Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Musuh Kehidupan (Refleksi Akhir Tahun) (ayubw)

Musuh Kehidupan (Refleksi Akhir Tahun)
Dipublikasi Artikel blog by ayubw

M U S U H K E H I D U P A N(2 Timotius 4:7-8)
Seorang psikolog (ahli jiwa) yang bernama Erickson mengatakan bahwa
kehidupan ini adalah ibarat sebuah buku. Setiap akhir tahun kita harus
memberi judul bab dalam buku kehidupan kita. Tentu saja tiap-tiap orang
memberikan judul yang berbeda-beda. Semua itu bergantung bagaimana
seseorang menjalani kehidupannya. Dan kelak akan tiba waktunya buku
kehidupan itu akan berakhir. Lembar halamannya habis. Tinta yang kita
punya hanya tersisa untuk menuliskan judul buku kehidupan kita. Maka
setelah membaca dengan teliti dan merenungkan bab demi bab buku
kehidupan itu, kita sekarang harus memberi judul buku kehidupan kita.
Menurut Erickson, judul buku kehidupan itu hanya ada dua kemungkinan
yaitu: "Kepuasan" atau "Keputus-asaan."

Melalui kehidupan Paulus, saya mengajak pembaca sekalian untuk membuka
lembar demi lembar buku kehidupan kita di tahun 2008. Ketika kita tidak
menjalani kehidupan kita sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan, maka
kita akan memandang kehidupan ini sebagai musuh. Sedikitnya ada dua
musuh kehidupan yang harus kita waspadai:

1. Ketika kita memandang ke belakang, musuh kehidupan kita adalah
"seharusnya" (ay. 7)

Dalam ayat 6 Paulus memandang ke sekelilingnya dan menyadari bahwa
ajalnya sudah dekat. Paulus berkata, "Mengenai diriku, darahku
sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah
dekat." Hal ini berarti bahwa Paulus harus segera menutup buku
kehidupannya. Mau tidak mau Paulus harus memberi judul buku
kehidupannya. Paulus membuka lembar demi lembar, bab demi bab buku
kehidupannya. Paulus kemudian berkata, "Aku telah mengakhiri
pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah
memelihara iman."

Ketika Paulus membuka lembar demi lembar, bab demi bab buku
kehidupannya, ia membuat kesimpulan tentang hidup dan pelayanannya. Ada
tiga hal yang diungkapkan oleh Paulus di dalam pernyataannya tersebut:
(1) Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik; (2) Aku telah mencapai
garis akhir, dan (3) Aku telah memelihara iman.Dua gambaran yang
pertama yang dipakai oleh Paulus berkaitan dengan istilah olah raga. Seperti
seorang pegulat atau petinju yang tekun, ia telah mengakhiri
pertandingan yang baik; seperti seorang pelari, ia telah mencapai garis
akhir kehidupannya yang panjang dengan penuh kemenangan dan sudah
sepatutnya menerima hadiah. Paulus bukan hanya sekadar mengakhiri
pertandingan, tetapi ia telah mengakhiri pertandingan itu dengan baik.
Gambaran ketiga yang dipakai oleh Paulis adalah mengenai seorang hamba
yang telah dengan setia memelihara harta benda tuannya, "Aku
telah memelihara iman."

Kita melihat bahwa Paulus tidak berhenti ketika ia ditangkap dan
dipenjara. Dia tidak berhenti ketika orang-orang Yahudi di Tesalonika
iri hati kepadanya dan menimbulkan keributan di Tesalonika. Dia tidak
berhenti dalam banyak cucuran air mata dan percobaan pembunuhan dari
orang Yahudi. Dengan tegas Paulus berkata, "Tetapi aku tidak
menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis
akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus
kepadaku …" (Kis. 20:24)

Mari kita melihat perbedaan yang sangat mendasar di dalam kedua kalimat
yang diucapkan Paulus dalam Kis. 20:24 dan II Tim. 4:7. Di dalam Kis.
20:24 Paulus berkata,"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir…"
Dari kalimat ini Paulus sudah mencapai garis akhir atau belum? (belum,
bukan?)Nah, sekarang mari kita bandingkan dengan ucapan Paulus di akhir
hidupnya dalam II Tim. 4:7, "Aku telah mengakhiri pertandingan
yang baik, aku telah mencapai garis akhir…"Dari kalimat
ini, Paulus sudah mencapai garis akhir atau belum? (sudah, bukan?)
Ucapan ini sangat dalam maknanya karena diucapkan oleh seorang Paulus
yang telah berjuang mati-matian demi Injil, seorang prajurit Kristus
yang terluka menghadapi ganasnya medan pertempuran rohani. Namun dengan
tekad dan kasihnya kepada Allah dan sesama, dia bertekad dan
membuktikan bahwa dia setia sampai akhir dan menyelesaikan tugas sampai tuntas.

