Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menghakimi itu Boleh, Asal......

Julius Tarigan's picture
Pada umumnya kita sudah mengenal frasa yang telah diambil alih dari Alkitab ini, yaitu: "Jangan menghakimi!" Dan, sudah sering kali frasa tersebut digunakan untuk menegur atau mengingatkan orang-orang yang mengemukakan penilaian atau pernyataan yang mengritik atau mengoreksi perilaku atau perkataan dari orang-orang yang lainnya. Tetapi, saya juga mendapati bahwa kita, pada umumnya, tidaklah memiliki pemahaman yang jelas dan tegas mengenai frasa yang merupakan sebuah instruksi atau larangan tersebut. Menurut hemat saya, hal itu disebabkan karena kita belum pernah menjawab atau mendapatkan jawaban yang tuntas atas pertanyaan yang berikut ini: "Dalam hal apa sajakah instruksi atau larangan ini berlaku atau tepat untuk diberlakukan?"
 
Ya, pertanyaan itu memang perlu dan, bahkan, merupakan suatu keharusan untuk kita tanyakan dan dapatkan jawabannya. Mengapa? Sebab, sudah tentulah bahwa instruksi atau larangan itu tadi ("jangan menghakimi") tidak mungkin dimaksudkan untuk berlaku atau diberlakukan di dalam atau terhadap segala hal. Karena, kalau demikian, maka orang-orang yang sudah nyata berkelakukan tidak bermoral pun (mis: mencuri, berzinah, dsb.) atau yang menyebarkan ajaran sesat (mis: Saksi Yehova, Mormon, dsb.) akan menjadi tidak boleh juga untuk kita hakimii atau menyatakan bahwa mereka itu bersalah. Wah, kacau dong, kalau begitu! Tetapi, kita semua tahu bahwa yang sebenarnya bukanlah begitu. Nah, karena kita sudah sama-sama melihat bahwa instruksi atau larangan tersebut tidak ditujukan untuk segala hal, maka kita pun kini sudah bisa kembali lagi kepada pertanyaan yang di atas itu tadi, yaitu: "Dalam hal apa sajakah instruksi atau larangan itu berlaku atau tepat untuk diberlakukan?" Marilah kita memeriksanya.
 
Bagian Alkitab yang hendak saya periksa di sini bersama dengan Anda ialah Matius 7. Pasal yang ketujuh dari kitab Matius ini memang sangat tepat untuk kita periksa sekarang di sini. Sebab, di dalam pasal ini terdapat bahan-bahan yang cukup lengkap mengenai topik penghakiman., yang kita bicarakan di sini. Dari ayat yang pertamanya saja kita sudah disambut dengan: "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi," (tentunya tidak perlu saya katakan lagi, bahwa frasa di atas tadi adalah merupakan versi singkatnya dari perkataan Yesus ini). Yang akan saya lakukan di sini nanti, tentulah bukan memeriksa keseluruhan dari pasal tersebut secara ayat per ayat. (Sebab, terus terang saja, saya tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukan hal yang demikian itu. Untuk pekerjaan yang seperti itu, sebaiknya kita serahkan saja kepada ahlinya!). Tetapi, apa yang hendak saya lakukan di sini nanti hanyalah menarik "benang merah" mengenai penghakiman, yang terdapat di dalam pasal yang khusus ini. Berikut ini adalah 3 bagian yang utamanya.
 
1. Jangan cenderung hanya menghakimi Kesalahan orang lain saja
 
2. Jangan menghakimi secara sembarangan saja
 
3. Jangan pernah menghakimi mengenai keselamatan Kekal seseorang
 
  
Selanjutnya, ke depan nanti, kita akan membahas mengenai ketiga hal yang disebutkan di atas itu tadi, secara satu demi satu.
 
JANGAN CENDERUNG HANYA MENGHAKIMI KESALAHAN ORANG LAIN SAJA
 
Di dalam ayat 1 sampai ayat 5 Yesus membicarakan mengenai hal ini. Di sini kita bisa melihat dengan jelas bahwa ketika Yesus berkata, "jangan kamu menghakimi...", hal itu tidaklah dimaksudkan-Nya supaya kita sama sekali tidak boleh menghakimi. Hal itu terlihat nyata dari contoh yang diberikan-Nya di dalam ayat 3-5, di mana Dia memberikan kiasan mengenai "selumbar dan balok di mata". Ada 3 hal yang dikatakan oleh Yesus di sana, yang sangat baik dan berguna untuk kita perhatikan, khususnya dalam konteks pembicaraan kita di sini.
 
