Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

melamar pekerjaan

Inge Triastuti's picture

“Bapak Pimpinan Perusahaan

yang terhormat, saya memohon kebesaran hati Bapak untuk menerima saya bekerja. Saya bersedia bekerja apa saja,” begitulah penutup sepucuk surat lamaran kerja. Kalau proses seleksi surat lamaran memakai cara Idola Cilik, surat ini pasti lolos karena memancing banyak simpati sementara skilnya tidak perlu lagi dicermati. Surat itu aku singkirkan agar aku tak kena marah atasanku.

Inge Triastuti's picture

HARGA OBRAL : FRESH GRADUATE

Ibu tetangga ini datang lagi ke rumahku menanyakan lowongan kerja untuk puteranya yang sudah bergelar sarjana 2 tahun yang lalu. Kembali aku menjelaskan kalau perusahaan tempat aku bekerja sekarang lebih suka mengambil tenaga honorer yang bisa dipecat kapan saja tanpa banyak prosedur. “Tolonglah. Arian bolehlah. Yang penting dia kerja daripada di rumah ngadepin tivi mulu nonton sinetron,” jawabnya. Kebetulan perusahaan butuh tenaga pengatur gudang. “Di gudang? Anak aku itu insinyur. Sekolahnya mahal, kerjanya di gudang?” teriaknya sambil mendelik. Insinyur teknik sipil, perkapalan, apa elektro, tanyaku. “Insinyur pertanian!” Aduh Ibu, kalau insinyur pertanian memang tidak boleh kerja di gudang. Cocoknya dia kerja di desa bantu-bantu petani membuat saluran irigasi, gorong-gorong atau reparasi mesin giling padi sama mesin semprot wereng, jawabku asal.