Oleh karena itulah, ketika Paulus memandang ke belakang, membuka lembar demi
lembar, bab demi bab buku kehidupannya, ia tidak menyesal karena ia
telah berjuang dan melakukan yang terbaik di dalam hidup dan
pelayanannya. Sungguh membesarkan hati apabila kita bisa seperti Paulus, ketika kita
memandang kembali ke belakang, ketika kita membuka lembar demi lembar,
bab demi bab buku kehidupan kita yang telah lalu dan tidak ada
penyesalan di sana.

Bagaimana dengan kita Bagaimana dengan hidup dan pelayanan kita sepanjang tahun 2003 ini?
Ketika kita mengevaluasi, dan membuka lembar demi lembar buku kehidupan
kita, apa yang dapati di sana? Kesimpulan atau resume seperti apa yang
kita buat di akhir tahun ini? Penyesalankah? atau Kepuasan
(kemenangan)? Sudahakah kita berjuang dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan
sesama kita? Memang tidak mudah bagi kita untuk hidup kini dan di sini. Masa lampau
terus menerus menggangu kita. Masa lampau mengusik diri kita dengan
rasa bersalah, sedangkan masa depan dengan kecemasan. Begitu banyak hal
sudah terjadi dalam hidup kita. Banyak di antaranya yang membuat kita merasa
tidak tenang, menyesal, marah, bingung atau sekurang-kurangnya mendua.
Semua perasaan ini seringkali disertai rasa bersalah. Rasa bersalah itu
berkata,"Seharusnya engkau melakukan sesuatu yang lain, bukan yg
telah engkau lakukan itu""Seharusnya engkau mengatakan
sesuatu yang lain, bukan yg telah engkau katakan
itu""Seharusnya engkau mengambil keputusan yang lebih
bijaksana, dan bukan keputusan yang bodoh itu""Seharusnya
engkau menghormati orang tuamu, bukannya malah memaki dan melukai hati
mereka""Seharusnya engkau melayani dengan hati nurani yang
murni, bukan supaya dilihat
orang."

"Seharusnya-seharusnya"seperti ini membuat kita terus merasa bersalah mengenai tindakan-tindakan kita di masa lampau
dan menghalangi kita untuk sepenuhnya menghayati hidup kini dan di sini.
Penyesalan dengan berkata, "Seharusnya…" inilah musuh
kehidupan kita. Kita tidak bisa mengubah lembaran-lembaran atau masa lalu kita, kita
tidak bisa mengubah kenyataan bahwa kita telah bertindak dalam
cara-cara tertentu. Kita tidak bisa mengubah hal yang tidak terelakkan, yang
memang sudah terjadi. Charles Swindoll berkata, "Aku yakin bahwa
hidup adalah 10 % dari apa yang terjadi kepadaku, dan 90 % adalah
bagaimana aku bereaksi kepada apa yang terjadi itu." Dengan kata
lain, setiap kita bertanggung jawab akan sikap-sikap kita. Kita memang
tidak dapat mengubah masa lalu kita, tetapi kita dapat mengubah
sikap-sikap kita yang salah selama ini. Dan yang istimewa adalah bahwa
kita memiliki pilihan setiap hari mengenai sikap apa yang akan kita
ambil untuk hari itu. Oleh karena itu, mari kita hidup dengan bijaksana
agar kita tidak menyesali sikap-sikap yang telah kita ambil.
Di akhir hidup dan pelayanannya, Paulus dengan mantap berkata,
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai
garis akhir dan aku telah memelihara iman." Seberapa banyak di
antara kita, di akhir tahun ini berani berkata seperti Paulus? Saudara,
Paulus bukan saja telah berhasil mengakhiri pertandingan, tetapi dia
berkata bahwa dia telah mengakhiri pertandingan itu dengan baik. Di
akhir tahun ini, sebagian dari kita mungkin juga telah berhasil
mengakhiri "pertandingan." Tetapi pertanyaannya adalah
apakah kita sudah mengakhirinya dengan baik?
Kita mungkin adalah orang yang rajin di dalam mengikuti ibadah,
persekutuan dan setiap kegiatan di gereja. Tetapi yang lebih daripada
itu adalah: Adakah perubahan sikap dan karakter di dalam kehidupan
kita?