  • "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" -- Melihat kesalahan orang lain, tetapi tidak melihat kesalahan diri sendiri adalah suatu hal yang sangat  tidak wajar (janggal/aneh/ganjil) dan sangat tidak masuk akal.
  • "Bagaimana engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu" -- Mau mengurus kesalahan orang lain, padahal kesalahannya sendiri tidak atau belum diurusnya dengan sebaik-baiknya, itu adalah suatu perbuatan yang muskil dan mustahil untuk bisa berhasil.
  • "Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu" -- Hanya apabila kesalahan/kelemahan yang ada di dalam diri kita sendiri telah kita tanggulangi, barulah kita pun akan bisa (dengan leluasa) menolong orang lain, untuk menanggulangi kesalahan/kelemahan yang ada pada mereka.
 
Jadi, bukannya kita tidak diperbolehkan sama sekali untuk menghakimi orang lain, tetapi kalau kita mau melakukannya, hakimilah terlebih dahulu diri kita sendiri, dengan cara yang benar atau  dengan sebagaimana mestinya. Hanya jika kita sudah menghakimi diri kita sendiri (dengan sebaik-baiknya), barulah kita pun akan bisa dan pantas untuk menghakimi orang lain juga.
 
JANGAN MENGHAKIMI SECARA SEMBARANGAN SAJA
 
Di dalam ayat 15 sampai ayat 20 Yesus berbicara mengenai "nabi-nabi palsu". Di sini justru, dengan sangat tegas sekali, Yesus mengatakan bahwa kita harus menghakimi atau melakukan penilaian (=kritik) terhadap orang lain. Yang secara khusus dikatakan-Nya sebagai satu hal yang harus kita hakimi di sini adalah semua orang yang menyampaikan pengajaran kepada kita. Adapun yang menjadi tujuan dari penghakiman dan penilaian itu ialah untuk mengetahui atau mengenali, apakah mereka itu adalah pengajar-pengajar yang benar atau mereka itu adalah pengajar-pengajar yang culas (Yesus menyebut mereka dengan "nabi-nabi palsu").
 
Tetapi, sekalipun demikian, yaitu sekalipun kita memang harus menghakimi orang lain (khususnya mereka yang mengajar), bukan berarti kita boleh melakukannya secara sembarangan saja. Tugas untuk menghakimi itu bukanlah diperuntukkan bagi orang-orang yang suka usil atau yang "kurang kerjaan", yang kesibukannya hanyalah untuk mencari-cari kesalahan orang lain saja, dan yang cenderung menuduh atau menuding orang-orang tertentu (yang kebetulan tidak disukai oleh mereka), dengan semau-maunya atau dengan seenaknya saja. Karena itu, kalau Anda sudah sangat ingin untuk menghakimi orang lain, pastikanlah terlebih dahulu bahwa Anda sendiri sudah:

1) Menghakimi diri Anda sendiri dengan cara yang benar atau sebagaimana mestinya (atau dengan sebaik-baiknya), dan
2) Mengetahui cara kerja dan juga ukuran/standard apa yang semestinya Anda gunakan dalam melakukan penghakiman itu.

Di dalam bagian Alkitab yang kita periksa ini, Yesus memberikan sebuah ukuran (standard) yang sangat tepat jika digunakan untuk jenis penghakiman yang dimaksudkan oleh-Nya di sini. Ukuran itu ialah: "Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?" (16).

 
Supaya tidak terjadi kesalahfahaman (yang akan berujung kepada penyalahgunaan), perlulah di sini saya kemukakan, bahwa penghakiman yang dimaksudkan oleh Yesus di sini bukanlah penghakiman atas doktrin dari para pengajar yang dimaksud itu. Atau, dengan kata lain, bukan kebenaran mereka secara doktrin yang hendak dihakimi di sini (seperti yang selama ini, secara keliru, dipahami oleh beberapa orang).

