan mereka, mereka membawa garpu bergigi tiga. Keempat, mereka melakukan perzinahan (v. 22) Mereka tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan kekudusan tempat ibadah. Sdr. dosa dan kejahatan anak-anak Eli sudah sedemikian gawat. Sdr, tahu kira-kira apa yang kemudian dilakukan Eli terhadap anak-anaknya? Bagaimana respons/tanggapan Eli? Apakah Eli menghajar mereka? Menghukum dan memarahi mereka? Sdr. semua itu tidak dilakukan oleh Eli. Alkitab mencatat bahwa Eli hanya mempertanyakan tindakan anak-anaknya, "Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? Janganlah begitu, anak-anakku…" (v. 23-24). Sdr. sebagai orangtua Eli tidak tegas, Eli begitu lembek di dalam mendidik anak-anaknya. Mendengar anak-anaknya tidak lagi mengindahkan Tuhan. Melihat anak-anaknya sejak kecil berlaku serakah dan curang, Bahkan mendengar anak-anaknya melakukan perzinahan di tempat ibadah Eli hanya mempertanyakan dan dan sekedar menasihati mereka. "Janganlah begitu, anak-anakku…" Eli sama sekali tidak memarahi mereka. Dari mana kita tahu? Dari firman Tuhan sendiri. Dalam pasal 3:13, Tuhan sendiri yang berfirman: "Sebab telah Kuberitahukan kepadanya, bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!" Ketidaktegasan Eli sebagai orangtua dipandang bersalah oleh Tuhan. Ketidaktegasan Eli membuat Tuhan marah besar dan Tuhan akhirnya menghukum dia dan kaum keluarganya. Aplikasi: Sdr. ketika anak-anak kita tidak lagi hidup takut akan Tuhan, kita harus bertindak tegas terhadap mereka. Karena kalau tidak, maka sebenarnya kita sedang mencetak anak yang kelak akan membuat malu nama baik kita sendiri, dan terlebih lagi mempermalukan nama Tuhan. Di tengah keluarga harus ada disiplin. Firman Tuhan dalam Amsal 13:24 berkata, "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." Amsal 29:15, "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya (orangtuanya)." Saya tidak mengatakan bahwa pukulan itu merupakan satu-satunya cara. Tetapi pada intinya adalah Allah mengajar kita untuk mendidik anak-anak kita dengan tegas. Alkitab mengajarkan kita untuk tidak segan-segan menggunakan tongkat atau rotan kalau anak-anak kita sudah berlaku kurang ajar dan tidak lagi hidup takut akan Tuhan. Kita tidak cukup hanya mempertanyakan saja seperti yang dilakukan oleh Eli, "Mengapa kamu melakukan hal-hal begitu anak-anakku, papa-mama malu, malu…. kamu kan tahu papa-mamamu ini pelayan Tuhan di gereja. Janganlah begitu anak-anakku…" Charles Williams, seorang pakar di bidang anak, mengatakan bahwa, "Anak kecil yang berusia 2 tahun adalah majikan Anda, pada usia 10 tahun adalah budak Anda, pada usia 15 tahun adalah kembaran Anda, dan setelah itu kawan Anda atau musuh Anda, tergantung bagaimana Anda membesarkannya." Oleh karena itu, jangan segan-segan untuk menggunakan rotan/tongkat jika memang perlu, mintalah hikmat kepada Tuhan kapan kita harus menggunakannya (Bersambung…)