Yakni perubahan yang muncul dari dalam (inside out). Sebagai pengurus
komisi, sudahkah kita mengakhiri "pertandingan" dengan
baik, memberikan yang terbaik untuk Tuhan dan jemaat yang kita layani?
Bagaimana kerjasama kita dengan sesama pengurus dengan rekan pelayanan
yang lain? Murnikah motivasi kita di dalam melayani dan beribadah
kepada Tuhan? Apakah yang sebenarnya kita cari? Sungguhkah kita mencari Tuhan?
Atau jangan-jangan kita hanya mencari berkat-Nya Tuhan saja.
Ketika kita mengevaluasi hidup kita sepanjang tahun ini, puaskah Tuhan
dengan hidup dan pelayanan kita? Beranikah kita berkata seperti Paulus?
Jikalau belum kita harus mengoreksi diri dan bersungguh-sungguh lagi di
tahun yang akan datang. Mari kita serahkan segala penyesalan dan
kegagalan-kegagalan kita kepada-Nya. Dan kita lakukan apa yang menjadi
bagian kita.

2. Ketika kita memandang ke depan, musuh kehidupan kita adalah "seandainya" (ay. 8, 16-18)

Pada saat menulis surat II Timotius ini, Paulus sedang diadili di Roma
dan telah menjalani pemeriksaan yang pertama (4:16). Dan pada saat
pembelaannya yang pertama itu, tidak ada seorang pun yang membantu
Paulus. Namun apakah itu berarti bahwa Tuhan juga meninggalkan Paulus?
Dengan tegas Paulus berkata, "Meski semua meninggalkan aku,
tetapi Tuhan telah mendampingi aku, menguatkan aku, melepaskan aku,
menyelamatkan aku…" ada empat kata kerja aktif yang
dipakai oleh Paulus untuk menggambarkan perbuatan Tuhan di dalam hidupnya,
yakni: mendampingi, menguatkan, melepaskan dan menyelamatkan.
Di dalam keadaan yang sulit dan terhimpit, Paulus tidak cemas akan
hidupnya seperti yang digambarkan dalam NKB 128 (My Heavenly Father
Watches over Me) bahwa Allah selalu menjaga dia di segala keadaan.
Paulus tidak cemas akan masa depannya dan bertanya-tanya dengan penuh
kecemasan,"Bagaimana seandainya nanti saya ditinggalkan oleh
Allah?""Bagaimana seandainya nanti saya hidup sepi dan
sendirian?""Bagaimana seandainya saya nanti mati kelaparan
di penjara?""Bagaimana seandainya saya kehilangan
kesempatan untuk melayani (mengabarkan Injil) karena saya di penjara?"
Ketika memandang ke depan, dengan mantap dan penuh iman Paulus berkata,
"Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran…".
Frase ini menunjukkan bahwa Paulus memiliki keyakinan dan kepastian
masa yang akan datang. Ia tidak takut akan masa yang datang. Pada waktu itu,
seorang atlet Yunani atau Romawi yang menjadi pemenang dalam sebuah
perlombaan mendapat hadiah dari orang banyak dan biasanya mendapat
kalung daun salam atau kalung yang terbuat dari daun-daun pohon
tarbantin. Paulus tidak menerima mahkota daun-daunan yang cepat layu,
akan tetapi ia akan mendapat mahkota kemenangan yang tidak pernah layu.
Ketika melihat ke belakang, Paulus tidak menyesali hidup dan
pelayanannya, sebaliknya ketika ia memandang ke depan, Paulus pun tidak
dipenuhi dengan kecemasan-kecemasan. Tetapi ia memiliki kepastian
hidup, "Sekarang telah tersedia begiku mahkota kebenaran…"
Saudara hal yang lebih buruk daripada rasa bersalah atau penyesalan
kita adalah kecemasan-kecemasan kita. Kecemasan-kecemasan kita itu
memenuhi hidup kita dengan pertanyaan:"Bagaimana seandainya saya
kehilangan pekerjaan saya?""Bagaimana seandainya saya tidak
diterima di sekolah favorit?""Bagaimana seandainya saya
tidak naik kelas?""Bagaimana seandainya skripsi saya tidak
selesai?""Bagaimana seandainya saya tidak mendapat
kekasih?""Bagaimana seandainya orang tua saya tidak mampu
lagi membiayai studiku?""Bagaimana seandainya orang yang
saya cintai meninggal?"