Kalau begitu, dalam hal apakah penghakiman itu ditujukan? Penghakiman yang dimaksudkan di sini, secara khusus, ditujukan terhadap kebenaran moral-spiritual mereka itu. Yaitu untuk mengetahui apakah mereka itu memang bermaksud baik atau tidak. Atau, dengan kata lain, apakah mereka itu tulus dalam melakukan "pelayanan" mereka atau mereka itu sebenarnya punya motif-motif yang jahat di baliknya (seperti "serigala yang berbulu domba"). Atau, singkatnya, penghakiman yang dimaksudkan oleh Yesus di sini hanyalah untuk mengetahui apakah seseorang itu adalah orang baik atau orang yang jahat. Karena itu, untuk mengetahui/mengenalinya cukuplah dengan melihat dari buahnya,  yaitu dari cara-cara orang tersebut dalam menjalankan kehidupannya.

 
Jadi, penghakiman yang dimaksudkan oleh Yesus pada bagian Alkitab yang khusus ini hanyalah pada bidang yang tertentu itu saja (apakah orang itu adalah orang yang baik atau orang jahat), belum sampai kepada pemeriksaan terhadap doktrin atau ajaran tertentu dari orang tersebut. Tetapi, hal ini bukanlah bermaksud mengatakan bahwa penghakiman terhadap doktrin dari seseorang itu tidak boleh atau tidak perlu untuk kita lakukan. Atau, mengatakan bahwa Yesus tidak memandang perlu mengenai penghakiman terhadap doktrin dari seseorang itu. Tentulah doktrin seseorang itu harus kita hakimi juga. Tetapi untuk melakukan hal yang satu itu kita memerlukan ukuran/standard yang lain lagi. Mengapa? Sebab, ukuran yang diberikan oleh Yesus, seperti yang telah disebutkan itu tadi (yang ditujukan untuk menghakimi para pengajar secara moral-spiritual), sudah tidak tepat atau tidak memadai lagi kalau kita gunakan untuk tujuan yang lainnya (seperti untuk menghakimi doktrin seseorang).

 

Saya merasa sangat perlu untuk memperlihatkan secara jelas di sini mengenai perbedaan di antara kedua hal di atas itu tadi (yaitu penghakiman terhadap moral-spiritual seseorang dan penghakiman terhadap doktrin seseorang). Sebab, kalau tidak dilakukan yang demikian itu, saya kuatir nantinya umat akan menjadi bingung atau, yang lebih buruk lagi, tertipu. Mengapa bisa demikian? Sebab, dalam realitanya akan banyak orang  yang mereka jumpai yang -- setidaknya, sebagaimana yang terlihat dari penampilan luarnya -- memiliki perangai yang sangat baik, ramah, lemah lembut, rendah hati, murah hati dan penuh tanggung jawab, tetapi mereka itu memiliki doktrin yang sangat menyimpang. Sebagai contohnya, kita bisa menunjuk kepada orang-orang yang menjadi penganut/aktivis Saksi Yehova, Mormon, dsb. Banyak di antara mereka itu yang, dari penampilan luarnya, terbilang sangat baik dan memiliki cara hidup yang mengagumkan. Tetapi, jelas-jelas mereka itu adalah para penyesat di dalam ajaran mereka. (Karena itu, seorang pengajar  yang benar itu harus bisa lulus ujian di dalam, setidaknya, kedua hal ini: karakter dan ajaran. Tidak cukup hanya benar secara karakter saja dan tidak cukup juga hanya benar secara ajaran/doktrin saja, tetapi harus benar di dalam kedua-duanya itu).
 
JANGAN PERNAH MENGHAKIMI MENGENAI KESELAMATAN KEKAL SESEORANG
 
Sesungguhnya butir yang ketiga inilah yang ingin sekali untuk saya tekankan kepada kita semua dalam kesempatan ini. Sebab, memang, di dalam hal inilah yang selama ini kita (yaitu orang Kristen secara keseluruhannya) telah banyak sekali melakukan kesalahan (khususnya yang berkaitan dengan hal menghakimi ini). Dan, sesungguhnyalah larangan untuk menghakimi itu, yaitu yang secara mutlaknya, hanyalah dalam penggunaannya terhadap hal yang satu ini saja, yaitu dalam hal mengenai keselamatan kekal dari seseorang.
 