"Seandainya-seandainya" ini dapat begitu memenuhi pikiran
kita dan membuat kita tidak mampu lagi melihat bunga-bunga yang indah
di kebun dan anak-anak kecil yang bercanda ria di jalan-jalan.
"Seandainya-seandainya" ini akan merampas sukacita di dalam
hidup kita. "Seandainya-seandainya" ini juga dapat membuat
kita tidak mendengar sapaan simpatik seorang sahabat. Lawan dari
"Seandainya" adalah "Kepastian." Kekristenan
adalah sebuah kepastian.Bagi kita yang sungguh-sungguh percaya dan
menaruh harap hanya kepada Allah, kita tidak perlu hidup di dalam
kecemasan dengan berandai-andai. Karena Allah memberikan hidup yang
penuh dengan kepastian. Allah sendiri telah berfirman, "Sebab Aku
ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
rancangan-rancangan-Ku adalah rancangan damai sejahtera dan bukan
rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang
penuh harapan. "Apabila kita berseru dan datang berdoa kepada Tuhan,
maka Tuhan akan mendengarkan doa-doa dan seruan kita; apabila kita
sungguh-sungguh mencari Tuhan, maka kita akan menemukan Dia, Dia akan
memulihkan hidup kita yang hancur dan tercerai berai (Yer. 29:11-12).
Bagi kita yang sungguh-sungguh hidup takut akan Dia, Tuhan berkata,
"Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan
hilang" (Ams. 23:17-18). Musuh kehidupan kita adalah "Seharusnya" dan
"Seandainya." "Seharusnya" dan "Seandainya" adalah kekuatan-kekuatan yang menarik kita ke
belakang, ke masa lampau yang tidak dapat diubah lagi, dan menyeret
kita ke depan, ke masa depan yang tidak dapat "diramalkan."
Tetapi kita bersyukur karena nama Allah kita adalah I am, bukan I was
atau I will be. Nama Allah kita selalu muncul dalam bentuk Present
tense, Allah kini dan di sini. Nama Allah tidak pernah sekalipun muncul
dalam bentuk Past tense, Allah masa lampau atau Future, Allah masa yang akan
datang, yang jauh dari jangkauan kita.
Di dalam PL, Allah memperkenalkan dirinya sebagai Allah kini dan di
sini: "I AM WHO I AM" (AKU ADALAH AKU ADA). Di dalam
Perjanjian Baru, Tuhan Yesus juga memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah
kini dan di sini: I AM (Misalnya: I am the good sheperd, the gate, the
way, the truth, the life…etc) Nama Allah kita adalah I am (AKU
ADA, kini dan di sini, bukan I was (AKU dulu ADA) atau I will be (AKU
AKAN ADA). Lalu apa pentingnya I am itu? Sdr. Ketika Tuhan berkata,
"My name is I am" (Nama-Ku adalah AKU ADA) hal ini berarti
bahwa Allah kita adalah kini dan di sini. Allah selalu hadir di dalam
kehidupan kita.

Ada sebuah puisi yang menggambarkan kebenaran ini. Judul puisi itu
adalah: My name is I AM ("Nama-Ku adalah AKU ADA")Ketika
engkau sedang sedih menyesali masa lampau dan memikirkan masa depan
dengan penuh kekuatiran, Allah berkata "Nama-Ku adalah AKU ADA
(My name is I am)."Dengan suara lembut Allah kemudian melanjutkan:
"Bila hidupmu hanya memikirkan masa lampau dengan
kesalahan-kesalahan dan penyesalan-penyesalan, semuanya itu tidak ada
gunanya. Allah berkata, "Aku tidak ada di sana, Nama-Ku bukan AKU
DULU ADA karena (My name not I was)."Bila hidupmu hanya
memikirkan masa depan dengan segala permasalahan yang tidak menentu dan rasa
kuatir, itu sia-sia. Allah berkata, "Aku tidak ada di sana karena
Nama-Ku bukan AKU AKAN ADA (My name not I will be). Bila sekarang
hidupmu memikirkan hal-hal yang terjadi hari ini dan percaya kepada-Ku,
hal itu sungguh indah. Karena Aku memang ada di sini, Nama-Ku adalah
AKU ADA (My name is I am)." Jangan takut dengan musuh kehidupan,
hadapilah bersama Tuhan Yesus.

Date: Thu, 11 Dec 2008 16:59:07 +0700

1. Musuh Kehidupan (Refleksi Akhir Tahun)
Dipublikasi Artikel blog by ayubw

M U S U H K E H I D U P A N(2 Timotius 4:7-8)
Seorang psikolog (ahli jiwa) yang bernama Erickson mengatakan bahwa
kehidupan ini adalah ibarat sebuah buku. Setiap akhir tahun kita harus
memberi judul bab dalam buku kehidupan kita. Tentu saja tiap-tiap orang
memberikan judul yang berbeda-beda. Semua itu bergantung bagaimana
seseorang menjalani kehidupannya. Dan kelak akan tiba waktunya buku
kehidupan itu akan berakhir. Lembar halamannya habis. Tinta yang kita
punya hanya tersisa untuk menuliskan judul buku kehidupan kita. Maka
setelah membaca dengan teliti dan merenungkan bab demi bab buku
kehidupan itu, kita sekarang harus memberi judul buku kehidupan kita.
Menurut Erickson, judul buku kehidupan itu hanya ada dua kemungkinan
yaitu: "Kepuasan" atau "Keputus-asaan."

Melalui kehidupan Paulus, saya mengajak pembaca sekalian untuk membuka
lembar demi lembar buku kehidupan kita di tahun 2008. Ketika kita tidak
menjalani kehidupan kita sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan, maka
kita akan memandang kehidupan ini sebagai musuh. Sedikitnya ada dua
musuh kehidupan yang harus kita waspadai:

1. Ketika kita memandang ke belakang, musuh kehidupan kita adalah
"seharusnya" (ay. 7)

Dalam ayat 6 Paulus memandang ke sekelilingnya dan menyadari bahwa
ajalnya sudah dekat. Paulus berkata, "Mengenai diriku, darahku
sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah
dekat." Hal ini berarti bahwa Paulus harus segera menutup buku
kehidupannya. Mau tidak mau Paulus harus memberi judul buku
kehidupannya. Paulus membuka lembar demi lembar, bab demi bab buku
kehidupannya. Paulus kemudian berkata, "Aku telah mengakhiri
pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah
memelihara iman."

Ketika Paulus membuka lembar demi lembar, bab demi bab buku
kehidupannya, ia membuat kesimpulan tentang hidup dan pelayanannya. Ada
tiga hal yang diungkapkan oleh Paulus di dalam pernyataannya tersebut:
(1) Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik; (2) Aku telah mencapai
garis akhir, dan (3) Aku telah memelihara iman.Dua gambaran yang
pertama yang dipakai oleh Paulus berkaitan dengan istilah olah raga. Seperti
seorang pegulat atau petinju yang tekun, ia telah mengakhiri
pertandingan yang baik; seperti seorang pelari, ia telah mencapai garis
akhir kehidupannya yang panjang dengan penuh kemenangan dan sudah
sepatutnya menerima hadiah. Paulus bukan hanya sekadar mengakhiri
pertandingan, tetapi ia telah mengakhiri pertandingan itu dengan baik.
Gambaran ketiga yang dipakai oleh Paulis adalah mengenai seorang hamba
yang telah dengan setia memelihara harta benda tuannya, "Aku
telah memelihara iman."

Kita melihat bahwa Paulus tidak berhenti ketika ia ditangkap dan
dipenjara. Dia tidak berhenti ketika orang-orang Yahudi di Tesalonika
iri hati kepadanya dan menimbulkan keributan di Tesalonika. Dia tidak
berhenti dalam banyak cucuran air mata dan percobaan pembunuhan dari
orang Yahudi. Dengan tegas Paulus berkata, "Tetapi aku tidak
menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis
akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus
kepadaku …" (Kis. 20:24)

Mari kita melihat perbedaan yang sangat mendasar di dalam kedua kalimat
yang diucapkan Paulus dalam Kis. 20:24 dan II Tim. 4:7. Di dalam Kis.
20:24 Paulus berkata,"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir…"
Dari kalimat ini Paulus sudah mencapai garis akhir atau belum? (belum,
bukan?)Nah, sekarang mari kita bandingkan dengan ucapan Paulus di akhir
hidupnya dalam II Tim. 4:7, "Aku telah mengakhiri pertandingan
yang baik, aku telah mencapai garis akhir…"Dari kalimat
ini, Paulus sudah mencapai garis akhir atau belum? (sudah, bukan?)
Ucapan ini sangat dalam maknanya karena diucapkan oleh seorang Paulus
yang telah berjuang mati-matian demi Injil, seorang prajurit Kristus
yang terluka menghadapi ganasnya medan pertempuran rohani. Namun dengan
tekad dan kasihnya kepada Allah dan sesama, dia bertekad dan
membuktikan bahwa dia setia sampai akhir dan menyelesaikan tugas sampai tuntas.