Untuk lebih jelasnya, marilah sekarang kita perhatikan ayat 21 sampai ayat 23. Sesungguhnya yang dibicarakan di sini tidak lain adalah mengenai penghakiman (juga). Tetapi, kalau di bagian yang pertama tadi (ayat 1-5) dan juga di bagian yang keduanya (ayat 15-20) yang menjadi hakimnya adalah kita (manusia), maka di sini yang menjadi hakimnya ialah Tuhan sendiri. Selama ini (mungkin, secara tidak disadari atau karena belum memahami) banyak orang yang menghakimi orang lain dengan menggunakan bagian Alkitab ini. Dengan demikian, mereka itu sesungguhnya sedang berperan sebagai hakimnya di sini. Padahal, hanya Tuhan sendirilah yang bisa dan layak untuk menjadi hakimnya di sini. Sebab, bidang yang hendak dihakimi di sini pun memang sangatlah istimewa, yaitu mengenai keselamatan kekal dari seseorang atau penentuan final dari nasib kekal seseorang.
 
Saya tahu, ada segolongan orang yang berpendapat bahwa penghakiman yang dimaksud di sini adalah apa yang dikenal sebagai "tahta pengadilan Kristus" (2 Kor 5:10), yang hanya akan menentukan upah yang akan diterima oleh seseorang, bukan mengenai keselamatan atau nasib kekalnya. Saya sendiripun cukup lama juga mempercayai penjelasan yang seperti itu atas bagian Alkitab yang khusus ini. Tetapi, kalau ditimbang-timbang lagi, maka sesungguhnya akan sangat sukarlah untuk menerima bahwa kata-kata yang berikut ini akan diucapkan oleh Tuhan nanti di "tahta pengadilan Kristus" itu, yaitu: "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan" (23).
 
Jadi, saya ulangi, penghakiman yang dilakukan di sini adalah penghakiman yang dilakukan oleh Tuhan dan penghakiman tersebut adalah untuk menentukan keselamatan atau nasib kekal dari seseorang. Karena itu, harus ditegaskan begini: Khusus untuk atau mengenai hal yang satu ini (keselamatan kekal), kita harus sepenuhnya atau sama sekali tidak diperbolehkan untuk menghakimi. Sebab, hanya Tuhan sajalah yang bisa (mampu) dan berhak untuk menghakimi seseorang, di dalam hal yang sangat khusus ini.

Dan, dalam kesempatan ini saya juga akan membantah sebuah alasan yang sering dikemukakan orang, untuk membenarkan diri dalam melakukan "penghakiman yang terlarang" ini. Banyak orang yang beralasan bahwa mereka hanya menghakimi seseorang itu (yaitu untuk memastikan, apakah dia sudah benar-benar selamat/lahir baru atau belum) berdasarkan pada penghakiman yang dilakukan oleh Tuhan itu tadi, yaitu yang tercatat di bagian Alkitab tersebut. Alasan itu akan sangat nyata ketidakbenarannya, jika kita memperhatikan mengenai waktu yang ditetapkan Tuhan sendiri, untuk melakukan penghakiman yang khusus tersebut. Di dalam bagian Alkitab itu tadi, dengan sangat jelas dikatakan, bahwa waktu untuk melakukan penghakiman itu adalah sudah tertentu, yaitu "pada hari terakhir" (ay.22). Dan, kalau perkataan "hari terakhir" itu masih dianggap belum terlalu jelas juga, maka bacalah bagian tersebut di dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari (BIS), di sana terjemahannya adalah "pada hari kiamat". Jadi, jelaslah sekarang, bahwa tidak ada seorangpun yang bisa membenarkan perbuatan untuk menghakimi mengenai keselamatan kekal seseorang, pada masa sekarang ini. Sekali lagi, hanya Tuhan sajalah hakim yang sah untuk hal yang khusus itu. Dan, hal itu pun, baru akan dilakukan oleh-Nya, pada hari terakhir atau hari kiamat.