Oleh karena itulah, ketika Paulus memandang ke belakang, membuka lembar demi
lembar, bab demi bab buku kehidupannya, ia tidak menyesal karena ia
telah berjuang dan melakukan yang terbaik di dalam hidup dan
pelayanannya. Sungguh membesarkan hati apabila kita bisa seperti Paulus, ketika kita
memandang kembali ke belakang, ketika kita membuka lembar demi lembar,
bab demi bab buku kehidupan kita yang telah lalu dan tidak ada
penyesalan di sana.

Bagaimana dengan kita Bagaimana dengan hidup dan pelayanan kita sepanjang tahun 2003 ini?
Ketika kita mengevaluasi, dan membuka lembar demi lembar buku kehidupan
kita, apa yang dapati di sana? Kesimpulan atau resume seperti apa yang
kita buat di akhir tahun ini? Penyesalankah? atau Kepuasan
(kemenangan)? Sudahakah kita berjuang dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan
sesama kita? Memang tidak mudah bagi kita untuk hidup kini dan di sini. Masa lampau
terus menerus menggangu kita. Masa lampau mengusik diri kita dengan
rasa bersalah, sedangkan masa depan dengan kecemasan. Begitu banyak hal
sudah terjadi dalam hidup kita. Banyak di antaranya yang membuat kita merasa
tidak tenang, menyesal, marah, bingung atau sekurang-kurangnya mendua.
Semua perasaan ini seringkali disertai rasa bersalah. Rasa bersalah itu
berkata,"Seharusnya engkau melakukan sesuatu yang lain, bukan yg
telah engkau lakukan itu""Seharusnya engkau mengatakan
sesuatu yang lain, bukan yg telah engkau katakan
itu""Seharusnya engkau mengambil keputusan yang lebih
bijaksana, dan bukan keputusan yang bodoh itu""Seharusnya
engkau menghormati orang tuamu, bukannya malah memaki dan melukai hati
mereka""Seharusnya engkau melayani dengan hati nurani yang
murni, bukan supaya dilihat
orang."

"Seharusnya-seharusnya"seperti ini membuat kita terus merasa bersalah mengenai tindakan-tindakan kita di masa lampau
dan menghalangi kita untuk sepenuhnya menghayati hidup kini dan di sini.
Penyesalan dengan berkata, "Seharusnya…" inilah musuh
kehidupan kita. Kita tidak bisa mengubah lembaran-lembaran atau masa lalu kita, kita
tidak bisa mengubah kenyataan bahwa kita telah bertindak dalam
cara-cara tertentu. Kita tidak bisa mengubah hal yang tidak terelakkan, yang
memang sudah terjadi. Charles Swindoll berkata, "Aku yakin bahwa
hidup adalah 10 % dari apa yang terjadi kepadaku, dan 90 % adalah
bagaimana aku bereaksi kepada apa yang terjadi itu." Dengan kata
lain, setiap kita bertanggung jawab akan sikap-sikap kita. Kita memang
tidak dapat mengubah masa lalu kita, tetapi kita dapat mengubah
sikap-sikap kita yang salah selama ini. Dan yang istimewa adalah bahwa
kita memiliki pilihan setiap hari mengenai sikap apa yang akan kita
ambil untuk hari itu. Oleh karena itu, mari kita hidup dengan bijaksana
agar kita tidak menyesali sikap-sikap yang telah kita ambil.
Di akhir hidup dan pelayanannya, Paulus dengan mantap berkata,
"Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai
garis akhir dan aku telah memelihara iman." Seberapa banyak di
antara kita, di akhir tahun ini berani berkata seperti Paulus? Saudara,
Paulus bukan saja telah berhasil mengakhiri pertandingan, tetapi dia
berkata bahwa dia telah mengakhiri pertandingan itu dengan baik. Di
akhir tahun ini, sebagian dari kita mungkin juga telah berhasil
mengakhiri "pertandingan." Tetapi pertanyaannya adalah
apakah kita sudah mengakhirinya dengan baik?
Kita mungkin adalah orang yang rajin di dalam mengikuti ibadah,
persekutuan dan setiap kegiatan di gereja. Tetapi yang lebih daripada
itu adalah: Adakah perubahan sikap dan karakter di dalam kehidupan
kita?

Yakni perubahan yang muncul dari dalam (inside out). Sebagai pengurus
komisi, sudahkah kita mengakhiri "pertandingan" dengan
baik, memberikan yang terbaik untuk Tuhan dan jemaat yang kita layani?
Bagaimana kerjasama kita dengan sesama pengurus dengan rekan pelayanan
yang lain? Murnikah motivasi kita di dalam melayani dan beribadah
kepada Tuhan? Apakah yang sebenarnya kita cari? Sungguhkah kita mencari Tuhan?
Atau jangan-jangan kita hanya mencari berkat-Nya Tuhan saja.
Ketika kita mengevaluasi hidup kita sepanjang tahun ini, puaskah Tuhan
dengan hidup dan pelayanan kita? Beranikah kita berkata seperti Paulus?
Jikalau belum kita harus mengoreksi diri dan bersungguh-sungguh lagi di
tahun yang akan datang. Mari kita serahkan segala penyesalan dan
kegagalan-kegagalan kita kepada-Nya. Dan kita lakukan apa yang menjadi
bagian kita.

2. Ketika kita memandang ke depan, musuh kehidupan kita adalah "seandainya" (ay. 8, 16-18)

Pada saat menulis surat II Timotius ini, Paulus sedang diadili di Roma
dan telah menjalani pemeriksaan yang pertama (4:16). Dan pada saat
pembelaannya yang pertama itu, tidak ada seorang pun yang membantu
Paulus. Namun apakah itu berarti bahwa Tuhan juga meninggalkan Paulus?
Dengan tegas Paulus berkata, "Meski semua meninggalkan aku,
tetapi Tuhan telah mendampingi aku, menguatkan aku, melepaskan aku,
menyelamatkan aku…" ada empat kata kerja aktif yang
dipakai oleh Paulus untuk menggambarkan perbuatan Tuhan di dalam hidupnya,
yakni: mendampingi, menguatkan, melepaskan dan menyelamatkan.
Di dalam keadaan yang sulit dan terhimpit, Paulus tidak cemas akan
hidupnya seperti yang digambarkan dalam NKB 128 (My Heavenly Father
Watches over Me) bahwa Allah selalu menjaga dia di segala keadaan.
Paulus tidak cemas akan masa depannya dan bertanya-tanya dengan penuh
kecemasan,"Bagaimana seandainya nanti saya ditinggalkan oleh
Allah?""Bagaimana seandainya nanti saya hidup sepi dan
sendirian?""Bagaimana seandainya saya nanti mati kelaparan
di penjara?""Bagaimana seandainya saya kehilangan
kesempatan untuk melayani (mengabarkan Injil) karena saya di penjara?"
Ketika memandang ke depan, dengan mantap dan penuh iman Paulus berkata,
"Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran…".
Frase ini menunjukkan bahwa Paulus memiliki keyakinan dan kepastian
masa yang akan datang. Ia tidak takut akan masa yang datang. Pada waktu itu,
seorang atlet Yunani atau Romawi yang menjadi pemenang dalam sebuah
perlombaan mendapat hadiah dari orang banyak dan biasanya mendapat
kalung daun salam atau kalung yang terbuat dari daun-daun pohon
tarbantin. Paulus tidak menerima mahkota daun-daunan yang cepat layu,
akan tetapi ia akan mendapat mahkota kemenangan yang tidak pernah layu.
Ketika melihat ke belakang, Paulus tidak menyesali hidup dan
pelayanannya, sebaliknya ketika ia memandang ke depan, Paulus pun tidak
dipenuhi dengan kecemasan-kecemasan. Tetapi ia memiliki kepastian
hidup, "Sekarang telah tersedia begiku mahkota kebenaran…"
Saudara hal yang lebih buruk daripada rasa bersalah atau penyesalan
kita adalah kecemasan-kecemasan kita. Kecemasan-kecemasan kita itu
memenuhi hidup kita dengan pertanyaan:"Bagaimana seandainya saya
kehilangan pekerjaan saya?""Bagaimana seandainya saya tidak
diterima di sekolah favorit?""Bagaimana seandainya saya
tidak naik kelas?""Bagaimana seandainya skripsi saya tidak
selesai?""Bagaimana seandainya saya tidak mendapat
kekasih?""Bagaimana seandainya orang tua saya tidak mampu
lagi membiayai studiku?""Bagaimana seandainya orang yang
saya cintai meninggal?"