Tetapi, apa yang dilakukan oleh banyak sekali orang Kristen sekarang ini (termasuk di antaranya beberapa tokoh yang termasyur)  sangatlah bertolak belakang dengan hal di atas itu tadi. Dengan begitu lancangnya, mereka mengambil "palu hakim" itu (=ayat-ayat Alkitab yang menggambarkan mengenai penghakiman yang nantinya akan dilakukan oleh Tuhan, yaitu pada pada hari terakhir) dari tangan Tuhan, lalu menjatuhkan penghakiman pada masa sekarang ini juga, kepada orang ini dan orang itu sebagai orang yang "sudah diselamatkan" dan kepada pribadi-pribadi yang lainnya sebagai orang yang "belum diselamatkan".

Karena itu, saudara-saudara/i, sebagai kata penutup uraian ini, hakimilah apa yang memang bisa dan patut  bagi kita untuk mengakiminya, (dan lakukan dengan tata-cara dan ketentuan yang semestinya), tetapi janganlah pernah menghakimi apa yang sudah bukan merupakan porsi kita lagi untuk menghakiminya, yaitu mengenai keselamatan atau nasib kekal seseorang (apakah orang tertentu itu akan masuk ke surga atau ke neraka).

 
Demikian sajalah dulu uraian ini, semoga membawa pencerahan bagi kita semua!
__________________

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~

billy chien's picture

@Julius - salam kenal!

salam kenal pak Julius...

tulisan yang bagus...

kalau menurut saya menghakimi jelas tidak boleh karena hanya Dia lah kelak yang akan menghakimi setiap manusia....

why19:11 Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil.


20:4 Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.

kata menghakimi selalu berakhir dengan adanya hukuman

kalau menegur tidak selalu berakhir dengan hukuman
 

mungkin yang anda sampaikan lebih tepat dikatakan menegur ...

18:15 "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.
18:16 Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.
18:17 Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.
18:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

selamat berkarya pak Julius T

JBU&m
 

__________________

Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...

Julius Tarigan's picture

@billy cien: Teguran Keluar dari Penghakiman

Salam kenal kembali buat billy chien.

Saya bisa mengerti mengapa billy chien sepertinya sangat tidak setuju bahwa kita bisa juga menghakimi. Memang, menyebut namanya saja meng-HAKIM-i sudah "seram" bagi kebanyakan kita. Apalagi masih ditambah dengan tingkah-polah orang2 tertentu yang begitu getolnya untuk menghakimi sana-sini dengan mengatakan orang ini sesat, orang itu sesat (padahal dirinya sendiripun masih nggak jelas, dia itu siapa dan apa kewenangannya?).

Tetapi, sekalipun demikian, kita tidak boleh mengambil kesimpulan yang gegabah dengan berkata bahwa kita (manusia) sama sekali tidak boleh menghakimi. Jika "sama sekali tidak boleh" itu ditujukan untuk soal keselamatan/nasib kekal seseorang, seperti yg saya katakan ditulisan saya, saya sangat setuju. Tetapi, seperti yang juga jelas terlihat di dalam ayat2 Alkitab yg saya tunjukkan di sana, di dalam hal2 yg lainnya kita boleh menghakimi, asal... kita tidak cenderung hanya menghakimi kesalahan orang lain saja, melainkan terlebih dahulu menghakimi diri kita sendiri juga dan  kita pun tahu bagaimana (termasuk mengetahu ukuran yg pas utk digunakan) melakukan penghakiman yang baik itu. (Dan, ukuran yg kita pakai utk menghakimi diri kita sendiri itulah yg nantinya juga akan kita gunakan untuk menghakimi orang lain, sebab "ukuran yg kamu pakai  untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu").

Selain dari ayat2 yg sudah saya tunjukin itu, tentunya masih banyak lagi ayat2 yg bisa ditunjuki. Sebagai contohnya: "Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil." (Yoh 7:24). Kita memang dilarang menghakimi hanya "menurut apa yg nampak", tetapi kita justru didorong spy menghakimi, asal..."dengan adil". Juga bagus diperiksa 1 Kor 5: 12-13.