"Seandainya-seandainya" ini dapat begitu memenuhi pikiran
kita dan membuat kita tidak mampu lagi melihat bunga-bunga yang indah
di kebun dan anak-anak kecil yang bercanda ria di jalan-jalan.
"Seandainya-seandainya" ini akan merampas sukacita di dalam
hidup kita. "Seandainya-seandainya" ini juga dapat membuat
kita tidak mendengar sapaan simpatik seorang sahabat. Lawan dari
"Seandainya" adalah "Kepastian." Kekristenan
adalah sebuah kepastian.Bagi kita yang sungguh-sungguh percaya dan
menaruh harap hanya kepada Allah, kita tidak perlu hidup di dalam
kecemasan dengan berandai-andai. Karena Allah memberikan hidup yang
penuh dengan kepastian. Allah sendiri telah berfirman, "Sebab Aku
ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
rancangan-rancangan-Ku adalah rancangan damai sejahtera dan bukan
rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang
penuh harapan. "Apabila kita berseru dan datang berdoa kepada Tuhan,
maka Tuhan akan mendengarkan doa-doa dan seruan kita; apabila kita
sungguh-sungguh mencari Tuhan, maka kita akan menemukan Dia, Dia akan
memulihkan hidup kita yang hancur dan tercerai berai (Yer. 29:11-12).
Bagi kita yang sungguh-sungguh hidup takut akan Dia, Tuhan berkata,
"Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan
hilang" (Ams. 23:17-18). Musuh kehidupan kita adalah "Seharusnya" dan
"Seandainya." "Seharusnya" dan "Seandainya" adalah kekuatan-kekuatan yang menarik kita ke
belakang, ke masa lampau yang tidak dapat diubah lagi, dan menyeret
kita ke depan, ke masa depan yang tidak dapat "diramalkan."
Tetapi kita bersyukur karena nama Allah kita adalah I am, bukan I was
atau I will be. Nama Allah kita selalu muncul dalam bentuk Present
tense, Allah kini dan di sini. Nama Allah tidak pernah sekalipun muncul
dalam bentuk Past tense, Allah masa lampau atau Future, Allah masa yang akan
datang, yang jauh dari jangkauan kita.
Di dalam PL, Allah memperkenalkan dirinya sebagai Allah kini dan di
sini: "I AM WHO I AM" (AKU ADALAH AKU ADA). Di dalam
Perjanjian Baru, Tuhan Yesus juga memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah
kini dan di sini: I AM (Misalnya: I am the good sheperd, the gate, the
way, the truth, the life…etc) Nama Allah kita adalah I am (AKU
ADA, kini dan di sini, bukan I was (AKU dulu ADA) atau I will be (AKU
AKAN ADA). Lalu apa pentingnya I am itu? Sdr. Ketika Tuhan berkata,
"My name is I am" (Nama-Ku adalah AKU ADA) hal ini berarti
bahwa Allah kita adalah kini dan di sini. Allah selalu hadir di dalam
kehidupan kita.

Ada sebuah puisi yang menggambarkan kebenaran ini. Judul puisi itu
adalah: My name is I AM ("Nama-Ku adalah AKU ADA")Ketika
engkau sedang sedih menyesali masa lampau dan memikirkan masa depan
dengan penuh kekuatiran, Allah berkata "Nama-Ku adalah AKU ADA
(My name is I am)."Dengan suara lembut Allah kemudian melanjutkan:
"Bila hidupmu hanya memikirkan masa lampau dengan
kesalahan-kesalahan dan penyesalan-penyesalan, semuanya itu tidak ada
gunanya. Allah berkata, "Aku tidak ada di sana, Nama-Ku bukan AKU
DULU ADA karena (My name not I was)."Bila hidupmu hanya
memikirkan masa depan dengan segala permasalahan yang tidak menentu dan rasa
kuatir, itu sia-sia. Allah berkata, "Aku tidak ada di sana karena
Nama-Ku bukan AKU AKAN ADA (My name not I will be). Bila sekarang
hidupmu memikirkan hal-hal yang terjadi hari ini dan percaya kepada-Ku,
hal itu sungguh indah. Karena Aku memang ada di sini, Nama-Ku adalah
AKU ADA (My name is I am)." Jangan takut dengan musuh kehidupan,
hadapilah bersama Tuhan Yesus.