Dan, akhirnya mengenai usulan billy chien bahwa sesungguhnya yg saya maksudkan itu adalah "teguran" (seperti terdapat di dlm Mat 18:15-18), saya jawab begini: Apa yg disebut menghakimi itu sederhananya adalah mengatakan bahwa seseorang itu telah bersalah dalam suatu hal yg tertentu. Kita hanya mungkin "menegur" seseorang yang telah melakukan suatu kesalahan. Jadi, dengan kata lain, orang yg kita tegur itu tentulah terlebih dahulu sdh kita hakimi atau katakan/anggap sbg orang yg bersalah.

Begitu bro, kiranya bisa lebih menjelaskan. Gbu.

(Sorry ya billy, telat dijawab. Soalnya saya tadinya masih nungguin yg lain utk  memberi jawaban duluan, eh, nggak taunya "toko" gue lagi sepi pengunjung rupanya! Hehehe...!).

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~

__________________

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~

smile's picture

julius : Hakim lagi diliburkan

Julius..salam kenal juga...

Janganlah menghakimi...karena :

Menghakimi tugasnya pa Hakim dan Bu Hakim

Tapi,,...sekarang hakim lagi dapat krisis kepercayaan dari rakyat....jadi....hakim menghakiminya dipending dulu yah....hehehehihihi...

Just kidding bro...

mengutip apa yang dituliskan Julius:

sekali lagi, hanya Tuhan sajalah hakim yang sah untuk hal yang khusus itu.

smile :setuju bro....

 

smile

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

Julius Tarigan's picture

@smile: Cuma Libur "Lokal", Koq!

Senang berkenalan dengan Anda, smile!

Anda agaknya betul juga, soalnya "jualan" saya yang paling belakangan ini, sepertinya dicuekin atau kurang mendapat tanggapan dari para penghuni di "pasar Klewer" ini. Mungkin, pembicaraan mengenai penghakiman memang lagi kurang  diminati, ya?

Tapi, ironisnya, kegiatan menghakimi dengan semena-mena masih terus dan semakin menggila saja dilakoni oleh orang2 di SS ini. Bukan begitu, smile?

Jadi, rupanya cuma hakim2 yang di luar sana saja yg sedang "libur" menghakimi. Sedangkan, "hakim-hakim" di SS ini, justru semakin aktif aja menghakimi (sekalipun, di SS ini sangat sulitlah untuk menemukan hakim yang "berlisensi" atau yang expert  atau, setidaknya, yang tau diri saja!).

Kalau untuk cuaca ada "hujan lokal", untuk "dunia perhakiman" ternyata ada "libur Lokal" (Hehehe....!). Thanks ya, smile. Gbu.

 

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~

__________________

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~

smile's picture

JT : Serba salah yah...hehehehihihi

Yaitulah bro Julius,..kalau hakim libur, banyak orang salah selamat...

Kalau hakim kerja banyak orang benar sengsara,...

Semua berlaku disemua tempat,..tapi hanya ada satu yang tidak berlaku sepeti itu...Judulnya,.minjem blognya Billy Chien ah,...Aku mau kesurga,...hehehe

 

smile

__________________

"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"

Julius Tarigan's picture

@smile: Ke Surga? Sabar Bro, Tunggu Giliran!

Emang, sih!

Tapi, walaupun dunia ini memang dipenuhi dengan orang2 yang gak bener, gak becus, gak jelas, gak penting (tapi sok penting!), gak tau diri, dan gak gak yang lainnya lagi (yang msh gak ketulungen banyaknya), kita harus tetap di sini juga.  Abis mau ke mana lagi? Ini cuma satu2nya, sich!  Udah gak ada stok tempat yang laen lagi!

Mau ke surga? Sabar mas, sabar. Tunggu giliran Anda! Khusus untuk masuk "tempat" yang satu itu, aturan untuk antreannya sungguh gak maen2 ketatnya dan gak bakal ada yang bisa curang! Hihihiii...! (Abis, capek juga kalo hehehe...terus!).

Jadi, solusinya, supaya kita bisa bertahan di dunia yang kayak begini, kita harus belajar beradaptasi, sekalipun harus tetap juga menjaga supaya jangan sampai kehilangan jati diri.

Kira-kira begitulah, bro! Sukses selalu buat Anda.

 

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN; Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~

__________________

~“Mereka telah mengubah RUMAH TUHAN menjadi SARANG PENYAMUN;
Adalah tugas suci kita sekarang ini untuk MEREFORMASInya!”~